Mohon tunggu...
Tea For free
Tea For free Mohon Tunggu... -

i'm deadly in love with tea : t :

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ice Blended Peppermint Tea dan Ananta

14 April 2010   15:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku percaya bahwa TUHAN mengirimkan malaikat malaikat untuk menemaniku dalam wujud manusia, bernama : sahabat. namanya, ANANTA, yang artinya "tiada akhir". dalam bahasa sansekerta, ananta berarti "without end". aku telah mengeceknya di beberapa sumber, salah satunya di wikipedia. aku tak pernah menduga bahwa kali ini TUHAN lagi lagi mengirimkan salah satu malaikat terbaiknya untuk menemaniku, dalam kesendirianku. siang itu, ananta menjemputku. di sebuah rumah teduh dengan kolam jernih berhiaskan bunga belanda yang berjatuhan di salah satu sisinya. dalam diam aku menunggu. tanpa kabar, dan kuputuskan untuk pergi sendiri, tanpa teman. lalu kemudian wajah jenakanya muncul dengan senyum lucu. "sudah siap?" tanyanya polos. aku mendelik. kesal. tapi tak berhasil karena senyum lucunya melumerkan amarahku. wajahnya polos dengan bibir ranum merah muda tersodor lugu di hadapanku. bagaimana aku bisa marah pada wajah polos itu? "kenapa nggak kasih kabar sih?" sungutku berusaha mengumpulkan amarah yang terkumpul sejak 30 menit dari waktu janjian kami untuk ketemu. aku meraih tas mungilku dan kuserempangkan begitu saja asal di bahuku. "kamu nunggu?" another stupid question from ananta. aku mendelik dan lagi lagi lumer dengan tatapan mata beningnya tepat ke arahku. aku menatapnya dengan kalimat tersimpan rapat di bibirku pleeeease deh, kesalku. aku bergegas dan meninggalkan beberapa langkah di depannya. ananta menyusul langkahku dengan langkahnya yang lebar. "sorry aku nggak balesin, tapi sejak terima sms kalau kamu sudah siap, aku langsung berangkat." sorry, katanya. tapi wajahnya tidak menunjukkan rasa itu. sudahlah, dasar laki-laki, sungutku. di mobil ananta mencandaiku dengan kalimat-kalimat konyol yang tak urung membuatku tertawa. TUHAN, maafkan aku mengumpat ciptaanMU yang indah ini. tapi hanya padanya aku bisa tertawa lepas. wajah polosnya, senyum indahnya, dan sikap santunnya membuatku nyaman dan tenang berada didekatnya. "lapar, ra," katanya. "makan yuk!" ajaknya. aku tak menjawab tapi perutku bernyanyi dan terdengar oleh ananta. "sudah, nggak usah dijawab. perut kamu sudah memberi jawaban lebih dari kata-kata," candanya. aku tertawa saja. mobil berputar-putar ke jalan pinggir kota. aku menebak arah jalan kami akan kemana. baru tadi pagi aku baca di selebaran koran pagi. mulai kemarin sampai tiga hari ke depan ada festival food di auditorium salah satu universitas swasta terbesar di kota ini. ahh. makan. i love food. and hanging out with a gorgeous one pumps up my mood. ananta memarkir mobil dengan manis. aku pernah dengar sebuah kalimat, bahwa laki-laki yang membawa mobil dengan cakap mencerminkan dia jago dalam membawa biduk rumah tangganya. waw. betapa beruntungnya perempuan yang akan menjadi miliknya. perempuan yang mendampingi hidupnya. aku berandai-andai. awh, bukan aku, pastinya. ananta tak pernah menunjukkan ketertarikannya padaku. baginya, aku hanyalah sahabat. dan bagiku, ananta adalah malaikat teduh yang menemani kesendirianku. aku memilihnya begitu. membiarkannya tetap begitu. "ra, pilihin aku menu dong," katanya sambil berjalan santai disandingku menelusuri kedai-kedai yang jumlahnya puluhan di sekitar kami. untungnya aku sudah menyantap sepiring salad buah tadi pagi. setidaknya aku tidak lapar mata dan terlihat memalukan di depan malaikat teduhku ini. "kamu pengen makan apa, an?" tanyaku. "nasi bakar. tuh, pilihin yang paling enak yah," tunjuk ananta pada kedai my hot plate dua blok di depan kami, sementara dia berdiri di sebuah meja yang sedang dibersihkan. aku mengangguk dan menuju ke kedai my hot plate. "rara," panggilnya. aku menoleh. "kamu makan juga ya. jangan sampai enggak," tegasnya. i love the way he did. aku mengangguk dengan senyum manis. senang. nasi bakar huangju untuk ananta dan fussili chicken roasted untukku. "huangju enak ya, ra?" tanyanya. "entah. aku cuma nanya sama chef-nya. mana yang paling enak. katanya ini." "nah, masalahnya, chef-nya beneran enggak." aku tertawa. ada saja kalimat ngacau keluar dari bibirnya yang ranum merah muda. pesanan ananta datang lebih dulu. dia menunggu sampai pesananku datang. aku sudah memaksanya makan dulu sebelum nasi bakarnya dingin, tapi dia menungguku. ketika fussili ku datang, ananta mulai menyendok pelan nasinya. mencicipinya sesuap. aku melirik dan menikmati ananta yang mencecap nasi bakar itu memenuhi mulutnya. "yummy, ra," bisiknya dengan mata terpejam. lucuuuu sekali ananta dengan wajah itu. aku spontan tertawa melihat tingkahnya. lalu dia menyendok lagi lalu mengulurkan sendoknya ke arahku. tawaku terhenti. dan aku hendak mengambil alih sendok dari tangannya tapi ananta melarang. dia memaksaku untuk menyuapkan sendok kedua ke mulutku. "rasakan deh enaknya. hirup aromanya, mmm," ananta menyuapkan ke mulutku. enak. enak sekali. bukan, bukan nasi bakarnya, tapi cara dia memperlakukanku. huh, kenapa siy kamu, rara. biasa aja. hah, biasa bagaimana? aku tidak biasa diperlakukan begini. tapi apa yang dilakukan ananta terasa manis. so sweet. huuuh, pikiranku berdialog dengan sendirinya. "enak?" tanyanya dengan tatapan lekat ke arahku. mengharap rasa yang sama kunikmati seperti yang dia rasa. "kamu pintar milih. thank you ya, ra," katanya melepas tatapannya dan berkonsentrasi ke piringnya. entah kenapa fussili dipiringku jadi tidak menarik lagi. sesiang itu aku menghabiskan dalam diam, sementara ananta mengoceh tentang masa depannya. dengan perempuan impiannya. kehidupannya yang akan dia jalani nanti, dengan perempuan itu. huh, kenapa siy aku cemburu. apa hakku? lagipula ... lagipula, perempuan itu belum ada. menurut pengakuan ananta, siy. "kata orang, aku pemimpi," katanya. "setiap orang harus punya mimpi, an. dan mewujudkan mimpi itu membuat kita merasa hidup." "iya, tapi banyak yang bilang impianku aneh." "emang kamu orangnya aneh. bukan cuma impian kamu," sahutku asal. ananta tergelak, "aku emang aneh siy, tapi setidaknya aku tidak takut hujan," balasnya. dan kali ini aku ngambek. ananta suka sekali menggodaku dengan kalimat itu. ketakutanku pada hujan. bukan takut sih sebenarnya, tapi aku memang tak bisa bersahabat dengan hujan. entah hanya kakiku basah karena hujan, atau rambutku terkena rintik hujan, aku bisa langsung sakit. masuk angin. nggak keren yah !!! that's me. pernah ananta mencandaiku : kamu seperti kucing, takut air. lalu terbahak. sial ! "ra, kok belum pesan minum?" tanya ananta tiba-tiba, membuyarkan lamunanku tentangnya dan hujan. di mejanya sudah ada guava juice, setelah sebelumnya ananta memesan yoghurt anggur favoritnya. ah. iya. aku beranjak meninggalkan ananta. menyusuri kedai dengan cepat. tak ingin kehilangan moment bersama malaikatku yang meneduhkan. dengan cepat aku melesat ke kedai teh yang telah kami lewati tadi dan kembali dengan segelas ice blended peppermint tea. "kamu suka banget ya dengan teh. kenapa?" tanyanya sambil memperhatikanku lekat. wajahnya lekat ke wajahku. aku tergeragap. tak jenak ditatap sedekat itu. mata ananta bening. dengan bulu mata cukup lentik untuk ukuran laki-laki. "uhm, .. ugh, aku suka aja. seger." "bukan ice blended tea-nya, sayang, tapi kamu itu suka SEMUA minuman teh. hot bitter black tea. cinnamon tea. ginger tea. cardamon tea." SAYANG. dia menyebutku : SAYANG. ah, tak berarti apapun, rara, sergah hatiku. "suka aja," sahutku pendek. "iya siy. kalau benci itu pasti punya alasan. tapi kalau suka boleh tidak punya alasan," katanya, asal. tapi ada benarnya juga loh. aku benci sosis karena rasanya aneh. aku benci bawang goreng karena aromanya aneh. aku benci ikan teri karena rasa dan aromanya aneh. seperti aku tidak suka pada si itu karena jahil, pada si ini karena suka ngomongin orang, tapi suka sama si itu karena nggak tahu suka aja diajak ngomong nyambung siy, suka si ini asyik aja karena ... wait, ternyata suka juga punya alasan. tiba-tiba tawa ananta membuyarkan lamunanku. kenapa sih ?!? "kamu," katanya sambil mengacau rambutku hingga jatuh ke dahi. "kamu terlalu banyak mikir. ya sudah, kalau memang suka ya suka saja. nggak usah mikir sampe alis bertaut gitu ah!" ananta tertawa. and it sounds good. so good. membuatku ikut tertawa. selepas dari acara makan, ananta mengantarku pulang. ternyata di luar hujan turun dengan derasnya. ananta memintaku untuk menunggu di dalam gedung, sementara dia berlari-lari menembus hujan untuk mengambil ... PAYUNG !!! "an, kita bisa nunggu disini sampai hujan reda," kataku. "oke. kita duduk disini sampai hujan reda, kalau kamu mau. aku cuma ambil payung aja. in case, hujan nggak reda-reda. aku nggak mau kamu kehujanan. kamu kan takut hujan." that joke, again !!! aku dan hujan. sepertinya itu menjadi bahan candaan favoritnya. aku tidak keberatan. aku tertawa. terbahak. dan aku melihat wajah ananta yang puas sekali mencandaiku. "i am not that fragile of rain, an," sergahku disela tawa. "i know. but i don't let you to get wet. i know you hate rain. nggak usah bohong deh. aku masih ingat kejadian yang dulu. kamu sampai tepar, nggak bisa ikut acara yang seru, dan aku nggak mau kamu sakit," ananta mengucapkannya dengan santai. sangat santai. tapi aku yang mendengarnya begitu berdebar. sedetail itu ananta memperhatikanku. aku bahkan tak mampu mengingat dimana ananta saat aku tepar di acara waktu itu. aih !!! karena hujan tak juga reda, ananta mengusulkan untuk tetap pulang sore itu. dengan lembut dia meraih bahuku, tapi tak menyentuhnya. tapi aku membiarkan diriku masuk dalam rengkuhannya. tubuh kami menempel. dan kurasakan aroma musk dari tubuhnya. melenakan. aku melangkah di sandingnya dalam diam. "nanti sampai rumah kamu bikin secangkir teh panas untuk menghangatkan tubuhmu, okay?" katanya setelah memastikan aku duduk dengan nyaman di mobil. lalu dia berlari-lari ke samping, membuka pintu, menutup payung dan membiarkan tubuhnya sedikit basah oleh rintik hujan yang rapat. "enggak, ah," kataku setelah mobil kembali melaju perlahan. "kenapa?" tanya ananta yang dengan sudut matanya melirik ke arahku. i love the way he looks at me like that. keliatan cuek tapi curi-curi. aaah, apa ya namanya. menarik. menggoda. "aku mau bikin hot peppermint tea aja. want some?" ananta tersenyum. senyum yang memabukkan. aih, andai aku boleh jatuh cinta pada senyumnya. tapi mungkin harus kutukar separuh nyawaku untuk membeli senyumnya agar bisa menjadi milikku. ingat, rara, perempuan yang mengisi dunia impiannya itu bukan kamu, kataku mengingatkan diriku sendiri. "sepertinya aku harus menolak, rara." aku terdiam. kenapa? ananta tahu pertanyaan itu dari tatapan mataku. "karena aku mungkin akan meminta lebih dari sekedar secangkir hot peppermint tea," jawabnya. santai. sangat santai. dan sikapnya yang santai itu memberi efek yang berlawanan pada tubuhku. menggigil. berdebar. virus apa ini ? so. apa yang akan kamu minta selain secangkir hot peppermint tea? setangkup sandwich dadakan yang biasa aku buat setiap pagi? secuil roasted bread yang dengan mahir kusiapkan untukmu di sore hari ketika hujan kita menikmatinya di beranda rumah teduh? ananta tak menjawab. dan aku tak ingin tahu jawabannya. biarlah ananta menjadi sebuah nama tak berakhir dalam kisahku, seperti arti namanya : without end. aku suka padamu, ananta, tanpa aku tahu alasan yang tepat untuk mengartikannya. secangkir iced blended peppermint tea dan sepotong siang penuh tawa, hari itu. thank you, an. :t:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun