Mohon tunggu...
Iqbal Tawakal
Iqbal Tawakal Mohon Tunggu... Konsultan - Rumah Perubahan

Siang Konsultan. Malam Kuli Tinta Jadi-Jadian

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mencoret Hukuman Mati

7 Februari 2015   19:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gagasan pro dan kontra mengenai hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba di Indonesia terus bergulir hingga kini. Tidak sedikit pihak yang menolak, tidak sedikit pula pihak yang menyetujui pelaksanaan hukuman mati. Gagasan yang dilontarkan Misranto dalam tulisannya di Media Indonesia, Jumat 6/2, yang berjudul Memperluas Hukuman Mati menarik untuk ditinjau kembali. Khususnya melalui perspektif hukum dan posisi Indonesia di dunia internasional.

Kekeliruan hukuman mati

Dalam artikel tersebut di atas, penulis menyatakan bahwa eksekusi hukuman mati yang dilaksanakan terhadap enam terpidana kasus narkoba ini membuktikan kalau pemerintah Indonesia tidaklah main-main dalam memberantas kejahatan narkotika. Saya nyatakan hukuman mati bukan saja hukuman yang tidak adil, tapi juga hukuman yang sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Kejahatan pembunuhan dan pengedaran narkotik di banyak negara terbukti tidak berkurang meskipun hukuman mati sudah dilakukan.

Selain itu, tidak ada sistem peradilan di manapun yang sempurna, bersih, tanpa kekeliruan dan kesalahan, terutama di Indonesia yang memiliki angka kasus korupsi yang cukup tinggi di dunia. Berdasarkan hasil survey yang disajikan oleh transparency.org melalui Indeks Persepsi Korupsi 2014, Indonesia menempati peringkat 107 dari 175 negara dengan skor 34 atau berada pada zona merah. Seperti yang pernah dinyatakan oleh Todung Mulya Lubis, di negara yang judicial corruption-nya masih sangat kental, miscarriage of justice selalu terjadi.

Tidak akan ada koreksi hukum yang dapat dilakukan ketika hukuman mati dijatuhkan. Oleh karena itu, terdapat alternatif hukum yang dapat ditempuh, yakni hukuman seumur hidup. Sebagaimana tujuan awal, pemidanaan diberikan untuk menimbulkan efek jera dan memperbaiki serta merehabilitasi seseorang. Setiap orang pantas diberikan hak untuk memperbaiki dirinya dan melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.

Hubungan timbal balik

Penulis artikel tersebut di atas juga menyatakan bahwa pemerintah tidak seharusnya takut menghadapi kecaman dan sanksi politik yang dijatuhkan oleh negara lain. Pemerintah juga perlu menunjukkan kepada dunia bahwa nyawa manusia tidak bisa ditukar dengan kepentingan diplomasi dan politik serta ekonomi global. Dalam hal ini, jelas hukuman mati akan selalu menimbulkan silang pendapat. Tapi, jika kita melihat ini sebagai perdebatan di tingkat Internasional, khususnya PBB, hukuman mati itu sudah disimpulkan sebagai hukuman yang tidak etis lagi dilakukan.

PBB telah menyatakan dan menentukan sikap bahwa kejahatan narkotik tidak lagi termasuk ke dalam kategori the most serious crime. Oleh karena itu, hukuman mati tidak perlu dilakukan. Pengambilan keputusan tetap menjatuhkan hukuman mati kepada terpidana kasus narkoba di Indonesia bertentangan dengan posisi Indonesia di dunia Internasional. Namun, Indonesia tetap menjatuhkan hukuman mati meskipun Indonesia kini menduduki posisi sebagai anggota Komisi Hak Asasi Manusia di PBB hingga 2017 bersama Brasil dan Belanda serta 45 negara lainnya.

Salah satu tujuan diplomasi antarnegara adalah melindungi warga negaranya di manapun mereka berada. Fungsi diplomasi inipun dimiliki oleh Indonesia melalui empat landasan pokok kebijakan luar negerinya. Salah satunya adalah melindungi warga negara dan badan hukum di luar negeri.

Dalam konteks ini, Indonesia hingga kini dihadapkan pada posisi yang sama ketika berurusan dengan pembelaan terkait nasib tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Para TKI telah banyak berhadapan dengan hukuman mati untuk berbagai jenis kejahatan. Apabila Indonesia terus menjalankan hukuman mati, tentu negara-negara di mana hukuman mati itu dijatuhkan kepada para TKI akan sangat mudah menolak permohonan dan pembelaan menidakan hukuman mati tersebut.

Dalam upaya diplomasi antarnegara, resiprositas atau hubungan timbal balik akan berlaku. Lalu apakah pemerintah Indonesia akan terus berdiam diri? Tentu tidak. Kiranya kini kita mengerti mengapa Belanda dan Brasil menarik pulang para duta besarnya dari Indonesia ketika warga negaranya dijatuhi hukuman mati.

Menjadi bangsa yang beradab

Akhir kata, pembuktian ketegasan pemerintah dalam rangka memerangi kasus narkoba di Indonesia perlu segera dikoreksi. Hukuman mati, di lain sisi, menunjukkan keputusasaan pemerintah dalam menangani kasus narkoba. Alih-alih menggedor sistem peredaran narkobanya, kita malah ‘memerangi’ orangnya tanpa pernah tau dan menyelesaikan persoalan sesungguhnya.

Tuntutan agar kita mencoret hukuman mati bukan karena kita lemah, ikut-ikutan negara lain, melindungi kepentingan diplomasi, politik, dan ekonomi, tapi karena kita memilih untuk mengedepankan harga diri sebagai bangsa yang lebih beradab!.

------------------------------------------------------------------

MOCHAMMAD IQBAL TAWAKAL
Twitter: @sitawakal
Email: miqbaltawakaal@gmail.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun