Jadi guru memang harus pintar-pintar berimprovisasi. Bisa jadi apayang kita rencanakan baik-baik saat di kelas, berubah drastis! Banyak hal tak terduga yang ditemui saat di kelas. Di sinilah dituntut peran kita sebagai guru untuk mencoba sebisa mungkin agar kelas berada benar-benar dalam genggaman kita sebagai guru.
Entah kenapa begitu saya masuk kelas, selalu saja anak-anak minta permainan di awal. Saya memang paling suka memainkan game-game sebagai bentuk apersepsi, seperti permainan kata, senam otak, kisah-kisah inspirasi, atau tebak-tebakan. Seperti yang terjadi saat sayamengajar di kelas V C berikut ini.
Begitu masuk kelas, anak-anak langsung menodong saya dengan banyak pertanyaan yang intinya satu : game!
Maklum saat itu saya kebagian jam terakhir, jadi mungkin anak-anak sudah merasa jenuh dan ingin refreshing! Mungkin mereka menganggap saya yang bisa menyegarkan kembali pikirannya.
Sungguh, saat itu saya tak pernah terpikirkan satu pun model permainan yang akan saya terapkan saat apersepsi. Tapi melihat antusiasme anak-anak kelas V C yang sudah begitu bersemangat untuk memulai permainan, tiba-tiba muncul ide untuk coba-coba permainan hipnotis!
Jujur saya tak pernah ikut pelatihan hipnoteraphy atau hypnoteaching! Saya hanya baca-baca dari buku, koran, atau menyaksikan sebuah acara reality show yang menampilkan acara hypnotist! Dari situ saya menangkap bahwa hipnotis adalah permainan penerimaan (afirmasi). Jika kita siap menerima untuk dihipnotis, pasti akan terjadi proses hiypnosis. Tapi jika menolak, pasti tak akan terjadi proses hypnosis.
Saya bahkan belum pernah mempraktekkan hypnosis. Namun saat ini apa salahnya pengetahuan yang saya dapatkan saya coba praktekkan. Lantas saya sampaikan kepada anak-anak,
“Baiklah, sekarang dengarkan saya, permainan ini adalah permainan otak. Butuh konsentrasi yang tinggi untuk memainkannya. Jika ada satu saja yang tidak konsentrasi maka besar kemungkinan permainan ini gagal! Jika kalian siap, maka katakan siap!”
“SIAPP!!!” jawab mereka serempak!
Aku semakin yakin, semakin memantapkan diri, sambil berperan layaknya praktisi hypnosis betulan.
“Baik, silahkan semua pejamkan mata kalian. Dengarkan baik-baik suara saya, dan abaikan suara selain suara saya. semakin dipejamkan, semakin dalam, dan kalian akan semakin terlelap. Bayangkan saat ini saya sedang berada di depan kalian dan saya akan…”
JEDUARR!!! Suara petir mengagetkan kelas. Saat itu memang sedang hujan lebat. Konsentrasi anak-anak buyar, gara-gara suara petir. Saking terkejutnya dengan suara geledek, Zevan mendadak jadi latah, dan mengucapkan eksrepsi kekagetan yang berulang-ulang!
“Terbukti kan, konsentrasi yangbuyar membuat permainan ini gagal”
“Ayo kita ulangi lagi permainannya! “Baik, silahkan semua pejamkan mata kalian. Dengarkan baik-baik suara saya, dan abaikan suara selain suara saya. semakin dipejamkan, semakin dalam, dan kalian akan semakin terlelap. Bayangkan saat ini saya sedang berada di depan kalian dan saya akan menempelkan lem alteco di kedua mata kalian. Rasakan aroma alteco yang menyengat dan mengering di kedua maka kalian sehingga kalian tak bisa membuka mata! ”
Konsentrasi yang buyar membuat permainan ini belum menunjukkan hasil. saya berpikir bekas suara petir yang menggelegar masih berada dalam pikirannya. Sehingga konsentrasi anak-anak belum kembali penuh. Saya mengalihkan dengan permainan lain.
“Ayo kita ulangi lagi permainannya! Silahkan satukan jari telunjuk dan jempol tangan kiri seperti ini?” instruksi saya sambil memeragakan membentuk huruf O dari perpaduan jempol dan telunjuk tangan kiri.
“Tatap kedua jari itu, kemudian konsentrasi dengarkan suara saya! tekan semakin kencang dua jari yang sudah menyatu. Dan bayangkan di antara kedua jari itu akan saya olesi lem alteco yang kuatnya bukan main, sehingga jari itu akan menyatu, semakin kuat, semakin kuat! Semakin lama kamu tatap akan semakin rekat, dan tidak bisa dilepaskan! Rasakan aroma lem alteco yang menyengat, kemudian dalam tempo yang singkat langsung mongering dan menyatukan ujung jari telunjuk dengan ujung jempol! Sekarang coba kalian lepaskan!”
Benar-benar tak aku sangka! Sebagian besar anak-anak ada yang tidak bisa melepaskan huruf O dari perpaduan jempol dan jari telunjuk! Beberapa diantaranya adalah Tasya, Zilla, Dhea, dan Ridha, termasuk Alam.
“Coba lepaskan!”
“Nggak bisa ustad, nggak bisa ustadz!”
Sungguh ini bukan rekayasa, tapi benar-benar terjadi.
“Baik sekarang dengarkan saya baik-baik. setelah hitungan ketiga yang ditandai suara petikan jari, maka kalian bisa melepas jari yang tadi menyatu karena lem alteco, satu dua tiga!” Seketika lepas! Anak-anak pada heran kenapabisa. Saya lebih heran lagi, kenapa ngefek ya…
Merasa penasaran, anak-anak minta lagi, lagi, dan lagi.
Saya tak kuasa menolak, sampai akhirnya, saya kembali mencobanya.
“Sekarang angkat jari tengah dan telunjuk tangan kiri kamu seperti ini!”
Anak-anak langsung mengikuti kata-kata saya tanpa kecuali.
“Dengarkan saya baik-baik. tatap kedua jari itu, kemudian bayangkan saat ini saya akan mengtikat kedua jari ini dengan kawat. Kawat ini akan saya lilitkan di kedua jari kamu, dari bawah sampai atas, kemudian akan menguncinya dengan memutar-mutar sisa kawat yang ada, sampai tangan kamu nggak bisa bergerak! Benar-benar nggak bisa bergerak karena sudah terlilit kawat!”
Kembali kami disuguhkan pemandangan luar biasa. Kedua jari anak-anak benar-benar tak bisa dilepaskan! Kembali saya tegaskan ini bukan rekayasa! Bukan pula mengada-ada. Setelah beberapa menit saya biarkan, anak-anak tetap tak bisa melepaskan lilitan kawat yang mengikat kedua jarinya. Sampai akhirnya…
“Sekarang dengarkan baik-baik saya. pelan-pelan saya akan melapas simpul kawat tadi, saya akan lepaskan perlahan-lahan, rasakan tiap putaran yang akan melepas jeratan di kedua jari kamu, pelan-pelan, putar, putar, dan selesai! Sekarang lepaskan!”
Jari telunjuk dan jari tengah kembali seperti semula, ikatan kawat sudah tidak melilit lagi!
Apa yang saya praktekkan di atas memang permainan. Lantas saya membayangkan betapa dahsyatnya jika guru menerapkan hypnoteaching dalam pembelajaran, dimana guru bisa membius anak-anak dengan kata-kata yang keluar dari lisannya. Setiap kata akan membekas dalam ingatan alam bawah sadar anak-anak sehingga apa yang disampaikan guru akan selalu membekas dan terngiang di otak anak-anak untuk jangka waktu yang sangat lama.
Maka bolehlah saya mengatakan bahwa proses pembelajaran itu adalah proses take and give. Ada proses memberi dan menerima. Ketika kita sebagai guru memberinya benar-benar ikhlas, dan benar-benar yakin apa yang diberikan kepada muridnya akan benar-benar bermanfaat, pasti anak-anak akan menerimanya dengan senang hati. Tapi jika tidak, maka jangan salahkan anak-anak ketika mereka akan segera melupakan apa yang anda sampaikan, atau bisa jadi berada pada satu titik dimana kehadiran anda di kelas sama sekali tidak diharapkan oleh anak-anak. Jangan sampai initerjadi pada anda!
Penulis adalah Guru Sekolah Islam Terpadu MI Luqman Al Hakim Slawi Kab. Tegal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H