Mohon tunggu...
Taufiq Rahmat H
Taufiq Rahmat H Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamat Sosial

Fokus dan Tenang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melirik Aliran-aliran dalam Psikologi

7 November 2011   07:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:58 5957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Secara umum, psikologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa. Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai metodologi yang bersifat ilmiah. Sumber data untuk memperoleh teori dan perumusan masalah dalam psikologi adalah dengan cara melakukan penelitian ilmiah dengan pendekatan empiris.

Psikologi sebagai ilmu mengandung arti bahwa psikologi mempunyai tugas dan fungsi sesuai bidangnya sebagimana terdapat pada ilmu-ilmu lain pada umumnya. Tugas-tugas ilmu psikologi diantaranya adalah memprediksi atau mengestimasi gejala-gejala yang mungkin terjadi dimasa depan tentang suatu kasus tertentu, mencoba melakukan pengendalian dan mengatur peristiwa-peristiwa yang mungkin akan terjadi dalam konteks ilmu psikis dan kejiwaan, serta memberikan deskripsi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa dan tingkah laku.

Dalam psikologi, terdapat aliran-aliran yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena perspektif asumsi dasar dan perumusan masalah dari ilmuan pencetusnya yang juga berbeda. Aliran-aliran tersebut diantaranya adalah aliran Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik, Aliran Kognitif, dan Psikologi Fungsional. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai perbedaan dan asumsi dasar tentang manusia hanya pada aliran Psikoanalisis, Behaviorisme, dan Humanistik. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan deskripsi dan distingsi serta kritik atas asumsi dasar tentang manusia sebagai pangkal tolak berdirinya aliran-aliran psikologi tersebut.

Aliran Behaviorisme

[caption id="attachment_147205" align="alignleft" width="300" caption="Ivan Petrovic Pavlov "][/caption] Behaviorisme menekankan perspektif psikologi pada tingkah laku manusia, yakni bagaimana individu dapat memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, dan menjadi lebih mengtahui. Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman, dan pemeliharaan atas bentuk perilakunya. Tujuan aliran psikologi Behaviorisme adalah mencoba memprediksi dan mengontrol perilaku manusia sebagai introspeksi dan evaluasi terhadap tingkah laku yang dapat diamati, bukan pada ranah kesadaran.

Ivan Petrovic Pavlov pernah melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Ia menyalakan lampu di depan anjing yang sedang lapar. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liur. Saat Parlov meletakkan sepotong daging didepannya, anjing tersebut mengeluarkan air liur. Perlakuan itu terus diulang-ulang beberapa kali, sehingga setiap kali lampu dinyalakan anjing tersebut mengeluarkan air liur, walaupun tidak disajikan sepotong daging. Dalam kasus ini, air liur anjing disebut sebagai conditioned response, sementara cahaya lampu disebut sebagai conditioned stimulus.

Jika eksperimen tersebut direfleksikan terhadap manusia sebagai individu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat aliran Behaviorisme adalah teori belajar, bagaimana individu memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Menurut B.F. Skinner, cara efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan (reinforcement) dan pemberian hukuman (punishnent), suatustrategi yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang untuk tidak terjadi) pada masa mendatang. Jadi, yang menjadi prinsip umum dalam aliran Behaviorisme adalam tingkah laku sebagai objek, refleks atas semua bentuk tingkah laku, dan pembentukan kebiasaan dalam individu.

Aliran Psikoanalisis

[caption id="attachment_147207" align="alignright" width="300" caption="Sigmun Freud"][/caption]

Aliran ini menyatakan bahwa struktur dasar kepribadian manusia sudah terbentuk pada usia lima tahun. Freud membagi struktur kepribadian dalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antara ketiga komponen tersebut. Id merupakan sumber dari insting kehidupan (makan, minum, tidur) dan insting agresifyang menggerakkan tingkah laku. Id berorientasi pada prinsip kesenangan. Ego sebagai sistem kepribadian yang terorganisasi, rasional, dan berorientasi pada prinsip realitas. Superego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait dengan norma di masyarakatmengenai baik-buruk atau benar-salah. Superego berfungsi untuk merintangi dorongan id, terutama dorongan seksual dan sifat agresif, juga mendorong ego untuk menggantikan tujuan realistik dengan tujuan moralistik, serta mengejar kesempurnaan.

Tesis-tesis tentang hakikat manusia dari aliran Psikoanalisis adalah bahwa: Perilaku pada masa dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-kanak,- Sebagaian besar perilaku terintegrasi melalui proses mental yang tidak disadari,- Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan yang sudah diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresifitasnya,- Secara umum perilaku manusia bertujuan dan mengarah pada tujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatan,- Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosis,- Pembentukan simpton merupakan bentuk defensive,- Pengalaman tunggal hanya dipahami dengan melihat keseluruhan pengalaman seseorang,- Latihan pengalaman dimasa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi pada transferensi selama proses perilaku.

Pandangan psikoanalisis memberi implikasi yang sangat luas terhadap konseling dan psikoterapi, khususnya dalam aspek tujuan yang hendak dicapai serta prosedur yang dapat dikembangkan.

Aliran Humanistik

[caption id="attachment_147209" align="alignright" width="300" caption="Abraham Maslow"][/caption] Aliran Humanistik merupakan kontribusi besar dari psikolog-psikolog terkenal seperti Carl Rogers, Goldon Allport dan Abraham Maslow. Humanistik muncul sebagai gerakan besar psikologi pada tahun 1950 – 1960-an. Humanistik menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri. Manusia mempunyai potensi di dalam dirinya untuk berkembang sehat dan kreatif. Kreativitas adalah potensi semua orang yang tidak memerlukan bakat dan kemampuan khusus.

Aliran ini mengkritisi aliran Behaviorisme yang menekankan pada stimulasi tingkah laku yang teramati. Menurut aliran Humanistik, pandangan Behaviorisme terlalu menyederhankan dan melalaikan manusia dari pengalaman batinnya, tingkah lakunya yang kompleks, nilai-nilai cinta kasih atau kepercayaan, juga potensi dan aktualisasi diri. Humanistik sangat mementingkan self (diri) manusia sebagai pemersatu yang menerangkan pengalaman-pengalaman subjektif individual.

Aliran Humanistik juga tidak menyetujui pandangan Psikoanalisis yang cenderung pesimistik dan pandangan Behaviorisme yang cenderung memandang manusia sebagai netral (tidak baik dan tidak jahat). Menurut aliran Humanistik, Psikoanalisis dan Behaviorisme telah salah dalam memandang tingkah laku manusia, yaitu sebagai tingkah laku yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan diluar kekuasaanya (entah sadar entah tidak). Humanistik memandang manusia pada hakikatnya adalah baik. Perbuatan-perbuatan manusia yang kejam dan mementingkan diri sendiri dipandang sebagai tingkah laku patologik yang disebabkan oleh penolakan dan frustasi dari sifat yang pada dasarnya baik tersebut. Seorang manusia tidak dipandang sebagai mesin otomat yang pasif, tetapi sebagi peserta aktif yang mempunyai kemerdekaan memilih untuk menentukan nasibnya sendiri dan nasib orang lain. Aliran Humanistik memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna meraih potensi maksimal. Manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.

Dalam kerangka Humanistik, Abraham Maslow menyusun teori motivasi manusia, berupa variasi kebutuhan manusia yang tersusun dalam lima tahap sebagai berikut:

1.Physiological needs

Kebutuhan homeostatik: makan, minum, rumah, kebutuhan istirahat, seks, dan sebagainya.

2.Safety needs

Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, bebas dari rasa takut dan bebas rasa cemas.

3.Love needs / belonging needs

Kebutuhan kasih sayang, keluarga, anak, pasangan, serta menjadi bagian dari kelompok masyarakat.

4.Esteem needs

Kebutuhan kekuatan, kekuasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian, penghargaan dari orang lain, status, kehormatan dan apresiasi.

5.Self actualization needs

Kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri dan pengembangan self.

Refleksi Kritis; Asumsi Dasar Tentang Manusia Pada Aliran Psikologi Behaviorisme, Psikoanalisa dan Humanistik

Setiap aliran pada ranah ilmu psikologi selalu mempunyai asumsi dasar tentang manusia sebagai pangkal tolak perumusan teorinya. Secara singkat, pada Behaviorisme dapat kita ketahui bahwa aliran ini mengasumsikan tingkah laku manusia dibentuk oleh lingkungan. Sementara pada aliran Psikoanalisa, manusia secara alamiah dikendalikan oleh alam bawah sadarnya. Aliran Humanistik memberikan kritik pada aliran Behaviorisme dan Psikoanalisa yang dianggap terlalu menyederhanakan permasalahan manusia sebagai entitas yang berakal budi dan berperasaan. Aliran Humanistik secara optimis berasumsi bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan setiap manusia adalah unik. Setiap manusia mempunya potensi yang dapat dikembangkan demi mencapai aktualisasi dirinya secara penuh.

Setiap aliran psikologi tersebut sama-sama menjadikan manusia sebagai objek kajian untuk diteliti. Dalam kajian filsafat manusia, manusia tidak bisa hanya dipandang sebagai objek semata-mata. Setiap manusia adalah subjek yang mempunyai modus meng’ada’ dengan caranya yang serba unik. Keunikan tersebut juga berlaku bagi cara manusia dalam memandang realitas. Untuk itu, psikologi sebagai disiplin ilmu yang menjadikan manusia sebagai objek, terutama dalam urusan jiwa, tidak bisa secara serta-merta menyeragamkan manusia dengan klasifikasi dan kualifikasi tertentu tanpa adanya penggunaan pertimbangan etis normatif dan filosofis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun