Pekan Olahraga dan Seni Madrasah (Porsema) kabupaten Banyumas, telah terlaksana pada hari ini (23/2). Kegiatan tersebut diadakan oleh Pimpinan Cabang Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Kabupaten Banyumas. Dilaksanakan di kompleks MI Ma’arif NU Kaliwangi Kecamatan Purwojati, Banyumas.
Jenis-jenis lomba yang diperebutkan antara lain kaligrafi, puisi religi putra dan putri, tenis meja beregu putra dan putri, marathon 5 KM Putra dan putri, catur putra dan putri, dan pencak silat wiraloka putra dan puri, serta pidato bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Kegiatan tersebut, tidak hanya mengadu kemampuan masing-masing peserta. Tetapi, mereka juga beradu kekuatan fisik dan mental. Seperti lomba yang satu ini, LARI MARATHON 5 KM. Mereka harus kuat dalam beradu kekuatan dan kecepatan.
Kekuatan? Yaa, kekuatan.
Sebelum mereka menginjak garis start, terlebih dahulu hujan mengguyur begitu lebat. Akhirnya, mereka harus berteduh agar tidak kehujunan. Mereka berteduh di sekitar Puskesmas Kecamatan Purwojati.
Rintik-rintik hujan sedikit mereda. “Pritttt,” terdengar suara peluit di pinggir jalan, tapat digaris start. Peserta marathon kembali ke tempat perlombaan. Mereka bersiap untuk beradu kecepatan. Mendapat kesempatan pertama adalah peserta perempuan. Peluit itu kembali berbunyi, pertanda mereka memulai melangkahkan kaki untuk menuju garis finish.
10-15 menit berselang. Para peserta laki-laki bersiap. Peluit itu kembali berbunyi untuk ketiga kalinya. “Astaghfirulloh,” mungkin kata itu pantas diucapkan. Melihat dari sisi kanan garis start. Nampak peserta berbondong-bondong terjatuh. Mungkin itu tidak disengaja. Tapi itu sangat membahayakan.
Menurut salah satu peserta yang terjatuh,(tidak saya sebutkan namanya) dia terdorong dari belakang, akhirnya menabrak yang depan. Dan beberapa peserta terjatuh. Alhasil, ada salah satu peserta yang kakinya luka. Namun, peserta tersebut enggan keluar dari arena lomba. Dia bangun dan berlari.
Mereka Tetap Bersemangat
Di bawah rintikan hujan yang semakin membasahi permukaan jalan. Peserta marathon tetap teguh pada pendiriannya, yaitu melanjutkan sampai garis finish. Saya mencoba mengikuti mereka dari belakang. Tertutup rapat sudah tubuh ini oleh mantrol. Yang saya ambil dari bagasi motor punya salah satu guru di tempat saya mengabdi.
Hujan semakin deras, disertai dengan petir kecil. Orang sering menyebutnya dengan kata “Beledegh”. Nampak peserta ada yang sudah mulai berjalan, ada juga yang berhenti sejenak, dan ada juga yang masih dengan semangatnya berlari.