Gerimis telah pergi. Senja berganti cumbu. Zaman yang berlari di bawahnya. Pantai Barat Aceh yang melingkar bagai kepingan logam mulia.Â
Para pemburu pernah datang di sini. Begitupun sekarang. Monopoli ladang. Hutan hutan yang berlubang dalam memberi marwah dengan emas hitam.
Kita menyeberang ke peradaban gengsi dan  ideologi hidup yang instan dan megah.
 Wacana budaya kita adalah simbol simbol digjaya metropolis, kafetaria yang laris berjajar ritmis dengan skala bintang tiga. Gedung tinggi beku dan angkuh.
 Oo..lupakan rasa dan dahaga kearifan. Biar teguk saja ekstase pop ini. Biarkan orang orang yang datang dan pergi.
 Gapura kota tauhid-sufi mungkin segera rubuh. Perahu besar dan kecil terus berangkat ke laut.Â
Yang mengaji. Teruslah mengaji.katamu begitu? Nanti berikan sinar bagi kami sebagai berkah abadi dari tanah pejuang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H