"Arek-arek kabare yok opo jo?" tanya dia. "alhamdulillah sehat kabeh, tapi rejekine sik durung sehat?" jawabku dengan tertawa. Lalu dia menimpali, gurauanku.
"Semua sama jo, dalam kondisi ekonomi global ini, perekonomian agak sulit. Apalagi investasi?. Perusahaan saya saja ambruk per satu mei kemarin, malah meninggalkan hutang 1,3 milliard. Ini salah saya juga karena terlalu percaya sama karyawan. Padahal perusahan ikan keramba itu prospeknya bagus. Tapi entah lah jo, nasi sudah menjadi bubur....! usahaku ambruk, hutangku banyak."
Setahu saya perusahaan teman saya itu berdiri awal tahun 2013. Bahkan awal berdirinya saya sempat diajak meng upbdate websitenya. Kalau dihitung, baru berumur 3 tahun dari sekarang. Kok sekarang sudah kolap.....!! Ini yg menjadi pertanyaan besar saya...?
Dia melanjutkan cerita sedihnya, "semua karyawannya dirumahkan sejak bulan mei lalu. Gara-gara banyak investasi dari luar, dan banyak yang mengatur, akhir tak terkontrol managementnya. Terutama management dilapangan ditempat tambak keramba ikannya. Sehingga biaya perawatan ikan dan pakannya membengkak hingga lima kali lipat. Namun hasil ikannya sedikit.
Karena berbagai alasan orang lapangan yg tidak masuk akal. Ikan banyak yang mati dan stok pakan kurang! Inilah yg menjadi alasan dilapangan. Sehingga tidak menghasilkan apa-apa alias tdk ada panenan dan tagihan pakan ikan membengkak, akhirnya tambak ikan keramba dijual ke pihak lain.
Inilah akhir malapetaka kolapnya perusahaan deto. Semua habis terjual untuk menutupi hutang. Karyawan ter-Phk dan perusahaan akhirnya tutup.
Pengalaman inilah yg membuat saya kasihan kepada teman saya. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yg memulai usaha baru. Agar tidak gampang percaya kepada karyawan.
Kalau bisa pemilik turun langsung dilapangan dan dibantu staff profesional. Agar perusahaan mampu berkembang sehat dan karyawan sejahtera. Saya doakan kedepan deto bangkit lagi dari keterpurukan. Dan selalu mendapat lindungan dari Alla Swt. Amin
Surabaya 1 Juli 2016
Kebraon Prima 2 blok Hh Surabaya.
Oleh : Tedjo Laksana