Ketetapan pemerintah dalam menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dari Rp.8.500 menjadi Rp.7.600 dan solar dari Rp.7.500 menjadi Rp.7.250 per liter, yang berlaku pada awal bulan tahun 2015, bahkan pemerintah merencanakan penurunan kembali harga BBM di bulan berikutnya. Penurunan harga BBM per 1 Januari 2015 membawa angin segar bagi para sopir angkutan umum, pasalnya dengan hal itu akan mengurangi pengeluaran mereka untuk kebutuhan kendaraannya. Namun, dengan penurunan harga BBM itu tidak memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat pengguna moda transportasi umum.
Sampai saat ini, banyak masyarakat yang mengeluhkan tidak seimbangnya penurunan harga BBM dengan kebutuhan yang masih tetap tinggi, seperti para pengguna jasa angkutan umum, karena tarif yang saat ini ditetapkan masih sama dengan tarif pasca kenaikan BBM 2014 lalu. Sejumlah sopir angkutan umum enggan menurunkan tarif angkutannya, dengan alasan harga perawatan mobilnya seperti Sparepart dan Oli yang masih tinggi.
Dalam kebijakan penetapan tarif angkutan umum, Organisasi Angkutan Darat (Organda) bersama Dinas Perhubungan (Dishub), harus mengkaji ulang tarif dasar angkutan umum pasca turunnya harga BBM. Dengan adanya pengkajian ulang diharapkan akan menemukan sebuah solusi dari dampak turunnya harga BBM. Bersamaan dengan itu, penyedia transportasi yang kebanyakan di pimpin oleh pihak swasta, harus mempertimbangkan tarif pasca kenaikan harga BBM. Â Karena moda transportasi umum adalah salah satu fasilitas publik dari pemerintah, yang diharapkan bisa mengurai tingkat penggunaan kendaraan umum dijalan raya, tetapi jika tarifnya mahal bahkan fasilitasnya tidak sesuai dengan tarif yang berlaku, maka masyarakat akan lebih memilih untuk menggunakan kendaran pribadi dalam beraktivitas.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dinas perhubungan dan organda dalam mengatasi persoalan tarif angkutan umum, dengan perbandingan turunnya harga BBM. Pertama pemerintah harus menurunkan tarif angkutan umum serta melakukan koordinasi dengan organda untuk menyesuaikan tarif angkutan umum dengan harga BBM yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan arahan kepada para sopir angkutan umum, serta pertimbangan BBM yang dikeluarkan dengan tarif yang diterima. Kedua menjaga kestabilan harga Sparepart dan Oli, agar tidak menyebabkan efek domino antara penurunan harga BBM dengan tidak diturunkannya tarif angkutan umum, karena itu yang menjadi banyaknya alasan tarif angkutan umum tidak bisa mengikuti harga BBM yang sedang turun.
Terakhir, jika tarif angkutan umum tidak dapat menyesuaikan dengan turunnya harga BBM, maka pemerintah harus membenahi fasilitas moda transportasi umum menjadi lebih layak dan nyaman, karena saat ini masih banyak angkutan umum yang tidak memenuhi standart kelayakan, mulai dari kondisi kendaraan yang sudah using, sampai kepada tingkat keamanan yang masih sangat minim, sehingga banyak terjadi kejahatan yang dilakukan di dalam angkutan umum.
Dalam proses pembenahan moda transportasi umum ini perlu adanya kerjasama semua pihak. Penyedia jasa angkutan umum dan pemerintah harus memberikan fasilitas yang baik, agar masyarakat pengguna transportasi umum merasa nyaman dalam menggunakannya. Begitupun juga masyarakat, harus bisa menjaga dan memanfaatkan sebaik mungkin fasilitas transportasi umum yang disediakan oleh pemerintah. Ketika keduanya sudah berjalan, maka tarif yang tinggi tidak lagi menjadi persoalan, karena fasilitas yang disediakanpun sesuai. Contohnya seperti Kereta Api, meskipun harga tiket yang ditetapkan naik tetap tidak menjadi masalah besar, karena fasilitas serta kenyamanan yang diberikan sesuai dengan harga tiket yang mereka bayar dan masyarakat merasa nyaman.
Penulis : Mahasiswa Jurusan Politik Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H