Hujan hujan menembus kepala. Kota telah asam dan bisu. Kita bicara kapitalisme dan hak hak sipil dalam ceruk zaman yang mengecil di genggaman. Lalu tanpa sadar. Kita jadi anak anak industri. Seonggok komoditas dari sihir digitalisme dan masyarakat 5.0.Â
Ooh...hujan hujan batu menimpa kepala. Pikiran pikiran yang sepi dari diskusi. Kita mencari percakapan dari batin ke batin. Dari mata ke hati.Â
Kota kota dihubungkan serat optik maya dan jalan jalan tol. Dada kita sempit menatap esok dalam lembaran catatan merah. Pendidikan dan kebudayaan kita yang belum menjadi lampu.Â
Kata orang. Masa depan kita akan ada di kota kota. Kota kota akan tumbuh dari kepala kita. Dan desa desa akan jadi kepingan piring hitam. Mungkin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI