Mohon tunggu...
Tauhidin Ananda
Tauhidin Ananda Mohon Tunggu... Administrasi - Hari ini mimpi jadi kenyataan

pegiat sosial, hobi jalan-jalan kuliner dan nonton bola

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ironi Minimnya Dana Penanganan Bencana di Negeri Rawan Musibah

26 Desember 2018   16:45 Diperbarui: 26 Desember 2018   17:05 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantauan udara dari pesawat Cesna 208B Grand Caravan milik Maskapai Susi Air yang menunjukan pemukiman di wilayah pesisir Banten porak poranda akibat terjangan tsunami.(Rakhmat Nur Hakim/Kompas.com)

Bencana yang bertubi-tubi menghampiri membuka kenyataan pahit. Indonesia adalah negara rawan bencana. Bukan dalam artian sial. Tapi kenyataan kondisi geografis negara ini yang berada dalam lingkungan 'ring of fire' Asia Pasifik. Terdapat 127 gunung api aktif di Indonesia. Dengan kondisi demikian, aktivitas letusan gunung berapi kerap melanda negara ini.

Belum lagi pertemuan berbagai lempeng tektonik yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang komplit dalam hal potensi bencana yang mungkin terjadi.

Lucunya, BNPB menjerit tentang kurangnya anggaran untuk penanganan bencana. Sebagaimana diketahui, untuk tahun 2019 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya mendapat anggaran sebesar Rp 610 miliar. Jumlah itu turun drastis dibanding tahun 2018. Sebagai gambaran, BNPB mendapatkan anggaran dari APBN sebesar Rp 760 miliar untuk gaji pegawai dan kegiatan penanggulangan bencana di tahun 2018.

Berbagai alasan merebak. Mulai dari kebutuhan pemerintah yang membengkak untuk sektor lain (baca: pembayaran utang). Namun, pendapat kuat adanya dugaan penurunan anggaran tersebut karena pemerintah kurang peka pada sektor penanggulangan bencana.

Besaran dana sebesar Rp 610 miliar saja untuk mencakup seluruh Indonesia di tahun 2019 jauh dari kata cukup. BNPB pun mengakui minimnya anggaran penanggulangan bencana tersebut. Padahal, secara ideal menurut perhitungan, BNPB memerlukan anggaran sekitar 1 persen dari jumlah APBN. Idealnya ditambah tiap tahun. Bahkan kalau perlu hingga mencapai Rp 2 triliun.

Tidak hanya BNPB, penganggaran untuk Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga jauh dari kata cukup. Terungkap bahwa pengadaan alat deteksi bencana seringkali terbentur berbagai hambatan. Bahkan, pemerintah pernah mencoretnya dari daftar pengadaan di anggaran karena dianggap bukan kebutuhan strategis.

Padahal alat deteksi bencana dini tersebut dianggap dapat membantu memberikan peringatan awal kepada masyarakat. Harapannya, dapat mengurangi korban jiwa. Logikanya dengan memasang alat deteksi bencana saja masih ada korban, apalagi bila tidak ada alat tersebut?

Seharusnya posisi Indonesia yang rentan bencana mampu membuka mata pemerintah dan legislatif yang menetapkan anggaran agar lebih peduli terhadap penanganan bencana. Disamping itu, juga perlu adanya edukasi kepada masyarakat perihal cara-cara menghadapi bencana. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Penyediaan dana penanggulangan bencana bukan berarti berharap akan ada bencana yang menerpa. Namun, mempersiapkan kemungkinan terburuk bila aja bencana itu datang menghampiri.

Sudah saatnya politik anggaran mendukung penanggulangan bencana. Sampai sekarang, pemerintah dianggap kurang berpihak dalam penganggaran bencana di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sepertinya para pemangku kepentingan lupa bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia masuk kategori rawan bencana. (#)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun