Mohon tunggu...
Teddy Syamsuri
Teddy Syamsuri Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Umum Lintasan '66, Wakil Sekjen FKB KAPPI '66, Pendiri eSPeKaPe, Direktur Kominfo GNM dan GALAK, Inisiator AliRAN.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Fortas MPM Angkat Bicara, Hentikan Rencana Kenaikan Harga BBM

8 November 2014   15:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:19 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fortas MPM Angkat Bicara, Hentikan Rencana Kenaikan Harga BBM


Jakarta, 8 November 2014.

Jika mengacu pada pengalaman sebelumnya, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diproyeksikan sebesar Rp. 257.572,3 trilyun itu biasanya akan ditutup dengan hutang atau dengan cara menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Patut dicatat, subsidi BBM pada RAPBN 2015 dialokasikan sebesar Rp. 291.111,8 trilyun. Forum Solidaritas Masyarakat Peduli Migas (Fortas MPM) dalam rilisnya (8/11/2014) mengartikan, jika subsidi BBM dicabut maka akan terjadi surplus pada RAPBN 2015 sebesar Rp. 33.539,5 Trilyun. Ini yang maunya pemerintah.

Mencabut subsidi atau menaikkan harga BBM memang cara paling instan dan mudah untuk menutup defisit APBN, tutur Ketua Umum Fortas MPM, Teddy Syamsuri. Akan tetapi masalahnya pencabutan subsidi BBM itu akan berdampak cukup signifikan bagi sekitar 30-an juta penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, dan berpotensi menambah jumlah orang miskin baru. Terutama mereka yang berhimpit dengan garis kemiskinan.

“Hal ini didasarkan oleh fakta bahwa pencabutan subsidi atau menaikkan harga BBM selalu ada efek dominonya, yaitu diikuti dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok atau sembako, yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat miskin” kata Teddy yang aktivis KAPPI Angkatan 1966 tegas.

Sebenarnya, jika pemerintah mau bekerja lebih keras, ujarnya, defisit RAPBN sebesar Rp. 257,6 trilyun itu dapat dilakukan dengan cara menaikkan pajak bagi para milyuner di Indonesia atau perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. “Di samping itu, defisit anggaran juga bisa ditutup dengan melakukan penghematan pada pos-pos anggaran kementerian dan lembaga negara yang tidak penting serta melakukan rasionalisasi gaji dan tunjangan para pejabat negara”.

Di samping itu, lubang-lubang potensi kebocoran APBN harus ditutup. Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kebocoran APBN mencapai persentase 32%, sebuah angka yang sangat tinggi. Bandingkan dengan defisit anggaran RAPBN 2015 yang hanya 12,75%. “Artinya, andai saja korupsi bisa ditekan, tidak saja pembangunan menjadi optimal, tetapi defisit APBN juga bisa diatasi”, ungkap Teddy yang juga Direktur Kominfo Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM)..

Di samping masalah defisit anggaran, menurut hemat Ketua Umum Fortas MPM ini, RAPBN 2015 juga menyajikan gesture ketimpangan dalam alokasi belanja negara menurut fungsi. “Rp. 939.572,7 trilyun dihabiskan oleh negara cuma untuk pelayanan umum, yang meliputi pembayaran gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan subsidi, baik itu subsidi energi maupun subsidi non energi. Dengan kata lain, 68,1% belanja negara diperuntukkan untuk membiayai belanja rutin”.

Dari paparan di atas, lanjut Teddy, dapat di baca bahwa postur dan pengalokasian anggaran RAPBN 2015 tidak memberi stimulus untuk menggerakkan ekonomi riil, tidak berpihak pada pengembangan pendidikan, dan mereduksi fungsi negara dalam hal penyediaan infrastruktur. Negara hanya menghabiskan anggaran cukup banyak dalam belanja rutin.

Dan jika menyimak gesture anggaran pada RAPBN 2015, jelas terbaca sangat menyulitkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Poin-poin penting dari visi-misi Jokowi-JK sama-sekali tidak tercermin dalam RAPBN 2015. Program-program unggulan Jokowi, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sama-sekali tidak terakomodasi dalam RAPBN 2015.

Hal ini menjadi preseden buruk transisi kekuasaan dari pemerintahan yang lama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke pemerintahan yang baru. Jokowi-JK “dipaksa” untuk meninjau ulang semua program-program pembangunan yang tertuang dalam RAPBN 2015 dalam waktu singkat. Praktis, Jokowi-JK hanya mempunyai waktu kurang dari satu bulan untuk mempelajari RAPBN 2015.

Bagi Fortas MPM yang pada akhir 2001 menolak keras RUU Migas diundangkan, menyusul pada 2003 menjadi saksi fakta dalam uji materi UU Migas No. 22 Tahun 2001 di Mahkamah Konstitusi (MK). Khusus dalam menyikapi APBN 2015, dengan adanya kuota BBM bersubsidi sebesar 46 juta kiloliter (Kl) dengan alokasi dana subsidi yang dianggarkan Rp. 276,01 trilyun yang terdiri dari subsidi BBM, BBN, LPG, dan LGV. “Sebaiknya pemerintah Jokowi-JK menghitung ulang kembali alokasi dana subsidi BBM itu yang sebenar-benarnya”, pinta Teddy.

Pasalnya jika menggunakan patokan Mid Oil Platts Singapore (MOPS) sebagai harga transaksi jual beli pada bursa minyak di Singapore, yang berarti mengikuti mekanisme pasar. Dengan kurs US$ 1 sebesar Rp. 12.000, dan 1 barel sama dengan 159 liter. Harga minyak MOPS sebesar US$ 99,6 perbarel yang setara Rp. 1.195.200 perbarel, atau Rp. 7.517 perliter. Kemudian ditambah Alpha Bensin 3,32% MOPS dengan Rp. 484 perliter, menjadi Rp. 733 perliter. Maka didapat harga patokan hanya sebesar Rp. 7.517 + Rp. 733 = Rp. 8.250 perliter.

Rakyat membeli BBM subsidi itu Rp. 6.500 perliter, artinya rakyat menerima subsidi dengan patokan MOPS plus Alpha cuma Rp. 8.250 - Rp. 6.500 = Rp. 1.750 perliter. Jika dikalikan kuota 46 juta kl, maka alokasi dana subsidi BBM di APBN hanya Rp. 80,5 trilyun, bukan Rp. 276 trilyun. “Bayangkan kelebihannya Rp. 276 trilyun - Rp. 80,5 trilyun = Rp. 195,5 trilyun. Apakah selisih yang besar ini untuk subsidi BBN, LPG, dan LGV? Tentu tidak masuk akal”, ungkap Teddy.

Selanjutnya jika menggunakan perhitungan harga keekonomian, katanya, harga minyak dunia US$ 80 perbarel atau setara Rp. 6.037 perliter. Ditambah biaya lifting dan refinery US$ 12,3 perbarel, serta biaya transportasi US$ 11,3 perbarel, total biaya LRT US$ 24,1 perbarel yang setara Rp. 1.819 perliter. Lalu ditambah lagi pajak 15% dari harga minyak dan biaya LRT sebesar Rp. 1.178 perliter, menjadi Rp. 6.037 + Rp. 1.819 + Rp. 1.178 = Rp. 9.034 perliter.

Rakyat membeli BBM subsidi Rp. 6.500 perliter, artinya rakyat menerima subsidi dari harga keekonomian sebenarnya hanya Rp. 9.034 - Rp. 6.500 = Rp. 2.534 perliter Jika dikalikan kuota 46 juta kl, maka alokasi dana subsidi BBM di APBN cuma Rp. 116,564 trilyun, bukan Rp. 276 trilyun. “Inipun terdapat kelebihannya Rp. 276 trilyun - Rp. 116,564 trilyun = Rp. 159,436 trilyun. Apakah juga selisih yang sebesar ini untuk subsidi BBN, LPG, dan LGV? Tentu tidak realistis pula”, imbuh Teddy.

Dengan adanya dua perhitungan tersebut yang berbeda dengan alokasi dana subsidi BBM di RAPBN 2015 sebesar Rp, 276 trilyun, Fortas MPM meminta pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK, lebih baik menghentikan rencananya untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. “Sebaiknya hitung dulu yang benar soal alokasi dana subsidi khusus untuk BBM dalam RAPBN 2015 yang berjumlah Rp. 276 trilyun dengan kuota 46 juta kl itu, apa benar sebesar itu?” tanyanya.

Sebab istilah subsidi, menurut Ketua Umum Fortas MPM, bukan berarti rakyat tidak membeli atau mendapat gratis. Rakyat membeli dengan harga Rp. 6.500 perliter, tapi nampaknya tidak diperhitungkan. Sepertinya alokasi biaya subsidi Rp. 276 trilyun dengan kuota 46 juta kl, rakyat menerima subsidi sebesar Rp. 6.000 perliter. Padahal hanya Rp. 1.750 perliter jika menggunakan rumus MOPS atau Rp. 2.534 perliter dalam perhitungan harga keekonomian. “Jika hitungan ini tidak benar, Fortas MPM mohon penjelasan pemerintah Jokowi-JK secara terbuka agar rakyat menjadi tahu”, pungkas Teddy.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun