Kebakaran hutan, atau pembakaran hutan, menjadi salah satu isu lingkungan yang cukup serius dewasa ini. Indikasi kebakaran hutan yang dilakukan secara sengaja terus menguat seiring dengan munculnya fakta-fakta lapangan terbaru.
Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa 99.9 persen kebakaran hutan di Indonesia adalah disengaja. Ini disebabkan oleh upaya pihak korporasi, baik pada perkebunan sawit maupun hutan tanaman industri, untuk membuka lahan. Sebagian besar pelakunya bahkan merupakan perusahaan yang bersertifikasi lingkungan.
Kerusakan yang dibiarkan
Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia, hingga medio 2015, sudah mencapai tahap yang memprihatinkan. Sejumlah titik di Indonesia mengalami kebakaran hutan yang cukup serius yang terjadi berulang-ulang sepanjang tahun. Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan beberapa daerah di Kalimantan menjadi tempat-tempat yang memiliki angka kebakaran hutan yang cukup tinggi. ini diperparah dengan kondisi cuaca di Indonesia yang sedang memasuki musim kemarau panjang selama dua bulan ke belakang yang masih akan terus berlangsung hingga medio semester kedua tahun 2015.
Begitu pula dengan yang terjadi di belahan dunia lain. Setiap tahunnya, pembakaran hutan terus terjadi dan makin meningkat jumlahnya. Sebagai contoh di Afrika, pembakaran hutan-hutan tropis di Angola, Republik Kongo, Sudan, dan Afrika Tengah telah terjadi sejak tahun 2006. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), hingga kini Afrika menjadi wilayah dengan kerusakan hutan akibat kebakaran hutan yang terparah di dunia. Â Hampir satu biliun hektar hutan telah dibakar di Afrika dan tidak ada satu pihak pun yang membicarakan permasalahan ini. Tidak terkecuali dengan yang terjadi di hutan tropis Amazon. Sejak lima dekade silam, kerusakan hutan akibat pembakaran telah melahap sekitar 17 persen dari keseluruhan luas hutan Amazon.
Masyarakat hingga korporasi besar telah menggunakan metode pembakaran hutan sejak lama. Pembakaran hutan yang ditujukan untuk pembebasan lahan ini dipersepsikan sebagai upaya paling cepat dan efisien dalam mengalihkan fungsi sejumlah lahan. Masyarakat dan korporasi umumnya membakar hutan dengan berbagai motif. Selain untuk pembebasan lahan, abu hasil pembakaran hutan yang kaya mineral menjadi bahan yang paling sering dicari untuk bahan baku industri. Pembakaran hutan juga dipersepsikan sebagai upaya untuk memanipulasi pinjaman sindikasi bank.
Kebakaran hutan merupakan satu dari sekian banyak gejala yang memiliki kontibusi yang cukup signifikan dalam pemanasan global dan perubahan iklim di dunia. Kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kebakaran hutan, terutama hutan-hutan di daerah tropis di seluruh belahan bumi, akan memperparah dan mempercepat laju peningkatan suhu bumi akibat pelepasan karbon ke angkasa. Selain itu, kondisi ini menjadi persoalan penting bagi keberlangsungan ekologis hutan tropis, karena hutan tropis merupakan rumah tinggal bagi banyak spesies hewan penting di dunia. Pembakaran hutan akan mengancam eksistensi keanekaragaman hayati di dalamnya.
Pembakaran hutan dan desertifikasi
Pembakaran hutan yang disengaja, dalam jangka panjang, akan berdampak pada desertifikasi. Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, desertifikasi merupakan proses terjadinya gurun. Kondisi lingkungan normal, baik secara alami maupun non-alami, akan berubah menjadi gersang ketika tanah tidak tertutup oleh material organik. Air hujan tidak akan tertampung secara optimal dan akan langsung naik kembali ke atmosfer melalui percepatan proses evaporasi. Ini menjadikan tanah menjadi kering dan tidak mampu ditumbuhi oleh tumbuhan apapun.
Desertifikasi juga dapat terjadi secara alami dengan adanya proses oksidasi di lahan-lahan terbuka dan terjadi dalam jangka waktu yang lama. Hasil dari oksidasi ini adalah lahan dapat dialihfungsikan untuk keperluan lain. Namun, masyarakat dan korporasi lebih memilih menggunakan api untuk pembebasan lahan karena lebih cepat dan mudah.
Kondisi ini dipersepsikan sebagai penyebab terjadinya ancaman kekeringan di sejumlah daerah di Indonesia. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, sekitar 3,3 juta hektar lahan di Indonesia dari total 8,61 juta hektar terancam kekeringan. Pada periode Oktober 2014 hingga Juli 2015, tercatat ada 159 ribu hektar lahan yang gagal panen. Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh korporasi masih menjadi penyebab utama kekeringan tersebut.