Riset terbaru menunjukkan anak-anak muda kian tertarik terhadap isu lingkungan. Ini bisa menjadi target potensial yang bisa digarap oleh partai politik di Pemilu 2024. Menguatnya isu krisis iklim yang disuarakan kaum muda di berbagai belahan dunia mengingatkan kita pada sosok paling berpengaruh "2019 Person of the Year" versi majalah Time, Greta Thunberg.
Suara anak muda di seluruh dunia hari ini meyuarakan dampak perubahan iklim kepada dunia global, bahwa sesungguhnya dampak dari perubahan sedang kita rasakan saat ini, banjir, tanah longsong, krisis pangan, krisis air, curah hujan tinggi, panas berkepanjangan merupakan akumulasi dari perubahan iklim yang di inisiasi oleh negara-negara maju seperti Amerika dan Cina yang menyumbang banyak emisi karbon gas rumah kaca.
Persolan perubahan iklim paling dirasakan oleh generasi mendatang yaitu generasi muda yang akan terus melanjutkan peradaban dunia ini. Apa yang disuarakan anak muda hari ini bagian dari sikap peduli terhadap perubahan iklim yang semakin tidak terkendali. Masifnya pembangunan industry diberbagai sektor membuat seluruh anak muda di dunia bergerak menyuarakan keadilan iklim secara serentak.
Perubahan kebijakan pembangunan perlu dibarengi dengan kesadaran bersama sehingga tercipta keadilan iklim yang bisa diwariskan kepada generasi muda. Oleh karena itu, penting sekali ruang-ruang diskusi di tingakt pengambil kebijakan melibatkan anak muda agar dapat memberikan saran dan gagasannya dalam mengurangi perubahan iklim. Tidak saja pemerintah, namun kalangan muda perlu disatukan dalam ruang-ruang pengambil kebijakan.
UNICEF merilis bahwa Indonesia termasuk dalam 50 negara teratas di dunia dengan anak-anak yang paling berisiko terpapar dampak dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Namun, jika kita bertindak sekarang, kita dapat mencegah situasi ini menjadi lebih buruk.
Children's Climate Risk Index (CCRI) menemukan:
*240 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap banjir rob;
*330 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap banjir sungai;
*400 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap siklon;
*600 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap penyakit tular vektor;
*815 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap pencemaran timbal;
*820 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap gelombang panas;
*920 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap kelangkaan air;
*1 miliar anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap polusiudara dalam kadar amat tinggi
Tantangan suara anak muda dalam memerangi perubahan iklim terkadang tidak menjadi penting bagi pengambil kebijakan dikarenakan pemahaman yang berbeda. Pemerintah atau pemerkarsa pembangunan menganggap
 "semakain muda seseorang berarti tidak ada solusi dan jawaban yang diberikan".
Hal ini dirasakan oleh Engel Laisina (23) seorang aktivias lingkungan yang menyurakan perubahan iklim serta melakukan aksi nyata di Maluku. Apa yang dilakukan Engel berangkat dari apa yang ia lihat bahwa Maluku sering dilanda bencana alam seperti banjir, longsor, serta menajemen sampah yang buruk dan membuat nelayan merasakan dampaknya.