Mohon tunggu...
deddy Febrianto Holo
deddy Febrianto Holo Mohon Tunggu... Relawan - Semangat baru

Rasa memiliki adalah perlindungan alam yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dampak Perubahan Iklim, Pulau-Pulau Kecil di NTT Terancam

15 Agustus 2022   19:32 Diperbarui: 17 Agustus 2022   14:07 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok/pri WALHI NTT 2022

Namun, tidak semudah mengimplementasikan instrument ini dikarenakan orientasi pemangku kebijakan justeru lebih memilih pada sektor industry yang rakus lahan dan merusak ekosistem pesisir.

Pelestarian hutan mangrove menjadi salah satu upaya mitigasi dan adaptasi krisis iklim yang efektif terutama bagi masyarakat di wilayah pesisir karena hutan mangrove dapat menyerap emisi karbon yang cukup tinggi. Oleh sebab itu diperlukan strategi yang melibatkan masyarakat dalam perlindungan mangrove untuk mitigasi dan adaptasi krisis iklim.

Pertama, ekowisata mangrove berbasis masyarakat atau komuitas bertujuan agar mangrove dapat memberikan manfaat secara ekonomi dan kelestariannya terjaga. Pelibatan masyarakat pesisir dengan pendekatan eduwisata dan ekowisata merupakan sebuah langkah pembangunan yang berkelanjutan.  

Kedua, melibatkan masyarakat dalam rehabilitasi mangrove, hal ini sebagai upaya menggembalikan fungsi hutan mangrove yang terdegredasi oleh berbagai kegiatan manusia serta kebijakan-kebijakan pembangunan di wilayah pesisir.

Ketiga, merumuskan kebiajakan adaptasi, mitigasi perubahan iklim dengan melibatkan masyarakat bpesisir dan membangun kembali nilai-nilai kearifan lokal dalam tata kelola sumber daya alam di wilayah pesisir. Ini bertujuan untuk mendekatkan hubungan manusia dengan alamnya tetap seimbang. Karena secara kultular masyarakat pesisir memiliki ikatan dengan alam terkait pemanfaatan sumber daya alam berbasis lokal.

Keempat,  perlunya pemerintah melakukan evaluasi dan monitoring di wilayah pesisir. Penegakan hukum khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dewasa ini tidak berjalan dengan baik. Kasus di pulau Komodo merupakan salah satu yang bisa kita jadikan tolok ukur betapa kuatnya kepentingan bisnis dan mengabaikan masyarakat lokal dan ruang hidupnya.

Oleh karena itu, WALHI NTT sebagai oraganisasi yang fokus pada perlindungan lingkungan hidup memberikan atensi yang serius kepada para pemangku kebijakan agar lebih berhati-hati dalam melakukan perencanaan pembangunan di wilayah pesisir. 

WALHI NTT menilai bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup perlu dijalankan dengan baik oleh pemerintah karena dalam regulasi tersebut menegaskan adanya jaminan kepastian hukum memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan keseluruhan ekosistem.

Selain itu, WALHI NTT meminta pihak pemerintah agar melakukan moratorium industry perusak mangrove di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di NTT. Ini berdasarkan temuan lapangan dimana kebijakan pemerintah di wilayah pesisir tidak direncanakan dengan baik serta tidak memperhatikan daya dukung dan tampung lingkungan. Ada Mal Adapatasi yang terjadi saat ini.


Deddy Febrianto Holo
Divisi Perubahan Iklum dan Kebencanaan WALHI NTT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun