Mohon tunggu...
Tebi Hariyadi Purna
Tebi Hariyadi Purna Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa PPKn

Berawal dari Keresahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju Pemilu 2024: Benahi Parpol Bukan Ganti Sistem Pemilu

12 Juli 2023   21:13 Diperbarui: 12 Juli 2023   21:16 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber  Editing Pixellab

Indonesia akan segera menggelar pesta demokrasi akbar yakni Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Masih serupa Pemilu 2019, pada Pemilu 2024 Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden akan digelar secara bersamaan pada 14 Februari 2024. Menjelang kontestasi politik ini, muncul rencana untuk mengganti sistem Pemilu yang semula proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Pasca reformasi tepatnya semenjak UU No 12 Tahun 2003 disahkan, Indonesia menganut sistem Pemilu proporsional terbuka yang digunakan hingga hari ini. Sebelumnya pada era Orde Lama dan Orde Baru Indonesia menganut sistem Pemilu proporsional tertutup. 

Adapun sistem proporsional tertutup yakni para pemilih hanya dapat memilih Partai Politik (Parpol) tertentu dimana nantinya parpol yang menentukan siapa saja kader yang akan menjadi wakil rakyat di parlemen. Sementara sistem proporsional terbuka ialah sistem yang dalam pelaksanaannya, para pemilih bisa secara langsung memilih Calon Legislatif (Caleg) pilihannya sehingga dapat menjadi wakil rakyat di parlemen.

Sistem proporsional terbuka yang digunakan saat ini akhirnya digugat oleh sejumlah orang yakni Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP Cabang Banyuwangi), Fahrurrozi (Bacaleg 2024), Nono Marijono (warga Depok), Riyanto (warga Pekalongan), dan Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan). Mereka mengajukan permohonan uji materi  pada beberapa pasal UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur mengenai sistem pemilu proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan uji materi ini pada akhirnya ditolak oleh MK melalui putusan perkara No 114/PUU-XX/2022 dalam sidang pembacaan putusan yang dilaksanakan di Gedung MK, Jakarta (15/6), sehingga Pemilu 2024 akan tetap dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Hal ini memunculkan pertanyaan mengapa sistem Pemilu di Indonesia kerapkali ingin diganti? Tentu jawaban sederhananya adalah parpol sebagai pemegang saham mayoritas pejabat legislatif maupun eksekutif belum mampu memberikan kinerja yang berkualitas dan optimal untuk masyarakat.

Hal ini salah satunya dapat terlihat dari masih rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol dan DPR. Survei Indikator Politik Indonesia pada tahun 2023 kembali merilis tingkat kepercayaan publik terhadap 9 lembaga negara. 

Hasilnya adalah TNI mendapat kepercayaan publik tertinggi dengan 95,8%  kemudian Presiden dengan 92,8% lalu Kejaksaan Agung 81,2% selanjutnya secara berurutan disusul oleh Polri 76,4%, KPK 75,4%, MPR 73,8%, DPD 73,3%, serta 2 terendah yakni DPR 68,5% dan parpol 65,3%. 

Persoalan dalam penyelengaraan pemerintahan dan kebijakan seringkali disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia kompeten yang duduk di parlemen. Sehingga apapun sistemnya entah itu terutup ataupun terbuka, tetap tidak akan berpengaruh selama sistem yang dibangun oleh parpol seperti rekrutment dan representasinya belum dilaksanakan dengan baik.

Parpol adalah institusi penting yang memiliki pengaruh besar di republik ini pasca reformasi 1998. Parpol juga memiliki peran strategis sebagai satu-satunya institusi yang berwenang mencalonkan para pemegang kekuasaan baik di ranah eksekutif maupun legislatif. Pengaruh parpol dalam membangun tata kelola pemerintahan sangatlah penting, mengingat tidak mungkin membangun pemerintahan yang baik tanpa didahului pengelolaan parpol yang baik.

Namun hari ini masih banyak parpol yang menghadapi berbagai tantangan dalam membangun pengelolaan yang baik. Penyebabnya antara lain yakni masih banyak parpol yang belum otonom sepenuhnya, masih terjebak dalam demokrasi elektoral, serta terjebak dalam lingkaran oligarki dan korupsi. 

Hal ini membuat stigma korupsi pada parpol begitu melekat di masyarakat karena banyaknya kader parpol yang terjerat korupsi. Kondisi ini membuat lemahnya fungsi representasi parpol sehingga parpol tidak mampu menjalankan mekanisme pengambilan keputusan serta kebijakan publik yang demokratis dan kredibel. Parpol pun semakin jauh jaraknya dan semakin minim mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Selain itu, rekrutment parpol juga belum sepenuhnya demokratis dan inklusif. Mekanisme fit and proper test cenderung pragmatis, transaksional, oligarkis, serta dinastik. Tendensi parpol lebih pragmatis dengan mementingkan vote getter (pendulang suara) yang hanya mengandalkan popularitas semata untuk meraih dukungan besar pemilih tanpa menyeleksi secara ketat kader yang memiliki kapabilitas dan kompetensi.

Melihat probelamtika ini, sudah sepatutnya harus ada upaya yang wajib dilakukan untuk membenahi parpol di Indonesia. Beberapa diantaranya yakni mengenai pendanaan. 

Selama ini parpol dianggap lemah secara pendanaan sehingga sangat bergantung pada pemodal, menjadi tidak otonom, memunculkan politik transaksional, pragmatism, hingga melahirkan budaya korupsi politik. KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah mendukung pemerintah agar memberikan bantuan pendanaan 50% untuk memperkuat keuangan parpol. Jika parpol telah kuat secara keuangan, maka bisa lebih dituntut pertanggungjawaban akuntabilitas keuangannya.

Kemudian UU Pemilu juga harus mengatur secara rinci dan rigid mengenai mekanisme kandidasi. Hal ini agar dapat lebih menjamin para kandidat yang terpilih untuk duduk di parlemen maupun menjadi pemimpin di eksekutif merupakan orang yang layak serta memiliki kapabilitas maupun kompetensi dalam menjalankan tugasnya. 

Selain UU Pemilu, UU Parpol juga perlu mendapat sorotan. Karena selama ini UU Parpol memiliki celah yang membuat parpol tidak mampu menjalankan nilai-nilai demokrasi dan fungsinya dengan ideal. 

Salah satunya proses rekrutment yang diserahkan kepada AD ART parpol yang kadang tidak sejalan dengan kaidah demokrasi di negeri ini. Setiap parpol seringkali menggaungkan cita-cita memperjuangkan aspirasi rakyat namun setelah menang kepentingan oligarki lah yang berada terdepan dan akhirnya kepentingan rakyat terpinggirkan.

Parpol adalah alat bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sehingga tidak akan ada demokrasi tanpa hadirnya partai. Parpol juga sejatinya sangat dibutuhkan sebagai penghubung yang memiliki strategi dalam menghubungkan rakyat dengan kebijakan dan program pemerintah. Pemilu dan parpol dapat dibayangkan sebagai wahana sekaligus cara untuk memperoleh legitimasi dari rakyat. Mekanisme representasi rakyat melalui parpol dan penentuan hasil legitimate dalam Pemilu, adalah bayangan ideal tentang cara terdemokratis menjaring kehendak umum (volonte generale) dalam hal ini adalah rakyat.

Sangat disayangkan demokrasi ideal ini seringkali hanya menjadi imajinasi belaka karena tatanan ideal yang didambakan tak kunjung datang. Parpol yang diharapkan sebagai wadah menampung aspirasi rakyat, hanya menjadi kumpulan elite yang jauh dari rakyat dengan kumpulan skandal korupsi. 

Padahal sudah seharusnya parpol menjadi representation of ideas atau cerminan dari perskripsi tentang negara  dan masyarakat yang dicita-citakan sehingga harus diperjuangkan. Oleh sebab itu, membenahi parpol sudah seyogianya menjadi hal krusial yang wajib direalisasikan. Karena apapun sistem Pemilu yang digunakan hendaknya ideologi, platform, visi dan misi haruslah menjadi motivasi dan penggerak utama kegiatan parpol sehingga parpol layak disebut sebagai wakil rakyat sesungguhnya.

For  people,  politics is not a matter of coalition or opposition, but how public policies change everyday life !

 

REFERENSI

tempo.co. 2023. https://nasional.tempo.co/read/1675100/pro-dan-kontra-wacana-sistem-proporsional-tertutup-untuk-pemilu-2024 diakses pada 11 Juli 2023.

mediaindonesia.com. 2023. https://m.mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/589579/perbedaan-sistem-proposional-terbuka-dan-tertutup  diakses pada 11 Juli 2023.

cnnindonesia.com. 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230613150836-12-961262/tolak-permohonan-mk-putuskan-sistem-pemilu-tetap-terbuka diakses pada 11 Juli 2023.

republika.co.id. 2023. https://news.republika.co.id/berita/rx5xeu330/survei-indikator-dpr-dan-parpol-paling-tidak-dipercaya-publik diakses pada 11 Juli 2023.

buddyku.com.2023.https://buddyku.com/politikperistiwa/62fe2ab6590a472ca422e59bbda485fb/urgensi-pembenahan-fungsi-partai-politik diakses pada 11 Juli 2023.

Prasetyaji, A. P. & Ruslie, A. S. 2023. Urgensi Pembatasan Partai Politik Pada Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indonesia. Hal 1224.

Ivanny, J. C. 2023. Urgensi Penguatan Institusionalisasi Partai Melalui Revisi Undang-Undang Partai Politik Untuk Akselerasi Konsolidasi Demokrasi. Hal 29.

Ardianto, H. T. 2019. Uang dan Partai Politik: Urgensi Mengatur Keuangan Parpol dan Kandidat Dalam Kompetisi Elektoral. Hal 1-2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun