Jika Anda seorang guru, pernahkah Anda memberikan contoh soal kepada siswa? Jika Anda seorang dosen, pernahkah Anda memberikan contoh kasus kepada mahasiswa? Atau jika Anda adalah orangtua, seringkah Anda memberikan contoh-contoh perilaku baik kepada anak Anda?
Saya yakin pasti setiap kita, apapun profesi kita, sering atau minimal pernah memberi contoh. Memberi contoh tentu mudah. Ada banyak sumber dan referensi yang bisa kita gunakan untuk memberi contoh. Mulai dari sumber manual, digital hingga pengalaman dan seterusnya.
Menjadi Contoh Itu Tidak Mudah
Tapi jika pertanyaannya diganti, pernahkan Anda menjadi contoh untuk siswa, mahasiswa, atau keluarga kecil di rumah? Kalau pernah, apa yang Anda contohkan kepada mereka? apa yang bisa mereka adopsi dari contoh yang Anda praktikkan dalam kehidupan nyata?
Disiplin itu gampang diucapkan. Gampang diberikan penjelasan tentangnya. Tapi apakah disiplin benar-benar sudah menyatu di jiwa Anda sebagai individu?Â
Coba hitung, dalam satu tahun, berapa kali Anda terlambat masuk kelas, masuk kantor dan sebagainya? Apakah hanya 1 atau 2 kali? atau puluhan kali yang bahkan Anda tidak bisa menghitungnya?Â
Jika Anda seorang pejabat, apa hal yang sudah Anda contohkan untuk konstituen Anda? Apa yang bisa mereka adopsi dari sikap, sifat dan karakter Anda? Jika tidak atau belum ada, maka kita perlu bertanya lagi, apakah benar kita sudah menjadi contoh? atau jangan-jangan selama ini kita hanya memberi contoh dan bukan menjadi contoh?
Lalu, apa saja yang minimal bisa kita contohkan kepada lingkungan kita? minimal ada 3 hal.
1. Contohkan Iman
Benar kalau iman seseorang sesungguhnya hanya dia dan sang Pencipta yang tahu. Tapi bukankah bentuk keberimanan bisa diterjemahkan dalam tindakan sehari-hari?
Rajin beribadah, itu ciri iman. Rajin bersilaturahmi dan membantu tetangga, itu juga bentuk iman. Hormat pada orangtua, mencintai keluarga, menyayangi kerabat, menghormati tamu, tidak memburukkan orang lain, tidak korupsi dan seterusnya. Ini semua adalah ciri seseorang itu beriman. Dan semua hal ini tidak abstrak, artinya bisa dilihat oleh orang lain.
Pertanyaannya, benarkah semua hal ini sudah kita tanamkan di dalam jiwa kita? Kalau belum, tentu masih ada peluang kita untuk memperbaiki diri.Â
2. Contohkan Akhlak
Akhlak baik itu menular sebagaimana juga perbuatan buruk menular. Dulu, ada seorang rekan kerja saya yang memang hobinya terlambat. Singkatnya, dia berteman dengan seseorang yang tidak pernah terlambat tapi seperti tidak bisa menolak setiap kali diajak pergi dan seterusnya.
Singkatnya, dalam beberapa bulan kemudian, teman yang tadinya disiplin, tiba-tiba untuk pertama kalinya terlambat. Dan setelahnya, terlambat seperti sudah menjadi hobinya seperti beberapa teman yang lain.
Jika kita punya sikap rendah hati, maka tunjukkanlah sikap itu dalam rapat, misalnya. Jika kita punya sikap antusias dan gemar membantu, maka tunjukkan hal itu dalam keseharian kita dan begitu selanjutnya.
Sederhananya, contohkan saja hal baik itu, lakukan secara rutin, maka jangan kaget kalau hal baik itu akan menular.
3. Contohkan Visi Hidup
Jika Anda hidup seperti saat ini, maka pasti Anda butuh perjuangan. Lalu bagaimana kalau Anda ingin hidup jauh lebih baik dari saat ini? Ya, tentu perjuangan yang harus Anda lakukan jauh lebih besar di banding sekarang.
Lalu bagaimana caranya Anda bisa menjadi contoh dalam memiliki visi hidup? gampang. Coba tanya diri Anda sendiri. Apakah situasi Anda 10 tahun yang lalu sama dengan sekarang? dan akan seperti apa situasi Anda 10 tahun yang akan datang (jika Anda hidup) menurut Anda?
Coba jawab 2 pertanyaan ini. Kalau Anda sudah menjawabnya dan ternyata jawabnya adalah sama saja antara sekarang, yang lalu dan nanti, apakah jangan-jangan Anda sendiri belum punya visi hidup yang jelas? Jika belum jelas, bagaimana mungkin Anda bisa menjadi contoh untuk orang lain?
Dengan sedikit merenung, bertanya ke diri sendiri dan keluarga terdekat kita, mungkin bisa membantu kita melihat sejauh mana diri kita sudah berjalan di kehidupan yang terbatas ini.
***
Tugas kita sesungguhnya bukan (saja) menjadi contoh bagi orang lain, apalagi hanya sekadar memberi contoh. Tapi jauh lebih besar dari itu, tugas kita adalah bagaimana bisa memberikan manfaat ke sebanyak mungkin orang, atau sekurang-kurangnya bisa bermanfaat untuk diri sendiri dan keluarga.
Ingat selalu hal ini, kalau sesungguhnya, sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain. Bukan yang paling banyak memberikan contoh kepada orang lain.
Semoga bermanfaat
Salam bahagia
TauRa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H