Mohon tunggu...
TBIO 1 Santi
TBIO 1 Santi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Khas Jember

Tadris Biologi 1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Petik Laut bagi Masyarakat Lokal dan Masyarakat Modern di Pulau Gili Ketapang

18 April 2024   14:05 Diperbarui: 18 April 2024   14:11 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki banyak sekali kearifan lokal dan tradisi di berbagai daerahnya masing-masing. Di setiap tempat yang berbeda akan memiliki tradisinya sendiri. Bagi wilayah yang ada di pegunungan maka akan ada tradisi yang berhubungan dengan gunung ataupun alam sekitarnya, dan bagi wilayah yang berada di pesisir pantai maka akan muncul tradisi yang berhubungan dengan laut ataupun alam dan sekitarnya. Begitula pula yang terjadi di Pulau Gili Ketapang, Pulau ini merupakan pulau yang sangat kecil yang terletak di kabupaten Probolinggo. Sebagian besar masyarakatnya merupakan suku Madura pandalungan. Mereka menggunakan bahasa madura serapan dari bahasa madura asli yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Karena Desa tersebut merupakan sebuah pulau kecil maka daerahnya merupakan daerah pesisir. Otomatis masyarakat disana hampir semuanya bermatapencaharian sebagai nelayan. Karena daerah disana merupakan pesisir dan masyarakat disana menggantungkan hidup mereka pada hasil di laut maka cenderung muncul tradisi yang berhubungan dengan laut dan hasilnya yaitu tradisi petik laut. Masyarakat yang ada di pesisir biasanya punya pemikiran dan cara pandang tersendiri. Seperti halnya masyarakat di Gili Ketapang yang memandang laut sebagai sumber daya dan sumber kesejahteraan bagi kehidupan mereka. Untuk itulah biasanya masyarakat pesisir memiliki ritual tersendiri yang sudah menjadi tradisi turun-temurun yang sudah dilakukan terlebih dahulu oleh nenek moyang terdahulu sebagai bentuk rasa syukur mereka dan juga harapan serta doa bagi mereka.

Tradisi petik laut merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Gili Ketapang setiap dua atau tiga tahun sekali. Tradisi ini merupakan bentuk masyarakat disana bersyukur atas hasil yang di dapat dari hasil laut. Petik laut dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama dari masyarakat dalam menentukan tanggal dan waktunya. Jadi tidak ada ketetapan pasti atau jadwal tradisi ini dilakukan, hanya mengandalkan musyawarah bersama. Jika dirasa sudah lama tidak dilakukan tradisi petik laut, maka akan segera dilakukan. Ada beberapa acara yang biasanya dilakukan saat diadakannya tradisi petik laut yaitu : 

1. Warga akan melakukan selamatan bersama terlebih dahulu, dimana selamatan tersebut akan di pimpin oleh tokoh masyarakat yang ada disana.

2. Kemudian warga akan menyiapkan sebuah kapal yang berukuran kecil yang nantinya akan di lepaskan di tengah laut setelah di isi oleh beberapa barang yang punya arti tertentu bagi masyarakat disana. Biasanya terdapat kepala sapi, baju, perlengkapan dapur, sandang pangan, dan jika Desa sedang naik ekonominya maka akan ada emas yang akan di pakaikan di kepala sapi. Kapal yang sudah berisi berbagai macam kebutuhan sehari-hari tersebut akan ditarik dengan menggunkan kapal besar mengelilingi pulu Gili terlebih dahulu sebelum akhirnya akan di tabrak dan di tenggelamkan.

3. Kemudian di malam harinya, akan ada acara hiburan berupa ludruk yang diundang langsung dari madura dan di tonton bersama-sama oleh masyarakat Gili Ketapang.

Tradisi Petik laut ini dilakukan atau di ikuti oleh semua warga Gili Ketapang. Baik itu orang tua, remaja, bahkan anak-anak. Akan tetapi tidak semua masyarakat memiliki pemikiran yang sama dalam melaksanakan tradisi tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur terhadap hasil laut. Bagi masyarakat lokal tradisi tersebut wajib dilakukan sebagai bentuk rasa syukur, karena semua masyarakat disana bermatapencaharian nelayan. Bahkan mereka percaya jika tradisi tersebut tidak dilaksanakan maka akan terjadi bencana di laut, ikan tidak akan bermunculan, dan penghasilan mereka akan tercekik selama bertahun-tahun. Masyarakat lokal disana semuanya adalah muslim, akan tetapi kepercayaan tehadap tradisi masih sangatlah kental. Bagi mereka melawan tradisi artinya melawan nenek moyang terdahulu dan itu bukanlah tindakan baik yang tentunya akan ada balasan tertentu. Masyarakat lokal di gili ketapang masih memiliki hubungan spiritual yang sangat lekat dengan alam. Mereka masih menganggap apapun yang ada di sekitar mereka bisa membalas segala tindakan yang mereka lakukan. Mayarakat di sana masih sangat percaya bahwa laut, nelayan, dan pulau mereka akan terjaga saat petik laut dilaksanakan. Masyarakat di sana juga sangat menggantungkan hidup mereka pada hasil laut.

Lalu bagaimana dengan masyarakat modern yang ada disana? Masyarakat yang bisa dikatakan masyarakat modern yang ada di pulau Gili Ketapang adalah orang-orang yang memiliki kedudukan di kantor Desa, Guru, remaja-remaja yang melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, ataupun masyarakat yang pemikirannya mulai maju dan terbuka. Bagi mereka tradisi tradisi petik laut utamanya bagi perangkat desa hanyalah tradisi yang dilakukan secara rutin untuk merayakan bersama dan tidak memiliki arti apapun. Mereka hanya melaksanakan tradisi tersebut mengikuti masyarakat lokal disana. Tradisi tersebut dilakukan hanya untuk melestarikan budaya saja agar tidak hilang dan sebagai sarana hiburan rutin setiap dua atau 3 tahun sekali. Sedangkan bagi remaja-remaja yang melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah tentu saja pemikiran mereka akan lebih terbuka. Terlebih mereka lebih banyak menghabiskan waktu mereka di kota orang dan jauh dari rumah mereka yang ada di Gili Ketapang, hal itu tentu saja sangat mempengaruhi pola pikir mereka terhadap adat istiadat maupun tradisi yang ada dan yang di lakukan oleh masyarakat di Gili Ketapang. Tentu saja remaja-remaja itu tidak akan mengaitkan tradisi petik laut tersebut dengan hal-hal yang menjurus ke spiritual atau hubungannya dengan alam. Mereka akan lebih memilih untuk menikmatinya sebagai hiburan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun