Dialog Bujuk Tompeng dan Bujuk Sarabe.
Alkisah dahulu di masa Bujuk Tompeng (Batsaniyah) ada seorang yang penuh karamah dan di hormati di daerah Pamekasan. Bujuk Sarabe namanya, karena dorongan jiwa yang di provokasi syaitan, beliau merasa risih dan kepanasan mendengar seseorang menyaingi kekeramatannya di telatah Madura, maka timbullah maksud hati untuk menjajal ilmunya agar di ketahui khalayak siapa yang pantas di pertuan guru di tanah pamekasan.
Sebelum Bujuk Sarabe berangkat, beliau persiapkan segala kemampuan dhahir bathiinnya untuk menghadapi uji kesakatian ini. Setelah tirakat mempertajam ilmu dan yakin akan kemampuannya, maka berangkatlah sang Bujuk ke daerah batu ampar untuk mengunjungi sang Bujuk Tompeng lengkap dengan membawa keris Aji dan para pengawal dari para murid jawaranya.
Ketika itu, putra Bujuk Tompeng,yang bernama Su’adi yang dikenal dengan Abu Syamsuddin masih dalam masa kanak-kanak. Beliau saat kejadin itu sedang bermain layang-layang di pematang sawah dengan asyiknya. Tiba-tiba Su’adi kecil di kejutkan oleh suara orang menyapa padanya. Ternyata Bujuk Sarabe dan anak buahnya sedang kebingungan mencari rumah Bujuk Tompeng. Bujuk Sarabe tidak sadar, anak kecil yang dia sapa itu adalah putra Bujuk yang dia akan jajal kedigdayaannya.
Karena sudah berkeliling mencari kediaman Bujuk Tompeng, akhirnya Bujuk Sarabe bertanya kepada anak kecil yang bermain layangan tadi. Beliau bertanya dengan congkaknya, ”Nak, di mana rumahnya Bujuk Tompeng ? aku ingin menjajal kesaktiannya.” anak tersebut hanya menunjuk arah dalem Bujuk Tompeng yang memang di dekatnya. Bergembiralah Bujuk Sarabe karena telah dekat dengan orang yang di carinya itu.
Setelah sampai disana Bujuk Sarabe menemukan penghuninya sebagai orang tua yang sederhana dan tak nampak keangkerannya. Lalu dengan nada tinggi dia bertanya kepada orang yang memang Bujuk Tompeng itu sendiri.
”ki sanak, mana yang namannya Bujuk Tompeng ? aku ingin bertemu.” .Bujuk Tompeng balik tanya dengan halus.
”untuk apa aki mencarinya?”.
”aku ingin mengadu kesaktian dengannya. Agar orang-orang tahu siapa yang pantas untuk di hormati dan di tuakan oleh mereka”,jawab Bujuk Sarabe.
”kisanak, ilmu itu bukan untuk di pertontonkan, apalagi untuk menyakiti orang lain, tapi ilmu itu untuk kebajikan dan menolong orang yang sedang kesusahan”, Bujuk Tompeng menimpali.
Bujuk Sarabe dengan ketus menyela ”pak tua,jangan banyak omong.mana Bujuk Tompeng.aku sudah bersusah payah kesini ingin mengalahkannya dalam adu kesaktian”.sang Bujuk mnjawab dengan santai.
”Ma’af kisanak,dalam dua tahun ini berapa kali kisanak buang angin (ngentut)?begitu berani kisanak mau menantang Bujuk tumpeng”.Bujuk Sarabe menjawab dengan sombongnya,
”hahaha…aku buang angin dua kali dalam setahun.mana dia berani menghadapiku”.Bujuk Tompeng menjawab dengan tenang.
”sebaiknya kisanak kembali ke tempat kisanak,kl kisanak sudah selama dua tahun tidak pernah buang angin (ngentut),kisanak kesini lagi”.dengan marah Bujuk Sarabe langsung menyuruh anak buahnya mencabut senjata mereka dan menghabisi orang tua itu.
Bluaaarrrrr…..bagai suara bledek di siang bolong, semua senjata anak buah BUJUKSarabe sudah tinggal warangkanya saja, senjatanya hilang entah kemana, yang lebih ajaib, Bujuk Sarabe merogoh gagang keris pusakanya dengan gemeter, karena dia tidak menemukan kerisnya ada di tempatnya.
Merasa telah kalah digdaya, sebagai pendekar ksatria beliau bersimpuh meminta ma’af dan berjanji akan bertaubat dan mengamalkan ilmunya untuk kebaikan beliau Sarabe berujar, ”Tuan torhormat, boleh tahu siapa Anda ?”.
“Ya..aku yang bernama batsaniyah.orang memenggilku Bujuk Tompeng “ jawab beliau.
Bertambahlah kecintaan dan kata’dhiman Bujuk Sarabe kpd beliau, karena selain digdaya beliau mempunyai akhlak santun dan mulia. Sebelaum pamit Bujuk Sarabe memohon agar senjata pusaka mereka di kembalikan seperti semula. Lalu Bujuk menunjuk agar mereka bertanya kepada anak yang bermain layangan di sawah yang pernah mereka temui sebelumnya. Ternyata anak itu bernama Su’adi putra Bujuk Tompeng.
Atas petunjuk Bujuk Tompeng, rombongan Bujuk Sarabe menuju ke tempat Su’adi yang sedang bermain layang-layang. Sebelumnya mereka meminta ma’af dan memohon agar Su’adi berkenana mengembalika pusaka mereka. Anak itu tanpa menjawab menunjukkan bahwa senjata mereka ada di atas tumpukan kotoran sapi (bahasa Maduranya laththong). Dari kisah inilah tersebar gelar untuk anak itu sebagai Bujuk Lathong,karena walau masih anak-anak sudah dapat mengalahkan orang digdaya dengan melumpuhkan mereka tanpa sadar.dan momentnya berhubungan dengan kotoran sapi (Lathong).
Begitulah sebagian kisah manaqib kemulyaan mereka para wali Batu Ampar. kekasih Allah yang bermujahadah untuk kemaslahatan umat manusia.amiin barakallahu lana walakum bi sababihim, wabihubbina ilahim min auliyaa ihiil muhibbiiin…
Bersambung >> Bag-4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H