Mohon tunggu...
Tebi Hariyadi Purna
Tebi Hariyadi Purna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa PPKn

Berawal dari Keresahan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nestapa Nasib Guru yang Masih Problematik

16 Juli 2023   11:41 Diperbarui: 16 Juli 2023   12:20 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : The Conversation

Masih ingatkah lagu Iwan Fals berjudul Oemar Bakri? Yah lagu ini masih relevan di masa sekarang. Lagu yang bermakna dedikasi dan kesederhanaan seorang guru dalam mencerdaskan generasi bangsa namun secara ekonomi kerapkali kesulitan untuk tercukupi. Profesor, dokter, insinyur pun jadi namun realitanya hingga hari ini penghargaan yang diberikan kepada guru sangat kontras dengan pengabdian yang telah didedikasikan untuk mendidik anak bangsa terutama untuk guru yang masih honorer.

Pada masa kontemporer saat ini profesi guru pun semakin tak diminati generasi muda bangsa. Padahal generasi muda adalah penerus perjuangan bangsa yang sangat dibutuhkan dalam bidang pendidikan. Generasi muda saat ini lebih menyukai pekerjaan lain yang lebih menjanjikan seperti Data Scientist, Software Developer, Digital Marketer, Digital Health Specialist, serta Financial Consultant. Selain itu, di Indonesia bahkan profesi guru tidak masuk dalam 10 profesi dengan gaji tertinggi. Dilansir dari detikfinance 10 profesi dengan gaji tertinggi di Indonesia yakni Ahli Bedah atau Dokter bergaji 23-68 juta, Hakim 20-57 juta, Pengacara 16-46 juta, Manajer Bank 15-43 juta, Chief Executive Officer 14-41 juta, Dokter Gigi 12-33 juta, Pilot 9-27 juta, dan Direktur Marketing 8-24 juta.

Berbanding terbalik dengan guru, gajinya sangatlah kecil sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Indonesia termasuk negara dengan rata-rata gaji guru terendah. Status guru yang beragam mulai dari honorer, PPPK, dan PNS membuat gajinya pun beragam. Namun jika di rata-rata gaji guru di Indonesia berada di angka 3,3 juta per bulan atau 40 juta per tahun. Angka ini bahkan kalah cukup jauh dari negara tetangga terdekat kita yakni Malaysia dengan rata-rata gaji guru 11,4 juta per bulan atau 137 juta per tahun. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaporkan pada tahun 2022 jumlah guru PNS adalah sebanyak 1.520.354 atau 52% dari total guru di Indonesia. Namun jumlah guru yang berstatus honorer juga masih cukup banyak yakni 704.503 orang atau 48% dari total guru di Indonesia yang perlu diperhatikan dengan serius juga kesejahteraannya termasuk dalam aspek gaji.

Gaji ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan guru dan mutu pendidikan. Rendahnya kesejahteraan guru dapat menyebabkan rendahnya motivasi dan disiplin guru dalam mengajar sehingga dapat mempengaruhi pembelajaran di kelas menjadi tidak efektif dan efisien. Pemerintah harusnya memberi perhatian lebih terhadap gaji guru. Apabila gaji guru tinggi maka akan terjadi peningkatan kesejahteraan sehingga minat generasi bangsa menjadi guru pun makin tinggi. Jika minat generasi bangsa menjadi guru tinggi maka akan menimbulkan persaingan yang bisa meningkatkan kualitas guru karena setiap calon guru akan memberikan yang terbaik agar dapat menjadi seorang guru.

Kesejahteraan guru adalah jantung pelayanan pendidikan. Melalui gaji yang wajar serta berkeadilan diharapkan hadirnya komitmen guru dalam memberikan pelayanan optimal dan terbaik untuk masyarakat. Namun aspek ini belum sepenuhnya terwujud dalam kehidupan guru masa kini. Kesejahteraan guru adalah hal klise yang tak kunjung usai dari masa ke masa meskipun republik ini telah 7 kali berganti Presiden. Selain karena tidak menjanjikan secara ekonomi, hal lain yang membuat profesi guru semakin tak diminati adalah beban kerja akademik yang berat, masih kurangnya penghargaan terhadap profesi guru, hingga kepastian kerja guru adalah sekian hal problematik bagi kesejahteraan guru hari ini. Pepatah guru pahlawan tanpa tanda jasa, benar-benar menjadi realitas yang memperlihatkan minimnya apresiasi negara untuk meningkatkan kesejahetraan guru atas dedikasi dan pengabdian yang telah diperjuangkan.

Belum tuntas dengan masalah kesejahteraan munculah kebijakan lain yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang semakin mencerminkan turunnya perhatian pemerintah terhadap profesi guru. Sederhananya PPPK adalah pegawai ASN yang diangkat dan diperkerjakan dengan perjanjian kontrak sesuai perjanjian yang diterapkan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 pasay 1 ayat 4 yang menyatakan "PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam melaksanakan tugas pemerintahan".

Sistem kontrak inilah yang semakin membuat profesi guru di negeri ini tak lagi menjadi profesi yang dicita-citakan generasi bangsa. Belum lagi mirisnya penghasilan guru yang masih kecil harus bergelut dengan harga kebutuhan pokok yang kian meninggi. Kebijakan PPPK yang digemborkan sebagai solusi tak luput juga problematiknya. Misalnya sepertinya PPPK 2021, meskipun Kemendikbud telah menganggarkan Dana Alokasi Khusus (DAU) untuk setiap Pemerintah Daerah (Pemda) namun banyak Pemda yang tak percaya hal ini. Dimana sekarang sudah mulai terjadi Pemda yang mengusulkan PPPK 2021 mengalami kesulitan dalam pembayaran gaji.

Masalah lain dari PPPK antara lain terlalu lamanya penetapan NI PPPK oleh BKN dan BKD masing-masing daerah, proses percetakan SK setelah penetapan NI PPPK,  gaji PPPK yang tidak sepenuhnya dari pusat yang mana pusat hanya menanggung 35% gaji dan sisanya 65% ditanggung oleh Pemda, serta kontrak kerja 1-5 tahun yang tidak ada harapan jika setelah selesai kontrak akan dilanjutkan atau cukup sekian kontraknya (habis manis sepah dibuang?). Masalah PPPK ini apabila tak segera diatasi hanyalah akan menjadi solusi jangka pendek yang akan mengakibatkan banyak masalah berkepanjangan bagi Pemda, lulusan PPPK, dan guru kelak di kemudian hari akibat kebijakan yang dibuat hanyalah sementara bukan permanen. Hal ini menunjukan bahwasanya PPPK yang problematik adalah bukti nyata kemunduran terhadap kesejahteraan guru yang diberikan oleh negara.

Kebijakan pengangkatan guru dan mekanisme PPPK tidak memberikan rasa aman dan nyaman bagi guru sebagai tenaga profesional secara berkelanjutan. Selain itu, posisi guru yang sebagaimana kita saksikan terutama guru di satuan kerja yang berada di instansi pemerintahan daerah sangat rentan untuk ditarik-tarik dalam pertarungan elite politik daerah seperti dalam pelaksanaan Pilkada. Nasib guru dengan status PPPK pun menjadi semakin dilematis karena sangat rentan dengan aroma politik kekuasaan sesaat di tingkat lokal.

Meskipun peningkatan gaji bukanlah jaminan membentuk kualitas guru namun sudah sapatutnya pemerintah memberikan gaji yang tinggi dan tunjangan sebagai penghargaan sehingga guru dapat lebih fokus pada tugasnya. Dengan gaji dan tunjangan yang cukup, guru dapat memfokuskan diri untuk bekerja secara profesional sebagai guru di sekolah. Tak lupa pemerintah juga perlu melakukan reformasi pendidikan calon guru (pre-service teacher education) dan pelatihan guru berkelanjutan (in-service teacher education) guna meningkatkan mutu pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun