Rasanya, baru 2 tahun belakangan ini kita kerap menggunakan istilah yang belakangnya ditambah dengan kata "virtual". Rapat virtual, pelatihan virtual, diskusi virtual, belajar virtual, hingga yang saat ini kita bahas adalah bukber virtual.
Keren? Tentu saja. Ini lah bagian dari adaptasi kita terhadap pergeseran masa dan perputaran waktu. Bisa dilakukan? tentu saja. Buktinya menggunakan metode virtual juga nyatanya semua masih baik-baik saja meski banyak tantangan yang tidak mudah yang banyak dihadapi. Tapi intinya, bisa dilakukan meski tidak mudah.
Lalu pertanyaannya, nyamankah semua pendekatan itu jika dilakukan secara virtual, termasuk bukber virtual? Bicara kenyamanan tentu ada aspek lain yang masuk di dalamnya yaitu aspek humanis yang akan coba kita kulik di sini.
Bukber Virtual, Kaya Teknologi Tapi Miskin Interaksi
Bukber virtual dan seluruh teman-temannya yang virtual itu, harus diakui sebagai respon manusia (kita) terhadap kemajuan teknologi. Itu adalah bukti kita adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan iptek.
Bagus dan tentu saja perlu diapresiasi. Bahkan, kalau kita coba-coba tidak adaptif terhadap kemajuan teknologi yang ada, maka sudah pasti kita akan ketinggalan zaman dan pada akhirnya kita akan menjadi pribadi yang "terbelakang" dalam hal teknologi.
Lihatlah bagaimana transformasi ojek online yang mau tidak mau memaksa ratusan ribu atau jutaan tukang ojek untuk berubah dan beradaptasi. Pilihan mereka hanya dua, ikut atau tergerus zaman, meskipun bisa jadi selalu ada pilihan ketiga yang mungkin belum mereka temukan.
Termasuk dalam hal bukber virtual di bulan Ramadan ini. Saya lebih senang menyebutnya adalah "bukser" (buka sendiri-sendiri) di keramaian ruang virtual. Coba Anda bayangkan, pada kenyataannya setiap orang di ruang virtual itu tetap lah buka puasa bersama sendiri-sendiri (dengan keluarga di rumah). Adapun orang-orang di ruang virtual itu juga melakukan hal yang sama di tempatnya masing-masing, meskipun bisa saja kita saling tahu apa menu buka puasa masing-masing dan seterusnya.
Lalu pertanyaannya, bisakah bukber virtual ini tetap dilakukan? Tentu bisa. Tapi apa yang kurang? Nah, ini pertanyaan bagus. Salah satu yang hilang di momen bukber secara virtual adalah sisi human touch yang biasanya selalu ada di setiap sesi bukber manual.
Meski hanya dua kata (human touch), Tapi makna yang terkandung di dalamnya sungguh dalam. Sisi-sisi keakraban secara langsung, sisi canda tawa secara langsung, tatap muka secara langsung, melihat gesture lawan bicara secara langsung tanpa jeda (loading dan seterusnya), itu adalah hal yang belum bisa tergantikan dengan acara virtual sebagus apapun.
Kita bisa saja membuat lawakan di ruang virtual, tapi ada jeda 2-3 detik untuk orang bisa tertawa dan merespon kita. Berbeda dengan bertemu secara langsung, sepersekian detik langsung ada respon dari apa yang kita lakukan. Dan ini adalah hal yang tidak bisa digantikan dengan mekanisme virtual yang selama ini kita tahu.