Mohon tunggu...
Tauhid Patria
Tauhid Patria Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Menulis apa saja kan suka-suka saya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berbagi Inspirasi dengan Murid SMP Tempat Saya Sekolah Dulu

13 September 2016   19:23 Diperbarui: 13 September 2016   19:34 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi cerita dan pengalaman untuk menginspirasi adik-adik kelas di SMP Negeri 237 Jakarta (foto, dokumen tim mading 237)

Siang itu, sekitar akhir bulan Juli 2014, tiba-tiba ada sebuah private massage masuk di dalam inbox facebook saya. Begitu saya buka, ternyata pesan itu berasal dari Pak Slamet Samsoerizal, guru Bahasa Indonesia saya sewaktu bersekolah di SMP Negeri 237 Jakarta. Pesan itu berisi undangan untuk saya datang ke sekolah untuk berbagi cerita mengenai pekerjaan saya dibidang tulis menulis kepada tim redaksi majalah dinding (mading) sekolah yang terletak di Jalan Bambu Petung, Cipayung.

Lama saya berpikir sebelum mengambil keputusan apakah mengiyakan undangan tersebut atau malah menolaknya. Pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah saya memang sudah pantas untuk membagi pengalaman saya yang tidak seberapa ini, berkecamuk dibenak saya. Saya juga memikirkan, pertanyaan-pertanyaan mereka nanti seperti apa ya, khawatir saya tidak bisa menjawab dan memuaskan hasrat keingintahuan mereka.

Namun semua kekhawatiran saya sedikit berkurang. Saat itu Pak Slamet meyakinkan saya jika anak-anak tim mading sekolah antusias menunggu kedatangan saya. “Pastinya mereka akan senang melihat alumni yang sudah terjun di bidang yang mereka senangi “ begitu ucapan pak Slamet di inbox memberi saya keyakinan untuk datang menerima undangan tersebut. Akhirnya saya mengiyakan untuk hadir memenuhi undangan beliau.  Saya membuat janji minggu kedua Agustus akan datang ke sekolah tempat dulu saya menimba ilmu. Pak Slamet terlihat senang dengan keputusan saya ini. Dia menunggu waktu yang sudah saya sepakati untuk datang ke sekolah.        

Hari yang ditunggu pun tiba. Pagi itu setelah mengantarkan istri saya bekerja, saya langsung menuju sekolah. Begitu tiba di jalan masuk sekolah, saya seperti mengenang masa ketika saya bersekolah di SMP 237 pertengahan tahun 90-an. Sampai digerbang sekolah, saya langsung disambut Pak Slamet. Saya diajak memutari sekolah sambil mengenang ketika saya berseragam putih biru dan menimba ilmu di sini.

Saya sempat berhenti sejenak di depan kelas saya dulu dan melihat suasana belajar murid-murid. Saya juga diajak ke ruang guru dan bertemu dengan guru-guru yang dahulu mengajar saya. Ada guru agama, ibu Maryam dan ada juga ibu Fery, guru PKK, yang masih ingat dengan saya sampai sekarang. Senang rasanya bertemu dengan guru-guru yang sangat berjasa buat hidup saya.

Saya pun akhirnya duduk di ruang redaksi mading. Pak Slamet kemudian memanggil murid-murid yang menjadi tim dari redaksi mading. Tidak lama kemudian, muncul 3 orang anak perempuan yang  berdiri dihadapan saya. Mereka memperkenalkan diri sebagai anggota mading. Sambil salaman, kita berkenalan. Canggung juga saya menghadapi mereka, biasanya dalam pekerjaan saya berada di posisi yang akan melakukan wawancara, tapi sekarang saya orang yang akan diwawancara.

Pertanyaan demi pertanyaan pun mengalir dari mereka. Mulai dari kenapa tertarik di bidang tulis menulis, suka duka menjadi jurnalis, sekolahnya dimana, sampai pertanyaan gajinya berapa jika bekerja dibidang tulis menulis ini. Wah kerepotan juga saya menjawab satu demi satu pertanyaan mereka.  Tapi, saya mencoba menjawab dengan bercerita mengenai pengalaman yang sudah saya jalani selama ini. Saya mencoba berbagi mengenai dunia pekerjaan di dunia tulis menulis kepada mereka.  Menceritakan serunya menulis dan bisa bertemu dengan berbagai orang dari latar belakang yang berbeda. 

Foto bersama dengan pak Slamet dan tim mading SMP Negeri 237 Jakarta (dokumen tim mading 237)
Foto bersama dengan pak Slamet dan tim mading SMP Negeri 237 Jakarta (dokumen tim mading 237)
Saya menceritakan ketertarikan saya untuk menulis berawal saat saya seusia mereka. Dulu saya suka sekali mengarang di pelajaran bahasa Indonesia. Dari situ saya suka berkhayal sambil menuliskan khayalan yang ada dalam pikiran. Selain itu, saya juga membagikan cerita awal pekerjaan saya menulis di harian lokal di kota Depok selepas kuliah. Dari situ, saya mulai menulis profesional karena menerima gaji dari pekerjaan saya ini.  Dari pengalaman yang saya ceritakan, terlihat sekali wajah-wajah penuh antusias mendengarkan. Bahkan mereka menyiapkan tape recorder untuk merekam percakapan ini. Wah udah kaya narasumber saja ini pikir saya sambil tersenyum dalam hati.

Melalui tanya jawab dengan teman-teman mading, saya mencoba menginspirasi mereka untuk terus berkarya.  Membuat mereka semangat untuk menulis karena menjadi penulis juga bisa menjadikan masa depan yang baik buat kehidupan mereka nanti. Mereka sangat antusias mendengar cerita-cerita yang saya sampaikan. Saya juga jadi semangat berbagi cerita apalagi mereka terus menggali cerita saya seputar menulis ini.

Buat saya, membuat mereka terinspirasi untuk terus menulis menjadi hal paling sederhana dari berbagi cerita ini. Senang rasanya ada junior-junior saya di sekolah yang mengikuti jejak untuk menulis juga. Bahkan saya juga merasa iri dengan mereka, karena dulu waktu seusia mereka waktu saya malah habis untuk main dan nongkrong bareng temen-temen. Kalau dari SMP, mereka sudah mulai menulis, saya yakin kalau terus digeluti mereka bisa menjadi penulis-penulis hebat yang membanggakan nama sekolah. Saya berharap kehadiran saya untuk berbagi cerita dan inspirasi bisa membuat mereka memiliki gambaran jika menulis kalau digeluti bisa menghasilkan sesuatu buat mereka.

Ada satu pertanyaan yang membuat saya tergelitik untuk menjawabnya. Pertanyaan itu seputar masa sekolah saya di SMP dahulu bagaimana. Malu juga saya menjawab pertanyaan ini. Apalagi di sebelah ada Pak Slamet yang dahulu mengetahui bagaimana keseharian saya di sekolah. Saya menjawab, kalau dahulu saya murid yang biasa-biasa saja, cenderung bandel malah. Saya pernah beberapa kali bolos sekolah, tawuran, dan nilai rapot saya selalu ada merahnya yakni di mata pelajaran matematika. Tapi saya tidak ingin mereka mengikuti apa yang saya lakukan waktu SMP dulu. Buat saya, mereka sudah jauh lebih baik dari saya dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun