Setiap kali melihat buku buku lama
yang berjajar rapi di lemari
selalu saja aku merasa berdosa dan sepi.
Aku seperti beranjak ke dimensi yang jauh
saat buku itu pertama kali aku sentuh,
jauh sebelum ada ebook dan layar magnetik: Aku ingat...saat kantong tipis, Â aku pun memilih buku yang tipis, Â namun nilainya berlapis lapis.
Dan letak dosanya?, Â adalah bahwa sebagian isi buku itu masih melekat di kepala tapi tidak melekat di tindakan. Hingga ada satu periode, Â dimana aku tak lagi membeli satu bukupun, karena hal tadi, aku takut sendiri.
Sekarang buku buku lama itu tetap menghantui, seperti menerkam di dahan dahan pikiran.  Aku tahu, buku buku itu akan  akan bersaksi, dan pastilah  teknologi digital pun telah mengubah sikap dan nilai baca kebanyakan orang. Â
Tentu dibutuhkan alih-leksikal ataupun kodifikasi baru dari buku buku lama itu:
Mungkin dengan menyalinnya kembali, meringkasnya atau mengekstraknya menjadi lembar digital yang lebih segar-kekinian.
Buku buku lama itu masih rapi
sebagian aku baca kembali. Kubuka satu satu pada kali waktu, pada waktu tertentu
Di sana kutautkan sepi. Kutelisik dimensi ruang dan peristiwa, dan mengawali lagi penjelahan diri.
;)
Taufik sentana
Pegiat Back to Book Aceh Barat.
Blogger dan konsultan SDM. Sedang menyusun Buku Hijrah Pendidikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI