Kau sebut rindu itu dahaga yang jernih untuk sebuah pelukan. Tubuh tubuh telah dikepung aroma kota.bayang bayang industri baja dan masyarakat 5.0.
Rindu melaju bagai sebuah kereta cepat berukuran nanodetik. Menerobos ke arah matamu. Menabrak kenangan kenangan yang sengaja melintas. Dan ada hujan hujan kecil yang belum selesai berjatuhan.Â
Semacam pengantar senja. Mengingat kembali dahaga itu, rindu yang jernih untuk sebuah pelukan diantara mata mata pengintai dan mencecap mantra sampai.
Dingin telah menusuk tulang. Mungkin bukan seperti bayangan di kebun kebun karet. Melainkan kebun kebun yang bersisian di lorong perjalanan dalam kotak waktu yang sempit. Aku selalu ingin menjengukmu.menjangkaumu. meredam benci dan dendam.mengeja peristiwa cahaya.Â
Dahaga itu selalu muncul juga, menyusup ke bilik jantung.mengarah ke serambi.mendengar suaramu.memanggil manggil dengan isyarat,agar sampai tepat waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H