Hasoloan Ingatkan Pengurus KPI Gunakan Cara Mirip PKI Lumpuhkan Tuntutan Pelaut
Jakarta, 12 Juni 2016.
Hasoloan Siregar yang biasa disapa Solo (64), adalah Pelaut Indonesia yang terbilang senior dan sebagai anggota Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), yang waktunya banyak disita untuk berlayar di beberapa kapal tankers asing milik Shell BV yang berkedudukan di Rotterdam, Belanda.
Solo juga penandatangan Petisi Pelaut Indonesia 6 Oktober 2015 dan Resolusi Minta Negara Hadir 10 Februari 2016, yang baik petisi maupun resolusinya dilayangkan juga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ini dia bertindak atas komitmen untuk mewakili Pelaut Senior yang selalu mendorong, mengawal serta mendampingi setiap aksi damai yang dilakukan pelaut generasi penerus yang berhimpun dalam Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) dan dikoordinir oleh Andri Yani Sanusi.
Dalam rilisnya kepada pers (12/6), Solo lemparkan pernyataan dengan mengingatkan kepada pelaut generasi penerus yang berhimpun di PPI untuk mewaspadi jika Pengurus Pusat (PP) KPI yang sekarang dituntut untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) KPI, terus menerus menggunakan cara-cara licik yang mirip PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam upaya mereka melumpuhkan pelaut yang giat menuntutnya.
“Saya ingatkan kewaspadaan tinggi kepada para sahabat di PPI terhadap kelicikan PP KPI Cikini yang selalu menggunakan cara-cara mirip PKI” kata Solo geram.
Kronologi kepengurusan KPI sejak tahun 2001, menurutnya, jelas merupakan upaya perampasan kepengurusan dari kekuasaan Iskandar Ilahude dengan Hanafi menopang pada perjuangan pelaut reformasi yang berhasil menyingkirkan pejabat atau mantan pejabat Ditjen Perhubungan Laut (Hubla) untuk tidak duduk lagi di tapuk PP KPI melalui Munaslub KPI di Hotel Cempaka, Jakarta Pusat.
“Padahal Hanafi adalah bagian dalam kepengurusan Iskandar Ilahude sebagai Ketua III bidang Diklat dan Naker PP KPI 1997-2001, yang membohongi Menhubpar Agum Gumelar yang telah meresmikan land breaking proyek pembangunan Kampus Diklat Pelaut pada 12 Februari 2001 tapi tidak terbangun. Bahkan tanah seluas 50 hektar di Muara Gembong yang diatasnya untuk proyek pembangunan kampus katanya habis terjual”, tuturnya.
Seraya Solo ungkapkan keanehan jika pada waktu Hanafi terpilih menjadi Presiden KPI kedua kalinya hasil Kongres VI KPI 2004 di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, sebelumnya dari hasil Munaslub KPI 2001, “justru Hanafi meminta bantuan Kapolsek Muara Gembong untuk mengamankan tanah seluas 50 hektar yang di klem menjadi milik KPI. Ini adalah kelicikannya yang luar biasa”.
Di Kongres VII KPI 2009 di Hotel Sheraton Bandara Cengkareng, Banten, nampaknya ambisi untuk berkuasa ketiga kalinya ditentang oleh sebagian peserta kongres dari unsur KPI Cabang Tanjung Priok dan unsur Pelaut Perwakilan Perusahaan HAL (Holland America Lines), termasuk laporan pertanggungjawabannya selaku Presiden KPI 2004-2009.
Kekisruhan yang keluar dari aturan tata tertib (tatib) kongres, membuat Kongres VII KPI 2009 terjadi dead lock dan tidak ada pemilihan kepengurusan baru untuk periode 2009-2014, termasuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang tidak ada surat keputusan penetapan dan pengesahaannya yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Pimpinan Kongres VIII KPI. “Sehingga turunannya yang pada Desember 2014 ada Kongres VIII KPI di Hotel Four Season Kuningan, Jakarta, batal demi hukum. Termasuk kepengurusan PP KPI 2014-2019 tidak sah alias ilegal” tutur Solo.