Pemerintah Mengangkangi Mandat Cagar Biosfer TN Komodo
Rabu, 3 Agustus 2022. Kondisi di Labuan Bajo saat ini tidak kondusif bagi kebebasan berdemokrasi. Kekerasan dan penangkapan terhadap komunitas pariwisata kerakyatan telah terjadi. Sekalipun aksi mereka adalah aksi damai untuk menyuarakan aspirasi mereka.Â
Saat ini sudah puluhan orang mengalami kekerasan fisik, diintimidasi, diitangkap dan ditahan. Situasi ini menunjukan keengganan pemerintah dalam menyikapi kekritisan warga negara terhadap kebijakan pembangunan. Kondisi ini juga sebagai bukti kemunduran demokrasi di Indonesia umumnya dan khususnya di NTT. Â
WALHI NTT menilai bahwa kondisi suram ini dimulai dari kebijakan pemerintah yang sejak awal salah urus Kawasan Taman Nasional Komodo. Harga tiket masuk Kawasan Pulau Padar dan Pulau Komodo yang dinaikkan secara serampangan sebesar 3.750.000 rupiah oleh pemerintah hanyalah salahsatu fakta pemicu tingginya gelombang penolakan warga.
Sejak 2019 isu terkait pengelolaan Kawasan Taman Nasional Komodo terus menuai kontroversi di ruang publik. Mulai dari penetapan Labuan Bajo sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional -KSPN- (dengan menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai Simbol Utama) hingga niat pemerintah untuk merelokasi warga lokal dari Pulau Komodo. Kebijakan dan rencana kebijakan yang kontroversial dari pemerintah inilah yang telah menimbulkan suasana ketidaknyamanan publik.
Berikut ini catatan WALHI NTT terkait kegagalan pemerintah dalam mengurus Kawasan Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site dan Cagar Biosfer Dunia serta Labuan Bajo sebagai KSPN Â yang membuat publik terus mengkritisi setiap kebijakan pemerintah terkait pariwisata di Taman Nasional Komodo.
Kawasan TNK
1.Taman Nasional Komodo (TNK) yang telah berjalan 42 tahun gagal untuk menjalankan tiga mandat utama cagar Biosfer yakni Pelestarian Keanekaragaman hayati/satwa, peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat dengan mekanisme ekonomi ramah lingkungan dan berkeadilan dan pemuliaan kebudayaan rakyat. Â
Contohnya, populasi Komodo yang terus terancam kuantitasnya dan ekosistemnya, kesejahteraan ekonomi masyarakat di Kawasan TNK yang masih rendah, minimnya pelibatan kebudayaan lokal dalam membangun narasi narasi pengetahuan konservasi dan perlindungan Ata Modo.
2.Rencana relokasi masyarakat Pulau Komodo adalah bukti kegagalan pemerintah untuk melakukan pemuliaan kebudayaan Ata Modo.
3.Sistem zonasi laut oleh TNK yang justru mempersulit kehidupan masyarakat nelayan atas nama konservasi.