Bang Bing Bung Yuk kita Nabung..
Tang Ting Tung, hey, Jangan Dihitung...
Tau-tau Kita Nanti Dapat Untung..
Lagu Geovani dan Saskia yang berjudul menabung menjadi lagu yang akrab di telinga saya sewaktu kecil. Lagu yang bercerita mengenai ajakan anak-anak untuk menabung ini seperti membuat saya ingin memiliki tabungan sendiri di bank. Entah pengaruh lagu ini apa tidak, pada akhirnya saya memiliki tabungan di bank pada waktu saya duduk di bangku Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP). Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjadi bank pertama yang saya tuju untuk menyimpan uang yang selama ini saya sisihkan dari uang saku sekolah, dan Simpedes menjadi jenis simpanan tabungan yang pertama saya miliki waktu itu.
Bicara soal menabung, saya memang dari kecil terlatih untuk menabung. Saya biasa menyisihkan uang saku saya untuk ditabung. Jika ada keperluan pribadi seperti membeli buku , saya biasanya membeli dengan uang tabungan. Sejak kelas 6 SD sebenarnya saya sudah tidak lagi meminta-minta kepada orang tua ketika ingin membeli barang keperluan. Semua keperluan saya beli sendiri dari hasil jerih payah menyisihkan uang jajan yang diberikan orang tua.
Pikiran untuk menabung di bank mungkin saat itu jarang dilakukan oleh anak seusia saya. Namun, entah kenapa saat itu saya ingin sekali menyimpan uang di bank. mungkin untuk anak seumuran saya waktu itu, nabung di bank lebih aman dibanding menyimpan uang didalam celengan.
Memasuki dunia kerja, saya kembali membuka tabungan. Kali ini saya membuka rekening di bank swasta atas rekomendasi dari kantor tempat saya bekerja. Rekening yang saya buka waktu itu untuk keperluan transfer gaji setiap bulannya. Jadilah saya memiliki dua rekening dari bank yang berbeda. Menyenangkan sekali rasanya memiliki dua rekening bank sekaligus. Biasanya sehabis gajian, saya langsung mentransfer sebagian gaji saya ke bank pertama saya membuka rekening dan sebagian lagi saya gunakan untuk biaya transportasi dan makan sehari-hari.
Seiring berjalannya waktu, saat ini saya memiliki tiga rekening bank. Saya juga memiliki deposito di salah satu bank untuk investasi jangka panjang. Uang yang saya depositokan ini rencananya akan saya gunakan di masa depan. (waktu itu sih mikirnya uangnya untuk biaya nikah, makanya saya buka deposito). Setiap bulannya saya mendapatkan bunga yang lumayan dari Deposito ini. Uang bunga deposito ini bisa saya gunakan untuk menambah uang makan dan transportasi saya sehari-hari.
Untuk deposito ini tentunya berbeda dengan tabungan seperti biasanya. Saya tentu tidak bisa mengambil uang saya di deposito ini setiap saat, karena terikat dengan perjanjian dengan bank tempat saya menyimpan uang. Waktu itu sempat terpikir juga,kira-kira uang yang saya simpan di deposito ini apakah aman. Ada kekuatiran jika bank ini mengalami masalah, apakah dana saya di deposito ini akan aman. Bayangan 16 bank yang dilikuidasi pada waktu krisis moneter terjadi sekitar tahun 98, sedikit terbersit dalam pikiran saya. Jangan-jangan jika bank ini bermasalah, maka uang yang saya simpan di deposito akan ikut raib juga.
![Bapak Samsu Adi Nugroho, Sekretaris LPS saat menjelaskan apa itu LPS di depan kompasiana (foto dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/15/20160429-194048-57388a34c0afbd8b048b4570.jpg?t=o&v=770)
Salah satu wewenang yang dimiliki LPS sebagai lembaga penjamin simpanan adalah mendapatkan data simpanan nasabah, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank. Dengan adanya wewenang ini, saya sebagai nasabah tentunya sedikit lebih yakin karena data saya sebagai nasabah tentunya sudah ada di LPS. Ketika terjadi apa-apa dengan bank tempat saya menabung, tentunya data-data saya sebagai nasabah di bank sudah ada di LPS. Ini tentu saja akan membantu saya untuk mengurus uang kalau ada masalah di bank tempat saya menabung.