Euforia sepakbola Piala Dunia 2018 menyelimuti dunia pada saat ini. Kemeriahan Piala Dunia edisi kali ini yang berlangsung di tanah Rusia berlangsung dengan penuh gegap gempita. Buncahan harapan serta doa mengiringi kegembiraan para suporter. Para pendukung setia ini selalu mengekor tim kesayangannya berlaga di perhelatan terbesar sepakbola dunia yang berlangsung tiap empat tahun sekali.
Tiap suporter menjagokan timnya menjuarai turnamen ini. Jerman dengan asa mempertahankan gelar juara yang diraihnya pada tahun 2014 lalu. Jangan lupakan semangat Rusia dengan dukungan penuh para suporter tuan rumah untuk mempersembahkan gelar juara untuk pertama kalinya.Â
Tidak lupa Brasil dengan goyang samba, ataupun Argentina dengan dansa tangonya. Spanyol yang datang tanpa terkalahkan, ataupun Perancis dengan membawa pemain penuh talenta, serta Belgia yang membawa generasi pemain terbaik yang pernah dihasilkan oleh negeri ini.
Namun, bicara sepakbola tentu saja tidak akan lengkap tanpa berbicara tentang Inggris. Sebagai negara yang mengklaim sebagai pencetus sepakbola modern dan kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia, tentu saja Inggris sangat kental dengan napas sepakbola.
Dalam perhelatan kali ini, tim tiga singa datang dengan pasukan muda yang malang melintang dalam kemeriahan Premier League Inggris. Apakah pasukan muda besutan Gareth Southgate ini mampu memuaskan asa suporter Inggris dengan menjadi juara? Sebuah asa yang telah terpatri cukup panjang masanya, sejak Inggris menjuarai Piala Dunia, yang kala itu masih bernama Piala Jules Rimet pada tahun 1966, perhelatan yang berlangsung di kandangnya sendiri.
Rentetan peristiwa pemicu karma
Sungguh ironis memang. Sebagai negara yang mengklaim sebagai pionir sepakbola modern, tapi hanya mampu meraih sekali gelar juara. Barangkali hal ini ada kaitannya dengan rentetan peristiwa yang menyertai perhelatan akbar di tahun 1966 kala itu.
Mulai dari awal penunjukannya sebagai tuan rumah pun sudah mengundang kontroversi. Banyak yang menduga keberhasilan Inggris terpilih menjadi tuan rumah serta menjuarainya lebih disebabkan karena faktor korupsi, kolusi, nepotisme, serta kroniisme. Ya, karena presiden FIFA saat itu adalah orang Inggris, Sir Stanley Rous. Praktis, sebagai orang Inggris Sir Stanley akan memperjuangkan negaranya maju sebagai tuan rumah.
Kemudian, belum lagi turnamen dimulai, sudah ada insiden heboh lainnya. Kurang lebih empat bulan menjelang turnamen Piala Dunia Inggris dibuka, tepatnya 20 Maret 1966, Trofi Jules Rimet dipajang dalam sebuah acara pameran kartu pos di Westminster Central Hall, London.
Trofi tersebut dijaga oleh dua petugas polisi dan ditempatkan dalam kotak kaca. Menurut kesaksian, pada pengecekan pukul 11.00, semuanya berada dalam keadaan normal. Namun, ketika kedua petugas tersebut mengecek satu jam kemudian, kotak kaca itu sudah pecah dan piala Jules Rimet pun raib.