Mohon tunggu...
Ratnadya Tawwa
Ratnadya Tawwa Mohon Tunggu... -

Dunia penuh dengan mysteri-Nya. Maka akan kumanfaatkan nikmat-Nya untuk mempelajari hikmah-Nya tuk menguntai dan mengagungkan mysteri-Nya.\r\nhttp://jejaktawwa.blogspot.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

***Mereka Bilang Aku Pembunuh***

29 Agustus 2012   03:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:12 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini ku terbangun dari mimpi panjangku. Ah,, syukurlah itu hanya mimpi. Aku bermimpi telah menusuk dada suamiku dengan pisau dapur. Darah mengalir deras keluar dari tubuhnya. Ah,, bagaimana mungkin aku bisa bermimpi mengerikan seperti itu. Mungkin karena kejadian mengerikan yang menimpaku akhir-akhir ini, bahkan lebih mengerikan dibanding mimpi ku tadi. Seandainya saja kejadian kemarin pun hanya mimpi. Masih dapat kuingat dengan jelas wajah busuk para brengsek itu, wajah yang dikuasai oleh setan.

***

Malam itu, seperti hari-hari biasanyaaku menunggu suamiku menjemputku di halte dekat kantorku. Benar-benar seperti hari biasanya, aku tidak melakukan hal diluar kebiasaanku, tak ada kesalahan, ya tak ada. Aku menunggu sendirian, hingga akhirnya datanglah iblis yang merasuk kedalam raga seorang pria brengsek. Ah,, kupikir ia tak berbahaya, melihat usianya mungkin sedikit lebih muda dariku. Tapi memang jika setan yang merasuk maka seorang nenek tua pun akan tampak sangat menarik di hadapannya.Pria itu mulai mendekatiku, bertanya jika aku membutuhkan tumpanganya. Bau Alkohol menyengat tercium dari tubuhnya, membuatku menyingkir dan menolak tawarannya. Ya tentu saja aku akan menolak, apa ada alasan aku menerima tawarannya? Tapi memang dia tak butuh persetujuanku, entah bagaimana kejadiannya tiba-tiba ia menarik tubuhku dan membekap mulutku. Aku meronta keras berusaha melepaskan diri, namun sekeras apapun aku mencoba melepaskan diri, ia tetap lebih menguasai tubuhku dibanding diriku sendiri. Hingga akhirnya semua menjadi gelap dan aku jatuh pingsan.

Bau busuk tercium menyengat, membuatku ku terbangun. Ternyata bau busuk itu berasal dari Tumpukan sampah disekitarku. Membuatku perutku mual. Kucoba mengingat-ingat kejadian sebelum aku pingsan, namun kepalaku terasasangat sakit. Kurasakan sakit yang menusuk-nusuk kaki kananku, darah mengalir di kakiku dan tanganku terikat pada sebuah kayu.

Kulihat seorang pria berdiri membelakangiku tak jauh dariku. Di hadapannya ada dua orang pria lainnya, salah satunya adalah pria yang mendekatiku di halte tadi. Mereka sedang berdiskusi sesuatu, namun aku tak dapat mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

Kutarik tas ku yang berada tak jauh dari tempatku dengan kaki kiriku, bergegas mencari-cari telepon genggamku. Lima belas panggilan dari suamiku terpampang di layar. Dengan segera aku mencoba menelonnya kembali, namun ku urungkan dan ku kirim pesan singkat kepadanya. “Aku disekap di suatu tempat seperti TPA, Tolong aku cepat”.

Aku mencoba berdiri namun tubuhku sangat lemas, dan kakiku semakin terasa sakit saat ku coba menggunakannya untuk menopang tubuhku. Dan kemudian aku terjatuh kembali menimbulkan bunyi yang cukup keras.

Mereka beralih dan berjalan mendekatiku, merampas telepon genggam dari tanganku kemudian melemparnya jauh. Salah satunya berbicara kepadaku tapi aku tak dapat mendengarnya dengan jelas dan hanya memandangi mereka satu persatu. Berharap aku mendapat penjelasan.Mereka sedang berdiskusi tentang siapa yang pertama. Otakku berpikir keras mencoba melepaskan ikatan di tanganku. Mencari-cari benda tajam di sekitarku.

Salah satu dari mereka akhirnya semakin mendekatiku, mengeluarkan senyum bengisnya. Tangannya mencengkeram tubuhku. Aku berusaha meronta tapi cengkramannya terlalu kuat bagiku. Tubuhnya semakin merapat ketubuhku dan tangannya mulai meraba tubuhku, mencumbuku. Aku menangis dan menjerit. Aroma tubuhnya busuk lebih busuk dari tumpukan sampah disekitarku. Wajahnya lebih buruk dari segala wajah iblis yang pernah ada.

***

Aku berjalan menuju kamar mandi. Ya setelah kejadian itu entah sudah berapa kali aku mencuci tubuh ini, namun bau busuk mereka masih tetap tercium dan tak mau hilang dari ingatanku. Aku menjerit keras.

Ibuku mengetuk keras pintu kamar mandi, menangis dan memohon agar aku segera keluar. Entah apa yang sedang ia tangisi, harusnya aku yang menangis bukan dia kutukku. Seesorang mendobrak pintu kamar mandi dan memaksa masuk, menarik tubuhku keluar dari kamar mandi. Aku meronta mencoba melepaskan diri. Kulihat lantai kamar mandi penuh dengan darah. Pergelangan tanganku terus mengeluarkan darah. Aku menjerit semakin keras.

***

Pagi ini aku turun dari kamarku, ternyata rumahku dipenuhi oleh para tamu. Kerabat dekatku, keluargaku, teman-temanku, teman-teman suamiku dan para tetanggaku. Sampai orang-orang yang tidak ku kenal datang silih berganti memenuhi rumahku. Mereka semua memakai pakaian berwarna gelap seakan sedang berkabung.

Ku lihat anakku, della sedang menangis memeluk ibuku. Aku ingin mendekatinya tapi dia menolakku dan meneriakkan kata-kata pembunuh kepadaku. Anakku menyebut ibunya pembunuh? Kepadaku? Apa yang aku lakukan? Aku hanya membunuh orang-orang brengsek yang telah memperkosaku. Itu adalah pembelaan diri bukan pembunuhan. Ah,, mungkin dellaku masih kecil, dia masih berumur 6 tahun, mungkin dia belum mengerti.

Tapi dimana suamiku ketika rumah kami dipenuhi para tamu.

***

Aku terbangun kembali di kamarku. Sinar matahari sudah menyinari wajahku. Ah,, hari ini hari libur, aku bisa memasak dirumah untuk suami dananakku. Dengan segera aku turun dari kamarku menuju dapur. Ku jumpai ibu dan dellaku yang sudah ada disana terlebih dahulu.

Aku mendekati anakku “Hari ini aku akan memasak untukmu sayang, masakan kesukaanmu. Sekarang kamu bermainlah dulu” kataku sambil tersenyum dan menciumnya. Ia berlari menuju halaman rumah kami. Ah,, halaman kecil kami telah disulap menjaditaman bermain indah oleh suamiku untuk anak kami. Tempat kami bertiga biasa menghabiskan waktu bersama. Betapa ia sangat mencintai anak kami, betapa ia sangat mencintaiku dan betapa aku sangat mencintainya. Pernikahan hebat, suami hebat dan anak yang membanggakan, semua itu selalu membuat teman-temanku iri padaku. Hidup yang sempurna. Ibuku memandangku di sudut dapur, memandangiku yang tersenyum sendirian.

Aku berjalan menuju halaman rumah, berteriak memanggil anakku. “Saatnya makan sayang,,,” teriakku. Namun saat aku tiba di pintu, pria brengsekitu tiba-tiba muncul berjalan mendekatiku. Aku berlari kearah dapur, namun dia terus mengejarku. Aku terpojok. Tanganku mencoba meraih apapun yang ada di sekitarku, mencoba melemparnya dan membuatnya menjauhiku. Ku raih panci sayur yang baru saja aku masak tadi, dengan cepat aku menyiram sayur panas itu ke wajahnya. Dia teriak kesakitan. Aku tertawa.

Ku dengar teriakan anakku, ku dengar suara tangisan anakku. Tiba-tiba ibuku masuk dan berlari menghampiri pria brengsek itu dan memeluknya erat, seakan-akan ibuku sangat takut kehilangan pria itu. Dia menangis, dan berteriak meminta tolong.

Ibuku menangis dan berteriak-teriak kepadaku “Sadarlah, sarah. Dia anakmu bukan orang yang memperkosamu. Apa kau mau membunuh anakmu juga setelah kau membunuh suamimu?”

Tiba-tiba ibuku berubah menjadi pria brengsek itu, dia sedang memeluk anakku yang kesakitan. Kebencianku memuncak melihatnya. Aku berteriak dan mencoba merebut anakku dari pelukkannya. Tapi dia malah mendorongku keras hingga aku terjatuh. Ku raih pisau dapur dan berlari mendekatinya. “Aku akan membunuhmu”

***

Aku bermimpi, kita bertiga berkumpul dan bersenda gurau di halaman kecil kita yang berhasil kau sulap menjadi taman kecil yang sangat indah. Anak kita berlari-larian sambil tertawa. Aku tersenyum dan kau tersenyum. Bukankah hidupku sangat sempurna?

*** Selesai ***

Jakarta, 14 Februari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun