Pensiunan Minta Faisal Basri Untuk Hentikan Menguliti Pertamina
Jakarta, 16 Desember 2014.
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (RTKM) Faisal Basri punya temuan awal dalam pekerjaannya. Temuan itu klaimnya, menunjukkan Pertamina tidak transparan dalam mengimpor minyak. Menurut Faisal, tidak benar Pertamina langsung membeli minyak dari National Oil Company (NOC) atau perusahaan minyak negara. Kata Faisal ada yang sengaja ditutupi, dan timnya sedang meminta transaksi lima tahun terakhir Pertamina. Siapa saja yang berperan, minyaknya dari mana saja, pergerakan minyaknya ke mana saja. Ini semua harus diteliti.
Faisal nampaknya sebagai sosok Ketua Tim RTKM ingin mematahkan klaim Pertamina dan Petral yang selalu melaporkan membeli minyak tanpa trader (perantara). Ia melihat kejanggalan dalam beberapa dokumen. Faisal mengaku melihat bill of lading (surat tanda terima barang yang telah dimuat dalam kapal laut) dengan invoice-nya (surat tagihan) beda. Menurut Faisal ukuran keberhasilan tim ini jelas, kalau tidak ada yang masuk penjara, dia sebut gagal. Faisal tidak menarget nama, akan timnya serahkan rekomendasi ke KPK.
Tim yang dipimpinnya itu diakui setiap hari sibuk dengan urusan data rahasia dari berbagai sumber dan rapat kerja. Faisal katakan pula, Pertamina hulu itu yang paling tidak punya performa, tapi gajinya paling tinggi dan targetnya tidak ada yang terpenuhi. Yang namanya eksplorasi di luar negeri itu, dia tuding bodong semua, menampikkan komitmen Pertamina yang sedang memburu produksi hingga ke Gurun Sahara. Inti yang jadi prasangka Faisal Basri adalah impor, impor dan impor.
Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) Binsar Effendi Hutabarat dalam keterangannya kepada pers (16/12/2014), semakin geram mendengar celotehan Ketua Tim RTKM Faisal Basri diluaran. “Omongannya ini sudah diminta oleh Juru Bicara Pertamina Bung Ali Mundakir untuk tidak ke luar, dan Bung Ali minta duduk bersama atas masih adanya ketidakpahaman tim terhadap kinerja perusahaan plat merah terbesar di republik ini. Tapi nyatanya, Bung Faisal ini terus saja menguliti Pertamina. Bak pahlawan yang ingin menghancurkan perusahaan yang dulu kami rintis, kami bangun dan kami besarkan. Tentu kami tidak terima, dan marah”, katanya ketus.
Menurut Binsar Effendi yang juga Wakil Ketua Umum FKB KAPPI Angkatan 1966, Faisal Basri saat di kantor Bank Indonesia (4/12) mengatakan, pihaknya menemukan indikasi keberadaan mafia migas berdasarkan data dari seorang sumber tidak resmi, yang memberitahukan ada calo yang memberikan komisi transaksi migas senilai US$ 80 ribu atau setara Rp. 976 juta. Faisal juga menyatakan pemberian komisi tersebut hanya untuk satu kali transaksi pengapalan impor minyak.
“Sayangnya, Bung Faisal, sang ekonom neolib ini katakan, pihaknya tidak memiliki informasi dari mana uang komisi tersebut berasal dan mengalir ke siapa. Kenapa tidak serahkan saja ke KPK? Kenapa belum jelas sudah nyanyi? Kami jadi curiga, jangan-jangan Bung Faisal juga bagian dari mafia migas?”, ujarnya berbalik mencibir.
Faisal Basri menyebut Pertamina sempat berbohong dan menutup-nutupi proses bisnis anak usahanya, PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang mengimpor bensin untuk keperluan dalam negeri sebanyak 70% saat ini. Ternyata, BBM jenis premium yang dibeli Pertamina aslinya merupakan bensin RON 92 alias Pertamax. Alasannya, di pasaran dunia bensin RON 88 sudah tidak ada. Alhasil, Petral membeli bensin RON 92 yang kemudian diturunkan kualitasnya atau down grade menjadi RON 88 yang proses pengolahan dari bensin RON 92 menjadi RON 88 dilakukan di luar Indonesia.
Padahal, ungkap Binsar Effendi yang juga Komandan Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM), Faisal sendiri mengerti jika dari 5 kilang di Indonesia, hanya 1 kilang di Balongan yang memiliki kemampuan mengolah bensin RON 92. “Sehingga tidak ada proses down grade Pertamax ke Premium di Indonesia, namun di luar negeri. Kenapa kemudian Pertamina disalahkan? Padahal di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pertamina siap membangun kilang baru, tapi oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat itu belum memungkinkan. Akhirnya impor minyak tak terbendung” ujarnya.
Selain itu, Faisal Basri juga mengungkap ada 97 perusahaan refiner yang selama ini bekerja bersama Pertamina dan 32 perusahaan national company yang menjadi pemasok minyak ke Indonesia, pertanyaannya apa yang salah?.”Padahal Dirut Pertamina Pak Dwi Soetjipto bertekad berperan aktif memerangi mafia migas dengan cara perseroan meningkatkan akuntabilitas dan juga transparansi. Sedangkan Menteri ESDM Pak Sudirman Said berpesan agar semua direksi Pertamina profesional dan menghindari sejumlah intervensi”, tutur Ketua Umum eSPeKaPe ini.
Pada poin terakhir, Dirut Pertamina Dwi Soetjipto itu menggarisbawahi agar BUMN Migas yang menjadi agent of development, security of supply dan barrier to entry sejak didirikan 57 tahun lalu itu, harus mengambil langkah untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, termasuk dalam hal sense of crisis yang lebih baik. “Sekalipun manfaat pensiunan yang kami terima jauh dari hidup layak dan bermartabat, tetapi menjadi tantangan bagi kami untuk membangun sense of crisis agar komitmen eSPeKaPe dalam mengawal dan mempertahankan Pertamina harga mati tidak selalu direspon negatif oleh Bung Faisal Basri, tentu akan kami lawan”, pungkas Binsar Effendi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H