Tulisan ini saya buat tentu saja untuk merayakan Hari Santri yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober setiap tahunnya. Memang menulis seputar hiruk-pikuk santri dan pesantren masih menjadi PR saya. Karena memang saya belum menyelesaikan buku saya seputar dunia kesantrian dan seputar keseruan yang ada di dalamnya. Semoga sudah bisa selesai tahun depan (Insya Allah) dan diluncurkan pula pada hari santri selanjutnya, Aaamiin.
Menulis seputar tentang santri dan pesantren, pasti tidak akan cukup hanya dengan satu artikel saja. Bahkan, hanya untuk menceritakan di hari pertama masuk pesantren saja, rasanya butuh 4-5 artikel untuk menguraikannya.Â
Bagaimana isak tangis keluarga meninggalkan kita di tempat asing, khususnya tangisan orangtua, bagaimana celengak-celenguk di hari pertama masuk pesantren, bagaimana lugunya berkenalan dengan teman baru, bagaimana antri untuk wudhu, untuk makan, bahkan untuk mandi, adalah sekelumit kisah yang mustahil akan bisa diselesaikan hanya dengan satu dua artikel saja.
Tetapi baiklah. Saya akan masuk ke hal yang umum dulu. Pembahasan kali ini adalah hal  yang menjadikan Anda, iya Anda, yang merasa punya anak, harus memasukkan anak Anda ke pesantren untuk menjadi seorang santri yang militan (Insya Allah).
Kalau Anda (orangtua) sudah pernah menjadi santri, maka tidak perlu di bahas lagi. Saya yakin Anda akan sama seperti saya, yang pasti akan menjadikan anak Anda santri juga (karena sudah mendapatkan manfaatnya). Tetapi tulisan ini semoga akan sangat membantu orangtua, yang masih ragu memasukkan anaknya ke pesantren untuk menjadi santri.
Semoga beberapa alasan ini bisa membantu pemirsa sekalian untuk yakin kalau santri adalah sebuah kebanggaan yang bisa dibawa sampai ke level manapun. Berikut adalah alasan mengapa anak Anda harus menjadi santri
1. Orangtua Pasti Tidak Akan Menjadi Orangtua Tertipu
"Orangtua tertipu adalah, mereka yang memberikan semua fasilitas dunia kepada anaknya, tetapi pada saat orangtua nya meninggal, bahkan anak itu tidak mampu berdiri menjadi imam menyolatkan orangtuanya untuk terakhir kali. Pada saat itu, sesungguhnya engkau sudah menjadi orangtua yang tertipu" (TauRa)
Dalam banyak kesempatan melayat orang yang meninggal (khususnya famili, teman, dan kerabat jauh), saya diminta menjadi Imam shalat jenazah. Awalnya tentu saja saya menolak, karena mengutamakan anak si mayat yang menjadi imam nya. Tapi apa yang terjadi kemudian tentu saja sangat menyedihkan bagi si mayat, anak lelaki (khususnya) yang selama ini dia banggakan bahkan tidak sanggup menyolatkan ayah/ibu nya, dengan alasan apapun.
Saya tentu saja mengabulkan permintaan ahli bait itu kemudian untuk mengimami shalat jenazahnya. Nah, hal ini tidak akan terjadi (Insya Allah), kalau anak Anda masuk pesantren dan menjadi santri. Urusan fardu kifayah seputar jenazah sudah menjadi santapan latihan rutin di pesantren. Sehingga, kalaupun santri itu bukan berprofesi sebagai pemandi jenazah, maka minimal dia bisa melakukan tanggung jawab itu ketika orangtuanya meninggal.
Alhamdulillah, minimal orangtua saya tidak (akan) menjadi orangtua tertipu dan sayapun tentu akan berusaha mengikuti hal itu. Tapi untuk Anda, silakan saja, pilihan ada di tangan Anda sendiri.
2. Ilmu Agama dan Umum Dikuasai
Jadi santri itu berat. Saya harus ulangi lagi, berat banget. Coba bayangkan saja ya. Kalau di sekolah umum (selain pesantren), hanya punya (mungkin) belasan mata pelajaran, maka menjadi santri Anda harus melahap puluhan mata pelajaran dalam satu semesternya.