Mohon tunggu...
Ali Irfan
Ali Irfan Mohon Tunggu... -

Teacher, writer, trainer

Selanjutnya

Tutup

Money

Penampilan yang Memanipulasi

9 Oktober 2013   13:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:46 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Scene pertama.Ketika saya masih menjadi wartawan, saya pernah mewawancarai seorang pengusaha rotan, sekaligus owner sebuah hotel berbintang. Saya sangat shock begitu bertemu muka dengan sosoknya yang dikatakan sebagai salah satu orang terkaya di Cirebon.

Yang membuat saya terkejut adalah karena tampangnya sama sekali nggak ada potongan sebagai orang berkantong tebal dan punya cabang usaha di mana-mana. “Dilihat dari wajahnya, cara bicaranya, kayaknya nggak pantes bangetlah kalau dia jadi orang kaya,” begitu kelakar pemred.

Scene kedua. Pada kesempatan lain ketika antre di sebuah bank, saya menemukan sosok pria kurus berkumis bercelana pendek, dengan tangan menenteng tas kresek. Pokoknya penampilannya tidak rapi. Tapi begitu giliran ia tiba di teller, semua mata orang memandang ke arahnya. Ternyata kantong kresek itu berisi uang yang hendak ditabungkan.

Dari dua scene di atas lantas saya memberikan kesimpulan. Penampilan memang tidak selamanya merepresentasikan tebal tipisnya isi dompet. Kita bahkan sering tertipu dengan penampilan orang lain. Saya kira ada banyak kasus semacam itu di tengah-tengah kita. Contohnya adalah pengusaha sekelas Bob Sadino. Ia adalah orang yang sering diundang kesana kemari untuk menjadi pembicara dalam seminar kesuksesan usahanya. Dalam setiap penampilannya selalu mengenakan celanan pendek dan baju yang tidak dijahit rapi. Selalu memakai sepatu hitam tanpa kaos kaki.Pakaian itu ia pakai dimana saja, dan kapan saja, layaknya seragam harian. Bahkan ketika menerima kunjungan presiden pun dia tetap berdandan seperti itu.

Dan kejadian menakjubkan macam itu saya alami baru-baru ini. Beginilah kisahnya. Ada sebuah pemandangan tidak biasa pada satu kesempatan silaturahim. Ketika transit di sebuah SPBU di daerah Prupuk, Margasari saya bertemu dengan salah seorang lelaki tua berpenampilan biasa-biasa saja. Rambutnya sebagian besar sudah memutih. Mengenakan kaos oblong. Saat itu ia tengah sibuk memarkir setiap kendaraan yang masuk di area SPBU.

Begitu mobil masuk, dengan sigap, ia langsung mengatur penempatan mobil yang akan diparkir. Tugasnya sebagai tukang parkir sama sekali tak mendapat bayaran dari orang yang memarkir kendaraannya. Tidak serupiah pun. Meski demikian, ia mengerjakan pekerjaan itu dengan penuh semangat tanpa kenal lelah. Cuaca yang panas sama sekali tak menyurutkan semangatnya bekerja. Pikir saya, mungkin bapak itu sudah mendapat gaji dari pemilik SPBU.

Masih dalam pengamatan saya, ternyata ia tidak hanya bertugas memarkir kendaraan dengan rapi, sosok lelaki tua itu juga memiliki tugas tambahan membersihkan areal SPBU dari berbagai macam sampah. Banyaknya orang yang menjadikan areal SPBU sebagai tempat transit dan istirahat sangat memungkinkan ada banyak sampah berserakan. Berbekal sapu lidi, ia membersihkan setiap sampah yang terserak, memunguti daun-daun kering yang jatuh, memungut botol-botol minuman kemasan yang tidak sempat diletakkan di tempat sampah. Dengan demikian area SPBU terjaga kebersihannya.

Lantas apa menariknya dari kisah lelaki tua yang bekerja sebagai tukang parkir dan tukang sapu di atas? Bukankah itu memang sudah profesinya dia, yang memang dipekerjakan oleh pengelola SPBU?

Jika dia bekerja untuk mendapatkan upah dari hasil pekerjaannya memarkir mobil-mobil dan bersih-bersih areal SPBU, itu biasa. Yang menjadikan luar biasa adalah laki-laki yang berpenampilan biasa-biasa saja, yang rambutnya sudah memutih, parasnya sudah mulai menua, ternyata adalah pemilik SPBU tersebut!

Kenyataan mengejutkan itu dikuatkan lagi dengan penuturan salah seorang petugas SPBU. “Beliau bos saya di sini,” ungkapnya. “Kalau pimpinannya saja berani bekerja kayak gitu, apalagi saya yang sebagai bawahan. Kita mau kerja nggak serius juga jadi nggak enak sendiri,” pengakuannya.

Sungguh, sebagai owner SPBU, penampilannya sama sekali tidak meyakinkan. Penampilannya memang memanipulasi. Tapi ketika anda sudah ngobrol dengannya, kharisma seorang pemimpin akan terlihat dari cara bicaranya.Maka benarlah, tidak ada gunanya kita menilai seseorang hanya dari penampilan semata. Karena kita sendirilah yang sebenarnya tahu seberapa besar kemampuan yangkita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun