Pagi ini tidak seperti pagi biasanya di pasar bojonggede, Bogor. Agak sepi  dan agak lucu juga jika hanya karena alasan tidak tersedianya tahu dan tempe namun itulah kenyataanya, tidak sedikit di pasar ini yang mengkhususkan diri menjadi penjual tempe dan tahu saja sebagai barang dagangannya. Tukang sayur lain lebih banyak menyediakan bahan pokok dapur seperti sayur mayur dan bumbu masak tanpa tahu dan tempe, alhasil  bisa dipastikan saya dan keluarga juga tidak makan tahu dan tempe hari ini.
Sehari sebelumnya berita di televisi menayangkan kelompok koperasi tahu dan tempe akan mogok produksi dikarenakan pasokan kedelai yang berkurang dan harganya melonjak tajam, maklumlah negara Indonesia yang kita cintai ini masih mengimpor kedelai sebagai bahan pokok tahu dan tempe dari amerika serikat. Dan musim ini negara penghasil kedelai terbesar di dunia itu dikabarkan sedang mengalami musim kemarau yang mengakibatkan pasokan berkurang namun tersembunyi juga alasan lain karena kabarnya persaingan untuk mendapatkan kedelai di pasar dunia begitu ketat, selain untuk kebutuhan makanan manusia kedelai di pasar dunia juga diperebutkan sebagai pakan ternak dan kebutuhan energi. Ada kemungkinan juga amerika serikat memberikan kebijakan khusus kepada suatu negara karena vitalnya kebutuhan kedelai.
Pasokan impor kedelai dari amerika serikat mengalami penurunan dari 81,25 juta ton menjadi 76,25 juta ton berakibat harga di pasar Indonesia mengalami peningkatan dari Rp. 5.400,-/kg menjadi Rp. 8.000,-/kg jadi bukan tanpa alasan pada tanggal 25-27 juli ini pedagang tempe dan tahu mogok produksi.
Tentu seperti saya dan kebanyakan rakyat Indonesia mendambakan adanya suatu undang-undang pangan strategis yang mengatur  ketersediaan lahan yang mencukupi untuk kebutuhan vital pangan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri agar impor segala kebutuhan pangan bisa ditekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H