DINAMIKA politik menuju pesta demokrasi pada 2024 demikian dinamis. Pembentukan poros atau koalisi di antara partai-partai terus berjalan, di samping yang sudah eksis seperti meleburnya Golkar, PAN dan PPP di Koalisi Indonesia Baru (KIB). Gerindra dan PKB sudah bersepakat dalam Koalisi Indonesia Raya (KIR). Tiga partai parlemen lainnya, yakni NasDem, Demokrat dan PKS, terus berinteraksi untuk membangun Koalisi Perubahan (KP).
Poros atau koalisi yang sudah terbentuk belum berpuas diri. Sudah menjadi pengetahuan umum jika elit dari partai-partai penyokong KIB dan KIR tak mengurangi agresivitasnya dalam merayu calon-calon anggota baru.
Sebelum merebaknya kabar terkait rencana rujuk Gerindra dangan PKS, KIB sebenarnya sudah lebih dulu mengajukan tawaran bergabung kepada kedua partai. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto berulangkali menyebut jika pihaknya terus menjalin komunikasi dengan partai-partai parlemen lainnya, baik yang berada dalam koalisi pemerintah atau di luar koalisi pemerintah.
Di antara sembilan partai parlemen hanya Demokrat dan PKS yang bukan partai pro pemerintah. Oleh karena itu tetaplah menjadi sebuah ironi saat roda pemerintahan masih berjalan tiba-tiba NasDem, yang sejak awal menjadi partai koalisi pemerintah, belakangan memilih bergabung dengan Demokrat dan PKS untuk membangun KP.
Pada perkembangannya kemudian rencana pendirian KP terus digoyang. Di samping masalah internal yang membuat pendirian KP terus terhambat, goyangan bakal terwujudnya KP, ya, dari tawaran yang diajukan poros atau koalisi lainnya kepada partai pengusung KP.
Memang tidak ada satu pun tawaran untuk mengajak NasDem. Ini tentunya karena NasDem yang memicu perdebatan dengan mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (bacapres) di Pilpres 2024. Ini juga yang membuat partai-partai lainnya terkesan memusuhi NasDem, kecuali Demokrat dan PKS yang bersama NasDem sejak awal sudah punya rencana membentuk KP.
Beberapa waktu lalu Airlangga Hartarto berbicara kepada media terkait akan segera bergabungnya beberapa partai baru ke dalam KIB. Ada partai parlemen ada yang di luar parlemen. Ini menimbulkan pertanyaan di benak publik dan elit partai-partai lain. Apalagi, tersembul pesan kuat jika salah satu dari partai tersebut adalah PKS.
Setelah pernyataan Airlangga Hartarto, isyarat bergabungnya PKS ke dalam KIB kembali disampaikan oleh Ketum PAN Zulkifli Hasan. Terbaru, Zulhas bahkan juga menyebut jika KIB sangat berbahagia jika Gerindra turut bersedia bergabung.
Berkaca dari dialektika politik terkait pilpres, ajakan bergabung KIB untuk Gerindra mungkin agak sulit masuk akal. Rencana penggabungan tersebut tentu akan dikait-kaitkan dengan wacana penetapan presiden dari poros yang pertama terbentuk itu.
Kader dan grass-root Golkar, sebagai partai terbesar di KIB, terus berupaya menggolkan Airlangga Hartarto sebagai capres dari KIB. Ini pasti tidak sejalan dengan keinginan kader dan akar rumput Gerindra yang juga mati-matian mempertahankan keinginannya untuk menjadikan Prabowo Subianto sebagai calon pemimpin masa depan.