Mohon tunggu...
Teddy Syamsuri
Teddy Syamsuri Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Umum Lintasan '66, Wakil Sekjen FKB KAPPI '66, Pendiri eSPeKaPe, Direktur Kominfo GNM dan GALAK, Inisiator AliRAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Golkar Akan Menuju Ambang Kehancuran?

11 Desember 2014   10:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:33 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah Golkar Akan Menuju Ambang Kehancuran?

Surat Pembaca, 11 Desember 2014.



Saya, Teddy Syamsuri, aktivis Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) Angkatan 1966 dari Wilayah III Cirebon, sejak tahun perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran di tahun 1966 itu, partisipasi politiknya yang menjadi hak konstitusional saya sudah ditanamkan pada Golongan Karya (Golkar) hingga sekarang ini.

Entah mau disebut apa, kader kah, atau simpatisan kah? Terserah. Yang paling pasti karena Sekber Golkar yang didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964 dan dilahirkan karena adanya rongrongan dari PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam kehidupan politik yang makin meningkat. Selanjutnya pada 5 Juli 1966 PKI dibubarkan oleh TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 dan setelah Sekber Golkar berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu, sejak itulah partisipasi politik saya berlabuh di Golkar

Golkar selalu tampil sebagai pemenang dalam Pemilu yang diadakan sejak tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar, dan untuk pertama kalinya mengikuti Pemilu tanpa ada bantuan kebijakan-kebijakan yang berarti, sehingga perolehan suara Partai Golkar dalam Pemilu 1999 pun bisa dikalahkan oleh PDI Perjuangan. Kemudian dalam Rapimnas IV Golkar tahun 2000 diputuskan paradigma baru Partai Golkar dalam rangka membangun sistem kepartaian yang modern.

Semua saya ikuti, bahkan sebelumnya pada saat Munaslub Golkar 1999 yang digelar di Hotel Indonesia (HI), bersama teman-teman pelaut yang menyuarakan tegaknya civil society, saya ikut mengukir kemenangan untuk Bang Akbar Tandjung menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 1999-2004. Tapi saya bukanlah pengurus partai yang terstruktur atau pengurus ormas yang menjadi sayap Partai Golkar, karena memang saya tidak mau. Yang saya mau adalah, sikap saya untuk terus mengkritisi Golkar.

Sekali lagi saya bukan siapa siapa dan tidak dikenal di kalangan elite Golkar, tapi saya mengenal sepak terjang mereka. Sebagai aktivis KAPPI ’66 saya selalu menyebutnya sebagai kader fungsional terkait pendekatan historisnya, dan pernah aktif dalam organisasi Sambung Juang ’66 DKI Jakarta yang dipimpin oleh Bapak Ahmadi (almarhum). Itupun hanya saya sampaikan kepada Bang Cosmas Batubara dan Bang Akbar, tidak kepada elit Golkar lainnya.

.

Tetapi saat Munas IX Golkar berlangsung di Bali yang secara aklamasi baru pertama kalinya terjadi, terpilih kembali Aburizal Bakrie (ARB) menjadi ketua umumnya periode 2014-2019. Terdapat Keputusan Munas tentang Rekomendasi yang memutusakn sikap Golkar menolak Perppu No 1 Tahun 2014 mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung dipropagandakan akan menguntungkan para pengurus Golkar daerah yang ingin maju menjadi calon kepala daerah melalui DPRD. Dan oleh Pimpinan Sidang Nurdin Halid langsung ketok palu setelah semua peserta secar bulat menyuarakan setuju.

Mengingat Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Ketika kubu ARB belakangan ini mengumbar banyak pernyataan yang menurut hemat saya menilainya “membohongi publik”, yang mengedepankan elite politik Idrus Markam, Tantowi Yahya, Azis Syamsudin, Nurdin Halid sampai Ngabalin, yang pintar bersilat lidah dalam mempertahankan justifikasi pembenarannya yang justru oleh publik rasakan menjadi “muak”. Saya menjadi terusik dan atas saran senior saya, Bang Cosmas, mempersilahkan saya untuk menulis aspirasinya melalui surat pembaca di media massa. Maka, inilah yang bisa saya lakukan. Yang dijamin oleh konstitusi negara, yang ingin Partai Golkar benar-benar mempertahankan jargon “Suara Rakyat Suara Golkar”.

Keputusan Munas IX Golkar tentang Rekomendasi, salah satu poinnya meminta DPP memperjuangkan agar Pilkada melalui DPRD dengan menolak Perppu No. 1 Tahun 2014 dan DPP berkewajiban untuk memperjuangkan penolakan Perppu Pilkada melalui Fraski Partai Golkar di DPR. Dengan demikian soal hasilnya bagaimana, tergantung proses komunikasi politik yang dilakukan Fraksi Golkar, tapi keputusan munas tentang rekomendasi itu jelas jelas mengikat.

Dalam perkembangan yang begitu cepat, aspirasi semua peserta yang menjadi rekomendasi dalam keputusan munas, dan harus diperjuangkan DPP melalui perpanjangan tangannya di Fraksi Partai Golkar DPR. Tiba tiba keputusan munas dinyatakan akan tergantung pada hasil proses komunikasi politik, tapi saat ini posisi Partai Golkar mendukung Perppu No. 1 Tahun 2014 sebab disebutkannya rekomendasi itu bukan keputusan munas.

Bagi orang awam saja merasakan sikap kubu Ical ini aneh. Bukan menjadi sesuatu yang mengikat, tapi realitanya dijadikan keputusan munas tentang rekomendasi. Berikutnya, bukan menjadi suatu keputusan munas, tapi faktanya pimpinan sidang sudah ketok palu dalam paripurna. Bagi saya, yang kader fungsional ini, justru menjadi ironis. Karena Golkar itu lumbung politisi yang tangguh dan handal, bukan kumpulan politikus “anak bawang” yang usianya “seumur jagung”. Tapi jam terbang mereka itu patut diapresiasi, umur partainya juga paling tua dan disebut partai senior. Kebohongan kebohongan terhadap publik inilah yang sangat saya sesalkan.

Pertanyaannya, apakah Golkar akan menuju ambang kehancuran? Mungkin saja, dan saya hanya bisa mengelus dada, tentu tidak merasa bertanggungjawab. Tapi, mudah-mudahan saja tidak. Inilah harapan akhir saya yang partisipasi politiknya untuk Golkar sudah diniati sampai hayat dikandung badan ini masuk ke liang kuburan. Wallahualam bhisowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun