Mohon tunggu...
Tazkia Kusmanandyah Putri
Tazkia Kusmanandyah Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Parenting VOC: Batas Tipis antara Tegas dan Tertindas

6 Juni 2024   10:53 Diperbarui: 13 Juni 2024   12:25 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, media sosial kerap diramaikan oleh istilah parenting VOC yang menjadi salah satu alternatif gaya asuh orang tua jika perilaku anaknya tidak sesuai dengan aturan. Gaya asuh ini disebut gaya parenting VOC karena sesuai dengan konsep kongsi dagang Belanda pada masa penjajahan yang serba "keras", sehingga gaya asuh ini pun menekankan kedisiplinan, aturan yang keras, dan otoritas dari orang tua yang kuat. Sebelum adanya tren ini, gaya asuh semacam parenting VOC disebut dengan gaya asuh otoriter. 

Dampak Parenting VOC

Menurut sebagian masyarakat, pendekatan gaya asuh ini dianggap lebih efektif karena dapat membuat anak menjadi mudah disiplin dan paham akan aturan. Namun, pada hakikatnya, semua hal yang otoriter merupakan suatu bentuk tindakan negatif yang dalam hal ini, akan menimbulkan dampak besar bagi perkembangan psikologis anak. Para ahli pun mayoritasnya mengatakan bahwa parenting VOC bukanlah gaya asuh yang tepat karena orang tua cenderung mengabaikan persepsi anak mereka. Selain itu, banyak penelitian yang membuktikan bahwa gaya asuh otoriter seperti ini memiliki nuansa negatif yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak, mulai dari timbulnya masalah kepribadian dan gangguan perilaku, hingga ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan baik di lingkungan sosialnya.

Walaupun terdapat sebagian anak yang tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan memiliki mental yang kuat saat diberi gaya asuh seperti ini, tetapi tidak sedikit pula jumlah anak yang menjadi korban dari dampak negatifnya parenting VOC. Gaya asuh yang dianggap efektif dan dimaksudkan untuk kebaikan anak ini justru membuat anak merasa tidak nyaman untuk mengekspresikan perasaannya. Hal tersebut akan menyebabkan anak menjadi tidak percaya diri, tidak berani mengambil keputusan, hingga cenderung berperilaku tidak wajar seperti berbicara sendiri atau lebih suka menghabiskan waktu di luar rumah.

Dengan banyaknya hasil penelitian dan pembuktiannya, tidak seharusnya praktik gaya asuh otoriter tetap diterapkan oleh para orang tua di masa modern ini. Di Indonesia sendiri, pada kenyataannya parenting VOC masih banyak dilakukan, terutama oleh orang tua yang kurang memiliki informasi dan pemahaman yang memadai mengenai jenis gaya asuh dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak. 

Pada salah satu platform media sosial, yaitu X atau yang biasa dikenal sebagai Twitter, terdapat banyak penggunanya yang speak up atas adanya parentingVOC ini dalam perspektif masing-masing, sebagai anak yang terdampak dari gaya asuh yang kurang tepat. Seperti hasil penelitian, salah satu efek dominan yang dirasakan oleh mereka ialah munculnya rasa takut untuk mengekspresikan perasaannya, terutama di depan orang tua mereka. Hal itu menunjukkan bahwa gaya asuh otoriter mengakibatkan kurangnya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak, karena anak berpikir bahwa perasaan yang ia ungkapkan akan menjadi suatu hal yang salah di mata orang tuanya.

Solusi

Oleh karena itu, di era modern seperti ini, para orang tua di Indonesia perlu mengubah gayaparenting VOC menjadi gentle parenting. Tujuan dari gentle parenting sebenarnya sejalan dengan gaya asuh otoriter, namun pada gaya asuh ini, orang tua akan memberikan pengertian, rasa hormat, dan empati terhadap anaknya. Pada gaya parenting VOC, orang tua bertindak tegas dan cenderung mendikte anaknya dalam melakukan berbagai hal, sehingga tidak heran apabila anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri. Namun, pada gentle parenting, orang tua tetap bertindak tegas, tetapi mereka juga tetap memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berpendapat dan mengambil keputusan sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, penuh percaya diri, serta berani mengambil keputusan.

Pada dasarnya, efek parenting VOC ini tidaklah muncul secara langsung. Efek ini akan terasa jika parenting VOC dilakukan dalam kurun waktu yang lama sehingga menimbulkan trauma pada psikologis anak. Maka dari itu, tidak ada kata terlambat bagi para orang tua untuk mengubah gaya asuhnya agar anak merasa dilibatkan dalam peranannya di keluarga. Masyarakat juga perlu berhenti dalam menormalisasikan parenting VOC, terutama terhadap kelompok masyarakat dengan suku tertentu yang memiliki aksen keras seperti sedang membentak. Terlepas dari aksennya, seluruh anak dari keluarga manapun harus tetap memiliki kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas dan belajar mengambil keputusan sendiri yang tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua dalam membimbing anak-anaknya.

Referensi

Bella, A. (2023, Mei 12). Gentle Parenting, Pola Asuh Anak dengan Pendekatan yang Lembut. Retrieved from Alodokter: https://www.alodokter.com/gentle-parenting-pola-asuh-anak-dengan-pendekatan-yang-lembut

Berita Hari Ini. (2024, Maret 22). Mengenal Parenting VOC yang Viral di TikTok dan Dampaknya bagi Anak. Retrieved from Kumparan: https://kumparan.com/berita-hari-ini/mengenal-parenting-voc-yang-viral-di-tiktok-dan-dampaknya-bagi-anak-22Oq70r9zAp/full

Ilham, L. (2022). Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap Perkembangan Anak. Islamic EduKids: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Vol. 4(2), 63-73.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun