Mohon tunggu...
Tedi Ardiansyah
Tedi Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo nama saya Tedi Ardiansyah, saya adalah seorang mahasiswa aktif yang sedang berkuliah di politeknik negeri jakarta jurusan jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kebahagian di Masa Kecil

12 Juni 2024   16:40 Diperbarui: 12 Juni 2024   16:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Masa kecilku mungkin tidak seindah dan semewah anak-anak lain yang tinggal di kota besar, namun bagiku, masa itu adalah masa yang penuh dengan keceriaan dan kebahagiaan. Aku lahir dan besar di sebuah desa kecil di Bekasi Jawa barat, di mana kehidupan sederhana adalah bagian dari keseharian kami. Walaupun terbatas dalam banyak hal, kenangan masa kecilku selalu berhasil membuatku tersenyum ketika mengingatnya.

Aku adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahku bekerja sebagai Pengusaha Rental Mobil, sementara ibuku adalah seorang ibu rumah tangga yang cekatan. Kehidupan kami di desa sangat sederhana. Kami tidak memiliki banyak barang mewah, namun kebahagiaan kami tidak ditentukan oleh materi.

Setiap pagi, aku dan saudara-saudaraku bangun sebelum matahari terbit untuk membantu ayah di garasi mobil. Kami membantu menyuci mobil,dan melakukan berbagai pekerjaan yang diperlukan. Meskipun pekerjaan di garasi kami cukup berat bagi anak-anak seusia kami, tetapi kami selalu melakukannya dengan riang gembira. Ayah selalu berkata, "Kerja keras adalah kunci kebahagiaan yang sejati." Kata-kata itu selalu menjadi penyemangat bagi kami.

Setelah selesai membantu di Garasi , aku dan saudara-saudaraku akan bermain di lapangan yang ada di dekat rumah kami. Lapangan itu adalah tempat favorit kami. Di sana, kami bermain bola, , dan sesekali berlomba-lomba menyelam untuk mencari siapa yang paling banyak menge gol kan ke gawang, Tawa riang kami selalu terdengar hingga ke ujung desa. Kadang-kadang, teman-teman dari desa sebelah pun ikut bergabung dan membuat permainan kami semakin seru.

Salah satu kenangan yang paling berkesan adalah ketika musim layang-layang tiba. Kami membuat layang-layang sendiri dari bambu dan kertas minyak yang dibeli di pasar. Meskipun layang-layang buatan kami tidak selalu sempurna dan kadang sulit untuk diterbangkan, tetapi usaha dan kebersamaan saat membuatnya adalah yang paling berharga. Aku ingat betapa bangganya aku ketika layang-layangku berhasil terbang tinggi, menari-nari di langit biru, membawa rasa puas yang tak tergantikan.

Selain bermain di Lapangan bola dan menerbangkan layang-layang, kami juga sering bermain petak umpet di kebun belakang rumah. Kebun itu penuh dengan pohon-pohon besar dan semak belukar yang menjadi tempat persembunyian sempurna. Permainan petak umpet di sore hari selalu diiringi dengan suara jangkrik dan gemerisik dedaunan yang tertiup angin. Terkadang, kami tertawa terbahak-bahak saat menemukan teman yang bersembunyi di tempat yang konyol.

Di malam hari, setelah semua pekerjaan selesai, kami berkumpul di halaman rumah. Ayah akan menceritakan berbagai kisah dan legenda dari nenek moyang kami. Cerita-cerita itu selalu penuh dengan petualangan dan pelajaran moral yang dalam. Kami duduk melingkar di bawah sinar bulan, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut ayah. Kisah-kisah itu tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan kami tentang nilai-nilai kehidupan dan pentingnya menjaga warisan budaya.

Hari Minggu adalah hari yang sangat istimewa bagi kami. Setiap Minggu pagi, kami pergi ke pasar tradisional bersama ibu. Di pasar, ibu akan membeli bahan makanan untuk seminggu, sementara aku dan saudara-saudaraku diberi uang saku sedikit untuk membeli jajanan. Kami selalu bersemangat memilih jajanan favorit, mulai dari onde-onde, klepon, hingga es dawet yang segar. Kenangan berjalan beriringan di pasar yang ramai, dengan suara tawar-menawar yang riuh dan aroma masakan yang menggugah selera, masih terasa hangat hingga kini.

Masa kecilku juga dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan sederhana namun bermakna. Aku ingat saat ikut bergotong-royong membersihkan desa, membantu tetangga yang sedang kesulitan, atau sekadar bermain musik tradisional bersama teman-teman di balai desa. Semua kegiatan itu menanamkan rasa solidaritas dan kebersamaan yang kuat dalam diriku.

Seiring berjalannya waktu, kehidupan berubah dan kami tumbuh dewasa. Aku dan saudara-saudaraku merantau ke kota untuk mengejar pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. Meskipun kami tidak lagi tinggal di desa, namun kenangan masa kecil yang ceria itu tetap hidup dalam hati kami. Setiap kali pulang kampung, kami selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat-tempat yang penuh kenangan itu, sungai, kebun belakang rumah, dan pasar tradisional yang masih berdiri kokoh.

Masa kecilku mungkin sederhana dan jauh dari kemewahan, tetapi dari kesederhanaan itulah aku belajar banyak hal berharga. Aku belajar tentang arti kerja keras, kebersamaan, dan pentingnya bersyukur dengan apa yang kita miliki. Masa kecil yang ceria itu telah membentuk diriku menjadi pribadi yang tangguh dan penuh rasa syukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun