Punya rumah mungkin boleh direncanakan. Punya kendaraan, punya tabungan dan lain sebagainya. Tapi untuk punya anak? Sebaiknya, jangan coba-coba untuk direncanakan!Â
Tanya kenapa? nanti kau juga akan tahu jawabannya. Baiklah. Mari kita mulai untuk menjawab pertanyaannya. kenapa sebaiknya punya anak "jangan direncanakan..?" Berikut adalah 3 alasannya.
1. Punya Anak Bukan Kuasamu
Seorang teman yang menikahnya tidak lama setelah saya menikah, memutuskan untuk menunda punya anak karena urusan karir yang sedang menanjak dan seterusnya. Tentu itu adalah hak dan keputusannya.
Setelah sekitar 10 tahun tidak berjumpa, dalam sebuah kesempatan belum lama ini kami bertemu dan tahukah Anda ada berapa anaknya sekarang? Nol, pemirsa. Ya, masih kosong bin nihil alias belum punya anak.
Saya tentu tidak perlu bertanya meski akhirnya dia cerita. Saya hanya melihat ketika semua orang sibuk dengan anaknya masing-masing di momen itu, dia justru plangak-plongok seperti orang kebingungan bersama istrinya. Padahal, posisinya saat ini sudah vice president di sebuah perusahaan besar.
Ketika kami bicara, dia menceritakan kalau menyesal telah "merencanakan" punya anak satu tahun setelah menikah. Ternyata, setelah satu tahun, tiga tahun, lima tahun dan seterusnya (sampai sekarang), anak yang direncanakannya itu tak kunjung datang.
Dia terlihat sangat sedih dan emosional menceritakan situasinya. Ya, ingat, pemirsa. Punya anak itu bukan kuasamu. Itu kuasa Allah, sang Pencipta. Tugasmu hanya berusaha dan berdoa, tapi hanya Ia yang bisa mengizinkan kapan akan diberikan atau tidak.
2. Jangan Merencanakan Sesuatu yang Masih Fana
Kalau kau merencanakan punya rumah, itu masih wajar karena minimal rumahnya ada di dunia ini. Kalaupun kau belum bisa beli, mungkin orang lain akan beli.
Kalau kau merencanakan punya mobil mewah, maka silakan saja karena memang minimal sudah banyak orang yang punya mobil mewah. Tapi jangan pernah merencanakan sesuatu yang bahkan kau sendiri, tetanggamu atau siapapun di dunia ini tak tahu akan seperti apa wujudnya?
Merencanakan sesuatu yang "tidak ada" adalah suatu perencanaan yang keliru. Adapun ketika orang melakukan program kehamilan dan sejenisnya itu, sebetulnya dia bukanlah sedang berencana, tapi dia sedang berusaha (ikhtiar) sesuai dengan kaidah yang diperbolehkan dalam kehidupan ini.