saya berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. kehidupan ekonomi yang cukup, tidak berlebih. menjalani masa remaja dengan baik. kenakalan kenakalan yang wajar. masa pacaran lima tahun dengan lelaki yang saat ini menjadi suami saya. suami saya juga orang biasa (maaf ya mi, buat saya kamu tetap luar biasa!!!^^) kehidupan ekonomi keluarga suami saya juga cukup, tidak berlebih. kami percaya bahwa TUHAN selalu mencukupkan kebutuhan kami selama kami berusaha. bekerja. tidak bermalas-malasan. yah. kurang lebih begitu. sebagai perempuan, jujur, kadang saya sering iri dengan teman-teman yang bekerja, memiliki mobil bagus, memakai baju bagus, menggunakan handphone bagus. tapi dengan mencemburui semua itu malah membuat saya capek. jadi saya syukuri saja yang saya punya saat ini. saya jadi teringat obrolan saya dengan sahabat saya. saat itu kami sedang dalam perjalanan trip menuju tempat wisata eksotis. kami bertiga. sebut saja : saya, vera dan dewi. secara ekonomi, saya dan dewi berasal dari keluarga dengan ekonomi kategori "cukup" sedangkan vera dari keluarga "lebih". rumah dia di sebuah perumahan mewah. ayahnya seorang pengusaha sukses. singkat kata, vera itu termasuk salah satu anak-anak jetzet di kota kami. yang jadi perhatian saya adalah ketika vera menilai, sebut saja, dimas, salah satu event organizer yang meng-handle acara liburan kami. "gals, menurut lo, laki-laki seperti dimas itu bisa menghidupi anak istrinya nggak ya?" saya dan dewi saling berpandangan sebelum dewi menjawab, "bisa lah." jawabnya asal. yah kan kami tidak tahu karena setahu kami dimas belum berkeluarga. usil, saya menambahkan jawaban dewi, "kerjaan EO liburan semacam ini kan cuma mainannya dia aja, ve. aku yakin dia punya bisnis lain kok." saya membela dimas. "masa siy. kayaknya dilihat dari penampilannya enggak banget deh," sahut vera ngeyel. oke. penampilan. dimas, laki-laki 26 tahun, memang anaknya kecil. tengil. hitam. tipe laki-laki nggak bisa diam. ramah, menarik, dan cerdas, menurut saya. tapi bukan itu poinnya. sebagai sahabat, saya prihatin dengan cara pandang sahabat saya, walau itu saya pendam dalam hati saja. dari kami bertiga, hanya saya yang sudah bersuami. dan saya sering membantu kedua sahabat saya itu mendapatkan pacar ^^ dengan cara mengenalkan high quality jomblo. bukan jadi comblang ya ^^ hanya mengenalkan saja. selanjutnya, terserah anda ... nah, pada waktu saya mengenalkan teman saya yang menurut saya cocok dengan vera, karena satu dan dua alasan yang masuk kriteria cowok idaman vera, denny adalah pria yang cocok. mandiri, bersemangat, humoris, dan memiliki pandangan positif tentang hidup. di mata saya, denny laki-laki dengan nilai 8+. "denny punya apa ya, tea?" tanya vera waktu mereka selesai ketemu (-bisakah disebut kencan?!?-) di pertemuan mereka yang pertama. saya bengong. punya apa ?!? "dia sudah punya rumah. kariernya bagus. orangnya ulet, ve, dan ibadahnya bagus," promosi saya. "nggak. maksudku, orang tuanya kerja apa. punya bisnis apa?" awh. saya kenal denny. sangat kenal baik denny. dititik itu saya langsung mencoret nama vera untuk saya dukung hubungannya dengan denny. ya sudah, berteman saja. usut punya usut. selidik punya selidik. ini informasi yang saya temukan : dimas yang kemampuan menghidupi anak istrinya dengan layak diragukan oleh vera, ternyata memiliki bisnis besar (-walau tak berkantor-) yang mengantarnya ke beberapa negara di eropa. saya sempat melihat foto-foto profile dimas di salah satu jejaring sosial, betapa kerennya makhluk tengil hitam mungil itu mengenakan jas hitam dan dasi berfoto di depan bendera INDONESIA di beberapa kantor kedutaan besar di banyak negara. keren. keren sekali, menurut saya. dan, denny, walau tidak sekaya pria-pria yang pernah mendekati vera, kalau saya single, saya akan mempertimbangkan denny menjadi salah satu kandidat yang mungkin akan memikat hati saya. denny punya modal "lebih" untuk menjadi pemimpin rumah tangga. ibadahnya yang bagus, semangat survivenya, keuletannya, sifat humornya. sebagai sahabat, saya menyayangi dia, seperti seorang kakak/adik. dan saya ingin yang terbaik untuknya. saya ingin ia mendapatkan perempuan terbaik yang pantas memiliki hatinya. suatu sore saya pernah mengangkat keresahan hati saya tentang vera pada dewi. ternyata dewi memiliki rasa yang sama. sore itu kami mencandai keadaan kekurangan kami ini yang rasanya tak ada artinya bila dibandingkan apa yang dimiliki vera. "kita memang nggak pernah liburan ke luar negeri, tapi kita masih menyempatkan waktu liburan lokal begini, and it's fun. kita memang nggak pernah ke salon mahal, tapi kita masih bisa kalau sekedar creambath sambil refleksi kaki di salon kecil, and it's relaxing. kita memang nggak mampu beli baju yang harganya per piece-nya di atas Rp 500rebu, tapi kita tetap cantik dengan busana yang kita pakai, and it's comfort," kata saya. dewi menambahkan,"tea, saya bersyukur dibesarkan dengan cinta, bukan dengan uang." kalimat dewi, bagus sekali !!! dibesarkan dengan CINTA, bukan UANG. kami jadi merenung. untuk apa ya kehidupan mewah, tapi tidak pernah dekat dengan ayah. untuk apa salon dan butik menawan kalau kami tak pernah merasakan perasaan aman. ternyata satu kata CUKUP memang berarti cukup. cukup mendapatkan makanan yang sehat, cukup mendapatkan baju yang nyaman, cukup mendapatkan rumah yang teduh, cukup mendapatkan kebutuhan yang kita perlukan. CUKUP. mungkin tidak perlu lebih. cukup bersyukur atas hidup yang kita punya. CUKUP. dan saya bersyukur karenanya ... ditulis setelah menemani suami sarapan pagi dan mengantarnya pergi kerja. cukup dengan sarapan pagi. cukup dengan secangkir teh panas yang aromanya menggelitik hidung. cukup dengan keheningan dalam kesendirian. i love my life !!! :t: foto diunduh dari http://image.google.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H