ucap ibumu dalam bisikan
di balik kerudung matamu sembab menahan tangisan
punggungmu kau tegapkan
demi terlihat tegar mendengar ucapan
janji merajut hidup saling berdekapan
mendung sembunyikan matahari sendirian
mengkristal bersama saling berpelukan
lalu menggumpal dalam kebisuan
keasingan abadi yang dipersatukan oleh genggaman tuhan
mendung telah menantang matahari terlampau dungu
ia tak sadar bahwa tubuhnya palsu
mendung menguatkan diri untuk melindungi punggungmu
agar tetap tegap dudukmu
agar tidak luntur gincumu
ternyata ia keliru
semakin menguat ia semakin melemah
ia leleh
ia luluh
kekuatannya palsu
tubuhnya hancur
ia kehilangan cita-citanya yang luhur
kini matahari telah murka
teriknya menembus jantung-jantung mendung yang terbuka
kini punggungmu basah
ayahmu gelisah
seperti bayi yang kehilangan ibunya di rumah
mendung tidaklah salah
ia sudah menjalani takdirnya dengan susah payah
walau terlampau lemah untuk terlihat gagah
jakarta, 28 februari 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H