"wahid, isnain, tsalaasa.."
Sore biasanya menjelang magrib kalau mudabbir sudah datang dan menghitung begitu sampai sepuluh, siap-siap sudah. Barangkali yang baru datang mandi langsung asal-asalan yang penting asal badan tersiram sajalah. Bagi yang mandinya tidak selesai-selesai alias baru datang dan baru tersiram setimba air dan belum tersentuh sabun sedikitpun, aduh maka rasakanlah cubitan-cubitan mudabbir yang galak itu.
Ada yang bilang "sumur keramat" karena biasanya kalau lewat sumur itu tengah malam tiba-tiba ada yang melihat sesosok perempuan lagi mencuci katanya. Menurut versi santri lainnya, kadang juga hanya terdengar suara orang sedang mencuci atau mandi.Â
Sosok penampakannya sendiri beragam, kadang dengan tampilan rambut hitam panjang dan jubah putih yang sampai menutupi kaki atau kadang juga hanya sosok hitam seperti baying-bayang. Hii.., cerita itu saja kadang sudah cukup untuk bikin saya merinding kalau lewat sumur itu tengah malam.
Tapi tidak kalah heboh juga kalau sedang hujan deras,karena disinilah sisi lain dari sumur ini terlihat. Kadang sambil main hujan sumur ini justru jadi tempat ajang lompat indah untuk santri-santri berandal.Â
Saya pun termasuk jajaran pelompat indah terbaik waktu itu. Aturan mainnya sederhana, jangan sampai ketahuan oleh mudabbir. Ketahuan sedikit saja, minimal rambut dikepala jadi taruhannya (dengan kata lain botak).
Walaupun seperti itu, sensasi yang kami rasakan tidak kalah luar biasa.saat-saat dimana kaki mulai melompat lepas dari pijakan dan melayang diudara lalu terjun bebas masuk kedalam sumur. Byuurr.. jauh masuk kedalam sumur menembus air. Tenggelam dan kemudian muncul beberapa saat kepermukaan.
"Kau lihat itu bung, lompatan terdahsyatku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H