Mohon tunggu...
Takhul Bakhtiar
Takhul Bakhtiar Mohon Tunggu... Penulis - Freelance

Tulisan Sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersahabat dengan Bencana Alam

5 April 2021   14:23 Diperbarui: 5 April 2021   14:26 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : jurnalweb.com

Opini Singkat 

Opini penulis kali ini masih ada sangkut pautnya dengan opini sebelumnya yang berjudul "Literasi Kebencanaan Kunci Sukses Mitigasi Bencana". Salah satu ciri khas kejadian bencana alam adalah kehadirannya yang tidak pernah membawa senyuman. Dia hadir sebagai  sosok yang menyeramkan, menakutkan dan kehadirannya yang tidak dinanti. 

Namun hal ini tidak dapat dihindari karena kalimat "Indonesia adalah negeri supermarket bencana alam" memang tidak bisa lepas dari dari bayang-bayang negara ini. Akan tetapi setidaknya korban jiwa ketika terjadi bencana alam dapat diminimalisir dengan membina dan menciptakan edukasi siap siaga tanggap bencana. 

Edukasi ini sebagai wadah maupun fasilitas yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai media untuk melatih dan membina masyarakat menjadi masyarakat yang lebih siap siaga dan tanggap ketika bencana alam hadir. Minimal masyarakat tidak terkejut, gagap dan kalang kabut kebingungan saat terjadi bencana alam.

Membentuk dan Mewujudkan Kesadaran

Edukasi memiliki peran penting dalam membentuk dan mewujudkan pemahaman manusia akan pentingnya bencana alam. Edukasi menjadi jembatan utama masyarakat agar masyarakat secara perlahan mulai bersahabat dengan bencana alam. Ketika kesadaran sedikit demi sedikit muncul maka masyarakat akan lebih siap dan lebih dini menghadapi bencana alam.  

Masyarakat akan tidak mudah histeris atau panik dan paham apa yang semestinya dilakukan ketika terjadi bencana alam. Hal yang perlu diperhatikan adalah makna edukasi ini tidak hanya berlaku dalam lingkup formal saja seperti media sekolah, tetapi melalui kearifan lokal dan media sosial juga punya peran penting dalam mengedukasi masyarakat. 

Setiap daerah tentu masyarakat punya kearifan lokal masing-masing dalam menanggapi bencana alam. Konsep akan pengetahuan dan interpretasi dari kearifan lokal ini tentu akan membangkitkan kembali memori kenangan di masa lampau bahwa daerahnya pernah terjadi peristiwa bencana alam. Akan tetapi yang menjadi masalah di era modern ini adalah berbagai narasi-narasi yang ada pada kearifan lokal menganggap bahwa narasi-narasi itu  cerita kuno dan hanya khayalan belaka. 

Hal ini membuat masyarakat modern menjadi lebih cuek, acuh tak acuh  dan masa bodoh. Inilah saatnya peran media sosial sebagai edukasi digital yang dapat memberikan pengetahuan dimasyarakat bagaimana menumbuhkan rasa peduli, tanggap dan sadar bencana alam. Sehingga dengan memaksimalkan peran kearifan lokal dan media sosial sebagai sarana dan prasarana digital dalam menghadapi tanggap darurat bencana alam setidaknya korban jiwa dan kerugian harta benda bisa diminimalisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun