Mohon tunggu...
Tommy Hendharto Oetomo
Tommy Hendharto Oetomo Mohon Tunggu... Managing Partner @ TBrights -

Hendharto is the Founder and Managing Partner of TBright (www.tbrights.com) He has worked for the Directorate General of Taxes (Indonesian Tax Authority) for more than 18 years. With studies starting from STAN and continuing to become as a Master of Economics in Economics of Antitrust – Business Competition Graduate of the University of Indonesia, his last position in the organization was Head of Supervision and Consultation division at Foreign Corporate and Individual 1 Tax Office, Jakarta. During his employment he held several strategic and key positions. He did taxation supervision and analysis for local and multinational companies; moreover, he did the same thing for legal entities and foreigners in the Regional Tax Office of Badora since 2009. He was awarded as the best employee from Director General of Taxes in the 2010 after successfully completing several international tax cases. In 2014, Hendharto resigned from the Directorate General of Taxes. Prior establishing TBrights, he served in PT Angkasa Pura Solusi as Deputy Director of Finance. He is also an active as a trainer in various organizations and universities.

Selanjutnya

Tutup

Money

Fenomena Uber dan Implikasi Pajak di Indonesia

25 Juli 2015   19:35 Diperbarui: 13 Maret 2016   17:42 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://tbrights.com/fenomena-taksi-uber-dan-implikasi-pajaknya/

 

Taksi Uber adalah taksi yang memakai aplikasi modern dengan menggunakan mobil yang berplat warna hitam. Sejak pertengahan tahun 2014, taksi ini telah beroperasi di Indonesia. Uber sendiri merupakan aplikasi interaktif di Amerika Serikat, yang dapat digunakan dengan mudah via komputer atau smart phone yang menjadi mediasi untuk mempertemukan kebutuhan penumpang sebagai pengguna jasa dengan supir dan mobil sebagai penyedia jasa transportasi.

Taksi Uber ini merupakan alternatif transportasi yang menawarkan perkembangan transformasi dari sistem lama menjadi suatu sistem yang sama sekali berbeda namun sangat cocok dengan kebutuhan masyarakat yang mempunyai mobilitas tinggi saat ini. Taksi Uber sendiri menawarkan kenyamanan taksi dengan harga rendah dan cukup bersaing dibandingkan dengan taksi konvensional lainnya sehingga wajar mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat di tanah air maupun manca negara. Namun demikian, sejak peluncurannya di berbagai belahan dunia, taksi ini menuai banyak kontroversi terutama dari armada taksi resmi karena menggunakan mobil pribadi sebagai taksi dan tidak mempunyai status resmi yang berbadan hukum serta tidak memiliki ijin resmi beroperasi layaknya taksi konvensional.

Terlepas dari kontroversi Taksi Uber di atas, pajak tetap harus dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak. Transaksi atas jasa layanan taksi tersebut diketahui menggunakan kartu kredit. Setiap penumpang akan dikenakan charge dan membayar langsung ke Uber di Amerika Serikat. Pembagian dan pengiriman uang dilakukan oleh Uber, yaitu 20% untuk Uber dan 80% untuk pengemudi. Terdapat dua subjek pajak apabila ditinjau dari formasi transaksi bisnis ini, yaitu Uber dan pengemudi taksi. Dari sini akan muncul pertanyaan lanjutan yaitu, apakah pengemudi maupun Uber sebagai layanan aplikasi membayar pajak di Indonesia?

Mekanisme transaksi UBER dapat diilustrasikan sebagai berikut :

[caption caption="Taksi Uber"][/caption]

 

 

 

Penjelasan gambar :

  1. Pelanggan yang akan menggunakan jasa taksi UBER melakukan download aplikasi baik dari sistem Android, Blackberry, Iphone dengan mengisi data antara lainsebagai berikut :

  2. Nama, alamat sesuai identitas, foto

  3. Kartu kredit yang akan digunakan dalam pembayaran

  4. Alamat tujuan;

  5. Sistem pada aplikasi UBER akan mengirimkan data-data pelanggan ke server UBER di Amerika;

  6. Server UBER akan mengirimkan data pelanggan ke aplikasi driver taksi UBER di Indonesia. Driver taksi UBER telah terdaftar pada server UBER, dimana terdapat aplikasi tersendiri untuk menjadi driver taksi UBER, dengan data lengkap antara lain, nama, alamat sesuai identitas dan foto driver;

  7. Driver UBER yang ditunjuk akan menjemput pelanggan sesuai alamat pelanggan terdaftar, server UBER akan mengirimkan data driver taksi UBER yang akan menjemput ke aplikasi pelanggan UBER;

  8. Pelanggan diantar oleh taksi UBER ke lokasi sesuai tujuan pelanggan;

  9. Sesampainya ke lokasi, aplikasi driver akan mengirimkan data ke server UBER di Amerika, jumlah tagihan yang harus dibayar pelanggan;

  10. Jumlah tagihan tersebut dikirimkan pula dari server ke aplikasi pelanggan, dengan memotong melalui kartu kredit yang telah diinput dan disetujui pelanggan saat mendaftar pertama kali;

  11. Server UBER akan mengirimkan data ke Server Mastercard/Visa atas pemotongan kartu kredit pelanggan;

  12. Server Mastercard/Visa akan mengirimkan uang ke rekening UBER di Amerika, sesuai total pemotongan pada kartu kredit pelanggan;

  13. UBER di Amerika akan mengirimkan uang ke rekening driver taksi UBER setelah sebesar 80% dari total tagihan ke pelanggan.

 

Untuk pengemudi sebagai orang pribadi seharusnya dia menghitung pajak sendiri. Karena ia mempunyai bisnis sendiri sebagai supir serta ia bukan pegawai Taksi Uber, maka dia harus menghitung dengan sistem self assessment. Segala biaya untuk menagih, memelihara dan mendapatkan penghasilan sebagai supir taksi dapat menjadi pengurang atas penghasilan yang diterima dari Uber seperti biaya tol, parkir, membersihkan mobil, asuransi, bensin, pemeliharaan bahkan sampai dengan biaya pulsa ataupun hand phone yang dibeli dan digunakan hanya untuk menjalankan bisnis sebagai supir taksi Uber dan menghubungi calon penumpang. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan intensifikasi serta penyuluhan atas pengemudi tersebut agar dengan suka rela mau melaporkan dan membayar pajak ke Negara.

 

Uber sendiri tidak membuka kantor cabang di Indonesia. Uber pun tidak mempunyai kendaraan sendiri maupun pengemudi. Dia hanya fasilitator berupa aplikasi berbasis teknologi yang mempertemukan calon penumpang dengan mobil dan pengemudinya. Pegawai yang ia rekrut untuk mengelola manajemen ataupun mengelola keuangannya pun tidak diperlukan di Indonesia, karena pegawai tersebut dapat saja bertempat tinggal dan bekerja di Negara lain.  Karakteristik dan transaksi bisnis seperti ini dapat dijalankan di Negara manapun sehingga memungkinkan tidak memerlukan kantor ataupun kendaraan untuk menjalankan usahanya bisnisnya sehingga Uber tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap dan Indonesia sebagai negara sumber tidak dapat memajaki. Apabila lokasi server yang dikejar oleh otoritas perpajakan untuk menentukan kehadiran fisik atas suatu BUT, hal ini sudah tidak relevan atau penting karena lokasi server dapat dipindah-pindah ke Negara lain dengan mudah.

 

Namun berdasarkan asas keadilan seharusnya Negara sumber berhak mendapatkan hak pemajakan atas bisnis ini. Untuk transaksi antara Negara Indonesia dan Amerika Serikat, bisnis e-commerce atau bisnis online ini seluruh keuntungannya berasal dari Indonesia. Bahkan, mobil, pengemudi, maupun aktivitasnya pun mampu dijalankan oleh Uber karena menggunakan infrakstruktur yang ada di Indonesia sehingga wajar saja apabila Indonesia sebagai Negara sumber selayaknya mendapatkan hak pemajakan. Dengan berkembangnya pola bisnis e-commerce, peraturan perpajakan baik Undang-undang Pajak Penghasilan maupun Treaty Indonesia-Amerika Serikat harus direvisi agar BUT dapat ditentukan bukan hanya berdasarkan kehadiran fisiknya saja. Selain itu, DJP dibantu dengan instansi pemerintah lainnya harus dapat melakukan diplomasi dan penekanan keras agar Uber mendirikan perusahaan atau kantor cabang supaya dapat beroperasi di Indonesia, dengan ancaman melarang Uber beroperasi di Indonesia, misalnya. Kantornya pun harus mempunyai rekening banknya sendiri sehingga segala pembayaran harus melewati bank di Indonesia, agar jumlah uang yang diterima maupun dikirim ke luar negeri mudah diawasi.

 

Memang fenomena serta kontroversi Taksi Uber, bukan hanya terjadi di Indonesia saja namun juga di berbagai Negara lain, namun tetap saja DJP atau pemerintah sulit untuk memaksakan kepada suatu pihak bagaimana suatu bisnis akan dijalankan. Selain itu, pertumbuhan Taksi Uber terjadi akibat kebutuhan masa kini untuk transportasi penumpang. Supir taksi juga mendapatkan tambahan penghasilan dari bisnis ini sehingga menggulirkan roda perekonomian. Namun demikian hal ini tidak adil bagi taksi lain yang beroperasi secara resmi dan membayar pajak. Ini merupakan tantangan bagi DJP untuk menerapkan azas keadilan bagi pengenaan pajak di Indonesia dan melakukan perubahan peraturan, diplomasi serta penekanan perlu dilakukan mengingat perkembangan bisnis di era globalisasi ini sudah semakin cepat perkembangannya.

 

By Olina Rizki Arizal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun