Minta Presiden Jokowi Kaji Ulang Penghapusan Premium dan Tolak Refungsi ISC
Jakarta, 6 Januari 2015.
Surat resmi Forum Solidaritas Masyarakat Peduli Migas (Fortas MPM) setebal 15 halaman bernomor 06/KU/FortasMPM/I/2015 tanggal 6 Januari 2015, perihal meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkaji ulang penghapusan BBM Premium (RON 88) dan menolak tegas refungsi dan reposisi ISC akhirnya dilayangkan kepada Presiden Jokowi melalui kantor Sekretaris Negara di Jalan Veteran No. 17 Jakarta Pusat hari Selasa sore kemarin.
Dalam surat resminya, Ketua Umum Fortas MPM Teddy Syamsuri, mengawali dengan memperkenalkan jatidiri organisasinya yang awalnya pada 20 Mei 2001 bernama Masyarakat Peduli Pertamina (eMPePe) dan lalu berubah nama Forum Solidaritas Masyarakat Peduli Migas (Fortas MPM) pada 17 Agustus 2002. “Terkandung motivasi hanya untuk mempertahankan eksistensi UU No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina dan menentang Rancangan Undang Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) tahun 2001 di DPR saat benama eMPePe, serta untuk menggugat UU Migas No. 22 Tahun 2001 di MK (Mahkamah Konstitusi) setelah beganti nama Fortas MPM” paparnya.
Adapun pertimbangannya, ungkap Teddy, yang aktivis KAPPI Angkatan 1966 ini. Karena kewajiban moral organisasinya ikut mengawal agar Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 45) oleh Pemerintah yang diamanatkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia harus selalu dipatuhi. Termasuk atas Putusan MK dalam Perkara No. 002/PUU-I/2-003, yang menyatakan bahwa dalam UU Migas No. 22 Tahun 2001 di Pasal 28 ayat (2) dan (3) yang diputuskan pada tanggal 15 Desember 2004 yang di nilai bertentangan dengan UUD 1945 itu, wajib juga dipenuhi. “Ini sesuai janji Jokowi saat kampanye” tandasnya.
Dalam merespons Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (RTKM) yang dibentuk Menteri ESDM Sudirman Said pada 16 November 2014, dengan menunjuk Faisal Basri sebagai ketua tim. Menyusul pada 21 Desember 2014 dikeluarkannya rekomendasi pertama untuk menghentikan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON (Research Octane Number)88 atau Premium, dan 22 Desember 2014 rekomendasi disampaikan kepada Menteri ESDM. Pada 31 Desember 2014, Sudirman Said nampak benar-benar menetapkan penghapusan BBM jenis Premium, sekaligus memberikan tenggat waktu persiapan diri 2 tahun untuk PT Pertamina (Persero) bisa menghilangkan BBM RON 88 tersebut.
Selanjutnya pada 30 Desember 2014, Tim RTKM mengeluarkan rekomendasi keduanya kepada Pemerintah terkait keberadaan PT Pertamina Energy Trading (Petral), anak usaha PT Pertamina (Persero). Hanya karena setelah Tim RTKM memperhatikan kondisi obyektif industri perminyakan dan kebutuhan BBM di dalam negeri, dan pentingnya perombakan kelembagaan serta personalia untuk menjaga sekaligus meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka direkomendasikan agar dilaksanakan langkah-langkah dan kebijakan terkait dengan keberadaan Petral agar menata ulang seluruh proses dan kewenangan penjualan serta pengadaan minyak mentah dan BBM.
“Dalam merespons rekomendasi Tim RTKM yang dinilai kontroversi itu, membuat organisasi kami terpanggil sebagai kewajiban dan tanggungjawab moral ‘anak bangsa’ yang selama ini concern terhadap migas dan Pertamina, untuk menulis surat kepada Presiden Joko Widodo sebagai bentuk mengingatkan agar tidak berlebihan”, ujar Ketua Umum Fortas MPM Teddy Syamsuri dalam keterangannya kepada pers (7/1/2015).
Apalagi kata Teddy, tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak boleh lagi oleh Petral melainkan dilakukan oleh ISC (Integrated Supply Chain) Pertamina. Disebutnya, Petral dapat menjadi salah satu peserta lelang pengadaan dan penjualan minyak mentah dan BBM yang dilaksanakan oleh ISC, dan Petral mengefektifkan fungsinya dalam market intelligence di pasar minyak global dan regional sebagai masukan bagi ISC.
“Menyimak dan menelaah ini semua, Fortas MPM dari hasil rapat pengurusnya pada 2 Januari lalu, memutuskan untuk menyampaikan permohonan agar Presiden Jokowi mengkaji ulang penghapusan BBM Premium serta menolak tegas refungsi dan reposisi ISC. “Tentu argumennya cukup lengkap, yang dituangkan dalam surat setebal 15 halaman itu. Sekarang, berpulang kepada Presiden Jokowi mau atau tidaknya unuk memperhatikan permintaan kami dari Fortas MPM ini”, beber Teddy.
Menurutnya yang juga Direktru Kominfo Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM), sudah cukup layak jika dalam 100 hari pemerintahan Presiden Jokowi pun segera mereshuffle Menteri ESDM Sudirman Said, sekaligus membubarkan Tim RTKM. “Sebab mereka itu sejatinya tidak lagi mendukung ‘Nawa Cita’ yang diprogramkan oleh Jokowi selama kampanye dan tidak mendukung ‘Trisakti’ Bung Karno yang Jokowi terima amanatnya dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri” imbuh Teddy yang juga penasehat Relawan GANTI Pantura dan berhasil mendulang suara 63% di Kabupaten Cirebon untuk kemenangan pasangan Jokowi-JK dalam Pilpres 9 Juli 2014 lalu.
“Mereka ini sudah gagal menerjemahkan keinginan pemimpinnya, sehinggga tidak perlu lagi diberi waktu. Kebijakan-kebijakan yang muncul dari mereka masih pada penguatan dan pengambilan kekuasaan dari mafia lama ke tangan mafia baru. Sampai saat ini tidak ada kebijakan yang benar-benar mengarah pada kedaulatan energi, sebaliknya justru hanya sibuk untuk mengamankan kekuasaan ke kelompok tertentu” ungkap Teddy seraya meminta peran Presiden Jokowi untuk tidak mendiamkan Menteri ESDM Sudirman Said yang seakan seenaknya mengambil alih setiap kebijakan yang seharusnya menjadi tupoksi Presiden Jokowi selaku Kepala Negara.
Artinya, lanjut Teddy, Presiden Jokowi tidak seharusnya membiarkan proses-proses ini berjalan hanya menyerahkan kepada Sudirman Said sebagai Menteri ESDM yang pembantu Presiden dan Tim RTKM yang bentukan Menteri ESDM yang bersifat ad hock. Mestinya proses-proses ini juga Presiden harus mendengar suara-suara publik, baik yang disampaikan melalui media atau jejaring sosial, termasuk para pengamat. “Kalau seluruhnya dibiarkan kepada Menteri ESDM Sudirman Said, kalau suatu saat ketahanan energi nasional terganggu. Jangan disalahkan jika pubik menimpakan kepada Presiden Jokowi, bukan kepada Menteri Sudirman Said” tandasnya.
Khusus di bidang energi, memasuki 100 hari pemerintahan Presiden Jokowi, Fortas MPM menurut penilaian Teddy belum melihat suatu upaya-upaya fundamental untuk menuju gagasan Indonesia berdaulat di sektor energi, baik blue print maupun master plain ke arah mana belum bisa diketahui. Disebutnya masih berupa serpihan-seprihan pernyataan yang sifatnya kasusistik, respon sana - respon sini, semuanya belum terintegrasi. “Seharusnya menjelang ke-100 hari itu, Kementerian ESDM dan Pertamina sebagai top leading sektor energi dan National Oil Company (NOC) ini mestinya bisa lebih fokus pada apa yang tercantum dalam ‘Nawa Cita’ Presiden Jokowi, baik soal kedaulatan energi, membuat energi terbarukan, menghabisi mafia migas, maupun memperdayakan badan-badan BUMN yang terintergritas dengan Minerba” imbuhnya..
“Semoga saja Tuhan selalu memberikan kekuatan lahir dan bathin dengan segenap perlindungan-Nya kepada Presiden Jokowi yang sebenarnya sudah memperlihatkan keberpihakannya kepada rakyat, serta yang terus mengutamakan atas kekuasaannya demi kemajuan bangsa dan negara, dengan menempatkan kepentingan nasional diatas segalanya, pada konteks tetap konsisten untuk patuh pada konstitusi negara yaitu UUD 1945, dan tunduk kepada kehendak rakyat yang berdaulat. Amiin” demikian pungkas Teddy Syamsuri yang tetap mendoakan Presiden Jokowi agar konsisten atas janjinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H