Komentar dan minimal pergolakan batin tentu saja terjadi (bagi orang-orang tertentu) beberapa saat belakangan ketika dua nama politisi papan atas Indonesia yang notabene adalah kubu yang selama ini berseberangan dengan Presiden Jokowi diumumkan akan mendapatkan Penghargaan Bintang Mahaputra Nararya pada perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia nanti.
Tidak sedikit kemudian yang bertanya, apakah ini adalah strategi "politik istana" untuk "menahan" laju kritik yang tentu takkan berhenti,bahkan justru akan semakin deras, apalagi ditengah situasi yang menantang saat ini dan dengan penanganan situasi yang jauh dari kata ideal? atau apakah penghargaan ini hanyalah serangan "psikologis" kepada duet maut Bung Fahri dan Fadli untuk sedikit meninabobokkan mereka dari gaharnya eskpresi politik mereka dalam memberikan umpan balik? (lebih tepatnya kritik), atau bisa jadi ini adalah bukti kebesaran jiwa si Pemberi penghargaan yang mengakui kontribusi dua orang hebat ini, khususnya dalam bidang politik di Indonesia?
Ada baiknya kita tetap berpikir positif dengan semua situasi yang ada. Kita perlu ingat sebuah konsep yaitu :
"Di dalam air beriak bisa jadi lebih banyak kehidupan dibanding air yang tenang"
Hidup berumah tangga saja perlu banyak masukan untuk memperbaiki apa yang kurang, apalagi hidup berbangsa dan bernegara, tentulah banyak sekali kekurangan sehingga butuh masukan dari berbagai pihak, apalagi dari mereka yang sudah punya asam garam di kancah perpolitikan di Indonesia seperti Bung Fahri dan Fadli.
Muncul cibiran selanjutnya (bisa jadi), kenapa harus mereka yang dapat penghargaan? padahal kan kerja mereka mengkritik pemerintah saja (lebih banyak)?. Sampai disini saya teringat sebuah pepatah arab kuno yang berbunyi :Â
"Tidak menjawab pertanyaan orang bodoh adalah sebuah jawaban"
Mungkin yang menanyakan ini kurang melihat acara televisi, kurang update di reality show atau kurang membaca banyak media. Ya, kita tidak boleh menyalahkan orang seperti ini. Tetapi mari kita doakan dan kita dorong dia untuk lebih banyak membaca dan mendengar agar bisa muncul perspektif yang lebih luas tentang dua orang hebat ini (Bung Fahri dan Fadli).
Meskipun kedua orang ini gemar mengkritik, namun kritik yang mereka sampaikan termasuk dari kritik yang oleh  Hendrie Davis Weisinger, Penulis buku "The Power of Positive Criticism" disebut sebagai kritik yang bijak, efektif dan bisa berdampak kuat terhadap yang menerima kritik. Aspek kritik yang mereka penuhi antara lain :
1. Pemberi Kritik yang Berteman
Bung Fahri dan Fadli tidak pernah memusuhi orang yang dikritiknya, Mereka hanya memberi sudut pandang yang berbeda dan ketika ditemukan ketidaksesuaian dengan kepentingan masyarakat, maka mereka menyuarakannya. Dan ini malah termasuk kritik yang harus diberikan. Yang mereka kritik adalah kebijakan yang diambil, bukan orangnya. Hal ini menurut Hendrie adalah kritik yang bijak dan kuat.
2. Bertanggung jawab Terhadap Kritik yang Disampaikan
Mereka berdua tidak pernah mengelak ketika diundang untuk hadir dalam setiap debat-debat terbuka di stasiun televisi dan sebagainya. Mereka berani menunjukkan wajah mereka di depan para pembela yang di kritik. Mental bertanggung jawab ini yang membuat mereka lagi-lagi menjadi pribadi pengkritik yang bijak dan efektif menurut apa yang disampaikan Hendrie Davis.
3. Penggunaan Diksi yang Baik dalam Mengkritik
Dua orang hebat ini, selalu menggunakan dan memilih diksi yang baik atau minimal tergolong wajar untuk sebuah kritik. Mereka belum pernah terdengar memaki dengan bahasa yang tidak sopan dan seterusnya, tetapi mereka tetap menggunakan bahasa yang sopan dalam mengkritik meskipun tajam dan menusuk sukma, dan wajar, karena esensi dari kritik harus menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik.Â