Kemajuan teknologi saat ini tidak semata mata memberikan nilai positif yang berarti bahwa hal tersebut merupakan satu kebaikan. Tergantung dari sudut pandang apa kita dapat menilainya. Media sosial salah satunya, masyarakat yang cenderung sangat tergantung akan media sosial dengan tujuan memberikan suatu wadah atau media bersosialisasi awalnya justru menjadi ‘mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat’. Dalam hal lain dengan adanya gadget, justru menjadikan kita semakin pasif dalam bermasyarakat, semakin memanjakan kita akan kemudahan atas aplikasi atau widget atas layar sentuh yang semakin mudah dan murah diraih. Silahkan cermati  terkait peran media sosial tersebut. Ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak sepertinya.
Anak anak semakin jarang menghabiskan waktu senja nya di lapangan barang mengadu sepak bola, mengadu gambar, kucing kucingan, kejar kejaran, bermain lompat karet, bersepeda atau bermain layanng layang. Tangan tangan kecil anak anak tak lagi dihiasi genggaman gulungan kertas gambar,kartu adu, karet tali, atau benang layang layang dan keberagaman permainaan anak anak lainnya yang mereka bebas sesuka hati untuk memainkannya. Tangan kecil mereka setiap harinya menggengam gadget berupa handphone atau tablet layar sentuh dimana permainan yang disukainya ada dalam satu layar tersebut.
Mengenang satu hal kebahagiaan dalam hidup di masa kecil di periode akhir abad 20 sebelum Milenium tahun 2000 datang tepatnya tahun 90an, ialah layang layang. Sebuah permainan yang semasa hidup saya, sedikit banyaknya telah membahagaikan dalam pilihan permainan di masa tersebut.  Yippieee…
Menerbangkan layang layang berarti menikmati proses menerbangkannya, menggapai impian dan mempertahankannya agar tetap di atas. Sungguh memorable dan unbreakable sekali sepertinya. Kok jadi unbreakable?
Sewaktu kecil saya beruntung bisa diperkenalkan dengan salah satu permainan sederhanaa bernama layang layang, Yap sungguh beruntung rasanya. Permainan  berbahan dasar kertas, bilah bambu, benang kenur dan pastinya angin yang akan menerbangkan layang layang. Rasanya bahagia aja gitu. Seperangkat alat layang layang sepertinya wajib dimiliki bagi setiap generasi 90an terutama laki laki dan wajib juga berkumpul untuk sekedar menerbangkan, memburu layangan jatuh atau menghadiri forum layangan di warung terdekat untuk mengetahui tren cap layang layang yang sedang ngetren saat itu. Cap Jarum, Cap Gedang (pepaya), Cap Sebelas, Cap Polos, Cap Kede (kiri), Cap Plastik dan masih banyak cap atau penanda untuk  layangan yang menjadi identitas bagi layang layang yang akan terbang sebagai trade mark tersendiri bagi siapapun yang akan menerbangkannya.
Masih ingat bagaimana rasanya tidak mampu untuk membeli satu buah layang layang seharga lima ratus rupiah di warung terdekat, dan cara halal untuk bisa mendapaatkannya adalah dengan berjalan jalan disekitar kampung atau bahkan komplek terdekat, menengadah ke atas dan memerhatikan pertarungan antar layang layang yang sedang berlangsung, berharap akan ada satu yang bisa mengalahkan dengan cara memutuskan tali layang layang lawan lainnya di langit lepas.
Pertarungan yang semakin seru saat kita akan berstrategi mengamati ke arah mana angin berhembus dan setinggi apa layang layang tersebut terbang kemudian kita bisa menentukan perkiraan layang layang yang kalah akan mendarat dimana. Tak lupa dengan bilah panjang bambu sekitar empat meter, kami biasa sebut dengan istilah gantar, dengan ujung yang sengaja dibuat menyisakan ranting ranting cabang bambu dengan maksud akan semakin mengikat tali layang layang yang jatuh sebelum lepas jatuh ke tanah.
Proses pemburuan layang layang ini mengajarkaan kita akan sportif ketika sekiranya rebutan rusuh atau chaos terjadi kemudian semua pemburu saling menganggap dirinya yang mendapatkan layangaan tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah menggugurkan perburuan yaitu merobek layangan tersebut. Sungguh metode sportifitas yang klasik dan adil sentosa sejahtera nan abadi selamanya..
Konon saat layangan yang jatuh kalah dalam pertempuran akan didapati oleh seorang pemburu berdasarkan tali layang layang yang tersangkut di gantar, namun disebagian daerah menyebutkan bahwa layang layang secara fisiklah yang didapatkan oleh pemburu yang bisa mendapatkan apa yang diburu tersebut.
Bagaimana bisa menerbangkaan layang layang sepertinya tidak semudah yang dibayangkan, perlu satu keahlian khusus ditambah pengalaman jam terbang (tentunya menerbangkan layang layaang) yang akan memahirkan si penerbang layaang layang. Juga kemampuan sipenerbang dalam mendeskripsikan jenis layangan yang baik atau tidak, bilahaan bambu yang memengaruhi kestabilan terbang layang layang, ikatan bandang tali memengaruhi keseimbangan terbang dan tentunya faktor cara menerbangkan layang layang itu sendiri yang dimiliki setiap penerbang.
Popularitas layang layang pada tahun 90an bersifat musiman periodik dalam setiap tahunnnya, hal ini saya belum sempat mengamati apa yang menjadi faktor kenapaa musim layaang layang tidak berlangsung sepanjang tahun. Salah satunya mungkin  karena pengaaruh ketersediaan hembusan angin atau bahkaan bahan baku dan proses pembuataan layaang layang yang sangat terbatas. Atau mungkin ini konspirasi. Entahlah.
Rasa bahagia bisa menerbangkan layang layang nampaknya tidak bisa dibandingkan dengan permainan lainnya bahkan untuk permainan modern sekali pun. Menerbangkan layang layang berarti menikmati proses menerbangkannya, layaknya menggapai impian dan mempertahankannya agar tetap di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H