Selesai melaksanakan tugas selama dua hari di Lombok, sudah waktunya buat refreshing. Pada saat kunjungan yang lalu, jika ingin ke Senggigi aku menyusuri jalan pinggir pantai sampai ke Bangsal. Tapi kali ini Bang Gustaf , pengemudi kami menawarkan jalan alternatif, yaitu melalui bukit daerah Pusuk di kaki Gunung Rinjani. Tawaran yang bagus, biar semua daerah di Lombok kami lalui.
Daerah Pusuk adalah daerah perbukitan, jadi kami melalui daerah yang kanan kirinya ditumbuhi hutan. Nuansa hijau rimbun nan menyejukkan bukan satu-satunya yang ditawarkan oleh bagian Gunung Rinjani. Kebetulan saat itu sedang musim durian, terlihat disepanjang jalan puncat Pusuk pedagang durian berjajar menunggu pembeli.
Kebanyakan yang jualan durian disini mempunyai stock-nya nggak banyak, paling-paling seorang pedagang hanya menaruh di meja display-nya hanya sekitar 7 atau 8 buah durian. Pedagang disini adalah pedagang rumahan, hanya berdagang jika pohon duriannya berbuah. Nggak seperti ditempat lainnya yang berjualan karena ada pemasok.
Sebagai orang yang datang dari Jakarta, aku merasakan bahwa durian disini mahal harganya, hampir sama dengan harga durian montong di mall. Ketika kutanya pada ibu yang berdagang, dia bilang durian disini mahal karena durian yang dijual benar-benar matang dipohon dan jatuh dengan sendirinya bukan dipetik dan rasanya pun beda.
Hebat juga si ibu berani membanggakan daerahnya sendiri, padahal durian diman-mana juga sama. Orang Medan bilang durian medan paling enak, Urang awak bilang durian Padang paling lamak, Orang Jawa tengah bilang durian petruk paling legit, Orang Palembang bilang durian Pelembang manis nian, orang Samarinda bilang durian Samarinda unik, ya memang unik karena warnya merah.
Selain durian, yang dijajakan disini juga adalah “tuak”, atau air dari bunga pohon nira. Rasanya manis alami karena diambil langsung dari pohonnya. Air nira ini kata penjualnya jika didiamkan selama 8 jam diluar kulkas, akan berubah menjadi asam dan mengandung alkohol kadar rendah. Oleh karena itu boleh minum tuak hanya sekedar ingin tahu saja, sebab jika diminum banyak dan terus menerus bisa mabuk.
Pusuk terdapat didaerah perbatasan antara Lombok Barat dan Lombok Utara, merupakan persinggahan para turis sebelum menuju beberapa obyek wisata, seperti Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan. Puncak Bukit Pusuk ini juga menjadi tempat favorit bagi pengendara mobil dan motor untuk beristirahat, sekedar melemaskan otot. Pusuk menurutku benar-benar paduan yang pas, antara hijau dan birunya alam yang mendamaikan.
Ketika sampai dipuncak Pusuk, suara alam mengiringi ratusan monyet yang bercengkerama, berjajar dan berseliweran di pinggir jalan, bahkan menyebrang jalan seenaknya. Kalau dikota yang menyebrang jalan orang, disini monyet menyebrang sambil meminta makanan pada pengendara yang lewat. Daerah ini merupakan rumah bagi ribuan monyet yang dilindungi. Aku sempat berhenti sejenak memberi secuil roti pada seekor monyet yang sedang menggendong anaknya, monyet itu mendekap erat anaknya dengan penuh perlindungan dan kenyamanan.
Dipuncak Pusuk selain bisa menikmati pemandangan alam, udara disini begitu segar, seolah olah sedang mencuci isi paru-paruku yang biasa terkena polusi di Jakarta. Di sepanjang jalan, banyak sekali kendaraan yang melaju dengan kencang. Tapi bang Gustaf nggak terpengaruh ikutan ngebut, karena suasana disekitar Pusuk sayang kalau dilewatkan begitu saja. Dia justru mengurangi kecepatan kendaraan, biar kami dapat menikmati perjalanan yang indah, menanjak dan berkelok-kelok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H