Mohon tunggu...
Taufiq Winarno
Taufiq Winarno Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Perkuat Karakter, Lebarkan Toleransi"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebaran; Makna Dibalik Dua Arus Besar

12 Oktober 2013   11:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:38 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena dua arus besar yang terjadi pada sebelum dan sesudah lebaran di Indonesia telah mengundang banyak perhatian dari semua pihak. Ditambah dengan prilaku media yang kian gencar menyajikan beragam informasi soal dua arus beras ini. Tidak sedikit pula orang yang berasumsi bahwa peristiwa arus mudik dan arus balik ini seolah menjadi ritual wajib, baik disadari atau tidak. Lalu apa sebenarnya makna dibalik peristiwa itu?


Di era pramodern, khususnya pada era sungai sebagai satu-satunya sarana komunikasi dan transportasi yang sangat vital, masyarakat saat itu sudah mengenal konsep Hulu dan hilir, sebuah konsep yang memiliki makna sangat dalam soal aktivitas manusia terkait dua arus besar saat ini. Sebuah kesadaran kolektif manusia soal bagaimana dirinya bisa survive, tapi harus tetap ingat soal asal kejadian, nenek moyang atau tempat dirinya dilahirkan. Konon, kesadaran itu diimplementasikan melalui rangkaian upacara sakral, mulai dari mandi bersama (bersih badan), pantang dan puasa, ziarah kubur, seni pertunjukan yang mementaskan kisah mitologi nenek moyang dan diakhiri dengan makan bersama, biasa disebut kenduri. sejatinya, semua itu dilakukan dan telah berlangsung lama yang didasari dengan rangka penyatuan manusia (mikrokosmos) dengan alam (makrokosmos) dan arwah nenek moyang berupa mitos-mitos (metakosmos) (disari dari tulisan Jakob Sumardjo, budayawan Indonesia).


Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya sejak Islam masuk wilayah nusantara, masyarakat punya cara dan perspektif yang berbeda dalam menjalankan tradisi ini. Arus mudik dan arus balik dilakukan saat hari raya Idul Fitri. Beberapa hari sebelum hari lebaran, Kita lihat di setiap terminal, pelabuhan, stasiun, bahkan bandara selalu tampak membludak manusia yang akan kembali kekampung halamannya untuk merasakan kembali tempat kelahirannya yang penuh dengan kekerabatan dan solidaritas. Meskipun demikian, sebagian muslim tetap berusaha keras untuk melakukan hal tersebut. Dari sini, saya berpendapat bahwa manusia dahulu dan kini punya kecenderungan yang sama soal makrokosmos dan mikrokosmos.


Selain itu, tradisi dua arus besar ini, bisa jadi punya satu konsep yang sama soal kecenderungan manusia selama ini, yaitu bagaimana ekspresi religius manusia diejawantahkan melalui sebuah tradisi tertentu dan berkembang menjadi fenomena sosial, ekonomi dan budaya dari suatu wilayah tertentu.


Bandung (15/8/2013).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun