Mohon tunggu...
taufik maksum
taufik maksum Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Globalisasi dan Tantangan Masa Depan Media Cetak

26 Januari 2016   19:01 Diperbarui: 26 Januari 2016   19:20 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Indonesa sebagai salah satu dari populasi masyarakat  terbesar  di dunia sebelum china dan india, tak diragukan lagi hal ini sangat membuka peluang pasar bisnis international. Kecendurungan belanja masyarakat yang sangat tinggi juga sangat mempengaruhi keinginan para pengusaha menjadikan Indonesia sebagai sasaran pemasaran tanpa terkecuali produk elektronik yang salah satunya adalah handphone. Dari sebuah pemberitaan, Indonesia termasuk salah satu Negara pengguna social media yang cukup banyak, itu terlihat dari banyaknya pengguna akun social media seperti facebook dan twitter. majalah forbes (the world’s active twitter city? you won’t guess it, 30/12/2012) telah menobatkan bandung dan Jakarta sebagai kota pengguna twitter nomor satu di dunia.

Transformasi media global membuat ladang informasi berita yang awalnya dari cetakan kertas sekarang beralih ke media elektronik, hal ini dapat dibuktikan oleh setiap pengguna handphone  beralih ke smartphone yang lebih memudahkan masyarakat mengakses informasi. Apalagi dengan adanya fitur pembantu seperti internet, para penikmat berita lebih cepat mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mungkin saja tuntutan zaman atau minat masyarakat yang lebih cenderung menginginkan sesuatu yang praktis sesuai kebutuhan. Terlebih lagi pemerintah dan lembaga pendidikan mengikuti arus perkembangan sehingga media elektronik sangat cepat masuk pada kalangan manapun.

Penggunaan media elektronik bukan hanya pada kalangan pemuda bahkan sudah menjamur ke berbagai elemen usia. Tak diragukan lagi media masa sekarang sudah lebih memilih memberikan berita melalui alat elektronik/media online. Bahkan hampir semua media masa terkenal seperti kompas, tempo, jawa pos dll, telah menawarkan jasa berita online dan bisa menutup kemungkinan majalah, koran atau media cetak lainnya akan mengeluarkan edisi terakhir mereka.

Sebagaimana yang dilansir layarberita.com “hal ini di ungkapkanketua bidang advokasi aliansi journalist independent (AJI) Imam D Nugroho saat menggelar konferensi pers di Kedai Tjikini (20/12/2015). Ia menjelaskan “sepanjang 2015 sedikitnya 117 surat kabar yang ada di Indonesia, 16 surat kabar telah gulung tikar. Sedangkan majalah dari 170 unit menjadi 132 majalah. untuk media nasional, surat kabar terjadi pada harian bola Kompas grup, harian junas, hingga Jakarta globe. sementara surat kabar sinar harapan dikabarkan tutup pada awal 2016, karena investor menarik diri dan mencari pemodal baru”. Seperti halnya kemarin yang terjadi,para jurnalisme sempat mengalami perdebatan panjang tentang fenomena yang terjadi ini. saya pun memahami sudah ada kegalauan pada jurnalisme-jurnalisme professional yang semakin hari sudah semakin sejajar dengan para netizen.

Di kalangan dunia era globalisasi telah menebarkan virus budaya populernya juga, Sama halnya yang terjadi pada  majalah dewasa FHM yang mengeluarkan edisi terakhir seperti yang dilansir oleh salah satu media online tempo.co, Jakarta. Kamis , 7 januari 2016 “majalah fhm tutup, ini sampul-sampul terbaiknya”. Dengan melihat banyaknya media cetak yang tutup bahkan untuk majalah yang bersifat komersial pun mendapatkan imbas dari fenomena ini.

Majalah FHM adalah majalah dewasa yang sangat terkenal di dunia selain majalah Playboy, dalam masa jayanya  FHM sempat meroket dengan menjual majalahnya dari 35 ribu penjualan perbulan, menjadi 500 ribu per bulan. Bahkan media cetak yang untuk konsumsi orang dewasa bisa mengakhiri kejayaanya di era global ini dikarenakan minat masyarakat yang lebih memilih media digital. Memang tak bisa dipungkiri kita hidup dimana suatu hal dapat cepat berubah dengan hal yang baru jika hal tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi di bandingkan hal yang lain (postmodern).

Para pengusaha media cetak tak bisa menolak mentah-mentah budaya populer, karena diterima atau tidak budaya populer adalah bentuk budaya yang sangat diterima di mayarakat luas. Hal yang tidak mungkin juga pengusaha akan tetap bertahan dengan konsep klasik sedangkan masyarakat yang sudah meninggalkan dan telah menerima tren masa kini, terkecuali masyarakat paradoksial dan mereka yang masih kurang paham menggunakan media elektronik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun