“Mah, aku mau main bola ya sama Mas Amir, boleh kan Mah ?”
“Kok main bola sih dek, kamu itu perempuan. Perempuan itu main boneka aja sana sama Mbak Dini. Perempuan kok mau main bola”
“Tapi kan mah, nggak ada peraturan yang main bola harus laki-laki Mah. Jadi gapapa dong kalau aku ikut sm Mas..”
“Udah, dibilang gaboleh ya gak boleh dek!”
Setelah membaca percakapan di atas apa yang ada dalam pemikiran kalian ? Benarkah suatu konsep yang diberikan oleh seorang Ibu di atas ? Apakah benar ada sebuah pemisah antara permainan atau aktivitas mana yang untuk laki-laki dan mana yang untuk perempuan ?
Hal-hal di atas sering kita sebut sebagai gender. Yaitu, sebuah konsep yang dipakai oleh manusia untuk membedakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk melalui tatanan sosial. Gender lahir dari berbagai pandangan masyarakat kepada mereka yang disebut perempuan dan mereka yang disebut laiki-laki Lalu bagaimana pengaruh gender dalam perkembangan anak pada masa pertengahan dan akhir ? Kapankah kita bisa mulai mengenalkan pendidikan tentang gender kepada seorang anak ?
Masyarakat kita saat ini masih sering mengkotakka-kotakkan sebuah perilaku atau sifat. Mereka menganggap bahwa sesuatu yang diibaratkan dengan kekuatan, kekerasan, mencari nafkah adalah laki-laki. Lalu, sesuatu yang berkaitan dengan lemah lembut, ramah, memasak, adalah milik perempuan. Begitu juga dengan pada masa kanak-kanak, orang tua sering memberikan pemahaman kepada sang anak bahwa permainan seperti futsal, bola basket, memanjat, mobil-mobilan, robot, lego, adalah permainan laki-laki. Perempuan hanya boleh bermain permainan memasak, bermain peran, bermain boneka. Apakah hal tersebut benar ? Menurut pendapat pribadi saya, hal tersebut tidak selalu benar. Kita bisa memberikan pemahaman kepada anak bahwa-bahwa peran tersebut adalah peran yang lumrah pada masyarakat kita saat ini, tapi bukan berarti hal tersebut lantas menjadi kodrat sehingga membuat perempuan dilarang memanjat dan laki-laki dilarang memasak.
Namun, ketika kita membiarkan anak untuk memilih apapun permainan dan jenis peran yang ia pilih ketika kecil, hal tersebut berdampak pada sifat yang Ia miliki ketika dewasa. Sebagai contoh, saat ini banyak murid SD laki-laki yang sudah mulai bertingkah seperti layaknya perempuan. Banyak yang menganggap hal tersebut merupakan dampak jika kita tidak memberikan stereotype gender tadi. Tapi, kembali menurut pribadi saya, masalah tersebut bukan hanya disebabkan karena kebebasan yang diberikan kepada anak, tetapi juga lingkungan anak yang tidak disesuaikan dengan perkembangan anak.
Sebagian besar anak yang mulai bertingkah tidak seperti seharusnya mengalami sebuah penolakan pada lingkungan bermainnya. Banyak dari mereka yang ketika kecil, sudah memahami tentang perbedaan gender dan bisa mengerti batasan-batasan yang dapat atau tidak dapat mereka lakukan. Namun, pada saat mereka bergabung dengan kelompok bermain sesamanya, mereka merasa tidak diterima, akhirnya mereka mulai mengikuti kelompok lain yang membuat mereka akhirnya bertingkah laku tidak sesuai seharusnya.
Kembali pada poin awal, pendidikan gender merupakan pendidikan yang penting bagi perkembangan anak masa pertengahan menuju akhir. Pendidikan gender akan menentukan bagaimana sifat serta peran yang nantinya akan dapat diambil oleh masing-masing anak. Namun , kita juga harus memberikan pengertian bahwa gender bukanlah sesuatu yang kodrat yang menjadi konsep mutlak yang harus kita lakukan. Gender lahir dari tatanan sosial masyarakat kita. Oleh sebab itu, pendidikan gender pada anak usia ini juga harus disesuaikan dengan lingkuan anak dan keluarga tinggal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI