Mohon tunggu...
Tax Center FIA UB
Tax Center FIA UB Mohon Tunggu... Mahasiswa - Unit Laboratorium Tax Center, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Unit Laboratorium Tax Center, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penerapan Nexus Tax Sebagai Solusi Pajak Digital Berbasis Platform Digital dan Gig Economy

12 Oktober 2024   21:02 Diperbarui: 12 Oktober 2024   21:13 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh: Yohanes Kevin Candra Kartika Yamahuchi

Ekonomi digital semakin berkembang signifikan sejak awal abad ke-21 sehingga semakin berkembang pula fenomena dan tantangan yang muncul dalam sistem perpajakan global. Kini hampir semua hal dapat dijumpai melalui internet berbasis online. Ekonomi digital ini tentu berdampak pula pada sistem perpajakan di Indonesia.


Meskipun bentuk dan praktik administrasi pajak telah berevolusi selama ribuan tahun, terdapat satu hal yang tetap konstan, bahwa administrasi pajak yang sukses adalah administrasi pajak yang mampu mengidentifikasi, memahami, dan memanfaatkan ekosistemnya untuk menghasilkan pendapatan (Steinmo, 2018).


Menyorot tantangan yang kini muncul adalah fenomena dimana kegiatan bisnis dapat menghasilkan keuntungan walaupun tidak memiliki kantor maupun Bentuk Usaha Tetap (BUT) di suatu daerah dimana organisasi tersebut profit. Di era ini "kehadiran fisik" tidak lagi bisa dijadikan sebagai acuan, karena ekonomi digital yang berbasis online dapat memungkinkan perusahaan mendapatkan pelanggan secara global.


Nexus Tax memungkinan pajak dipungut dari perusahaan atau organisasi yang hadir secara fisik maupun tidak memiliki keberadaan fisik nyata di Indonesia, tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia. Pajak ini dilatarbelakangi oleh adanya Inclusive Framework yang digaungkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Inclusive Framework ini memuat dua pilar, dimana Nexus Tax memiliki beberapa kemiripan dengan pilar pertama yaitu Unified Approach. Pilar pertama ini membahas mengenai solusi yang menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital, melalui perombakan sistem perpajakan intenasional yang tidak lagi berbasis kehadiran fisik (Asmarani, 2021).


Keberhasilan dalam menerapkan sistem perpajakan elektronik diperlukan pemerintah dalam cakupan global dengan berbasis teknologi digital, karena pajak tidak dapat dihindari dan fakta bahwa hal ini memberikan jangkauan keterlibatan yang paling luas antara pemerintah dan wajib pajak terlepas dari karakteristik demografisnya (Economides & Terzis, 2008).
 
Penerapan pajak digital di Indonesia dimulai pada tahun 2020 dimana diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2020 yang kemudian dijabarkan secara jelas dan tegas didalam PMK Nomor 60/PMK.03/2022 Tahun 2022. Berkaitan dengan Nexus Tax, pemerintah telah menerapkan regulasi sebagai tindak lanjut dari pajak digital. "Nexus" dalam konteks perpajakan berarti adanya hubungan yang menghubungkan aktivitas bisnis dengan yurisdiksi pajak di wilayah tertentu. Regulasi yang diterapkan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk transaksi elektronik yang bisa diinovasikan kepada Gig Worker berupa pemajakan terhadap Gig Economy.


Nexus Tax dapat dikenakan dari skema PPN dengan diklasifikasikan dalam dua jenis, yakni
a.   Nexus Fisik, dimana perusahaan seperti e-commerce memiliki kantor, karyawan yang bekerja, dan memiliki aset di negara pasar. Pajak Nexus ini dapat dikenakan atas kehadiran fisik tersebut.
b.  Nexus Ekonomi, dimana perusahaan tidak memiliki kantor maupun karyawan di negara pasar. Nexus Ekonomi ini dapat diterapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
*         Mencapai threshold atau ambang batas penjualan tertentu di suatu wilayah negara. Apabila penjualan melebihi dari threshold yang ditetapkan dan disetujui, maka perusahaan tersebut akan dikenakan pajak.
*         Memiliki basis pelanggan yang besar di negara pasar.
*         Menggunakan platform digital lokal.
*         Memiliki hubungan kerjasama dengan pihak ketiga yang berada di negara pasar. Hubungan ini dapat dikenakan pajak karena adanya pemanfaatan jasa kepada pihak ketiga atas penjualan suatu produk, tentu dengan menghindari adanya potensi pajak berganda.


Dalam skema PPh, Nexus Tax dapat dikenakan pada kegiatan ekonomi gig. Gig economy dapat disebut sebagai sistem ekonomi yang menunjukkan kondisi di mana orang dapat bekerja dengan bebas karena berjalan secara independen dan fleksibel. Gig economy juga dapat dikatakan sebagai sistem pasar tenaga kerja yang memungkinkan perusahaan untuk merekrut pekerja dalam suatu urusan yang bersifat temporer (Universitas Brawijaya, 2023). Dalam skema ini, gig economy berfokus kepada bagaimana pekerja lepas yang memperoleh penghasilan dari luar negeri melalui platform digital dikenakan pajak. Hal ini sangat sulit untuk diawasi karena platform digital belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem perpajakan Indonesia. Apabila otoritas pajak berencana mengenakan pajak atas pekerja lepas ini, maka otoritas perlu memahami kondisi para pegiat gig economy ini sebagai acuan dalam menetapkan suatu kebijakan.


Berbicara mengenai bagaimana Nexus Tax ini dapat diterapkan di platform digital, maka solusinya adalah dengan melakukan pengawasan ekstra dan upaya teknologi kepada platform-platform digital yang menyediakan jasa gig. Langkah yang bisa dilakukan adalah integrasi sistem pembayaran, dimana setiap pembayaran melalui platform digital akan dikenakan pajak pula pada platform tersebut. Contohnya, sebuah aplikasi penyedia freelance secara global memberikan pekerjaan kepada freelancer Indonesia atas kliennya yang berada di Kanada, maka nantinya dalam sistem pembayaran gajinya akan dikenakan pajak langsung melalui platform tersebut. Inovasi ini tentu perlu didukung dengan adanya upaya pemerintah, dalam hal ini otoritas pajak DJP dan Kominfo dalam upaya integrasi dan kerjasama. Semua inovasi tersebut tentu dilakukan demi kesejahteraan negara dimana hak perpajakan negara perlu dipungut dari penghasilan gig economy secara internasional, tentu dengan memanfaatkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty.


Inovasi strategi Nexus Tax seperti ini baik jika diterapkan di Indonesia, karena dari segi pendapatan tentu negara akan memperoleh peningkatan penerimaan pajak melalui skema pajak digital ini. Selain itu dari sisi efektivitas dan kepatuhan, akan berkembang dengan seiring pemberlakuan inovasi kebijakan ini. Hal ini tentunya perlu dukungan dari berbagai pihak, dan didukung dengan integrasi teknologi digital yang baik guna mewujudkan inovasi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun